Ngunandiko.20
Dapatkah Pemilu
menghasilkan
Presiden
Republik Indonesia
yang tepat?
- Dalam demokrasi
perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum (Pemilu)
untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka (Wikipedia).
Mukadimah UUD 1945 menyatakan antara lain bahwa susunan
negara Republik Indonesia
yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Hal itu berarti bahwa sejak diproklamasikannya pada tanggal 17 Agustus 1945
negara Republik Indonesia
adalah negara demokrasi.
Sepanjang pengetahuan saya rakyat dan pemerintah Republik Indonesia
selain senantiasa berusaha menjaga tetap tegaknya negara yang diproklamasikan
pada 17 Agustus 1945, juga sejauh mungkin
menjalankan kaidah-kaidah demokrasi. Hal itui tampak antara lain dari adanya
surat-surat kabar bebas, partai-partai politik, dan senantiasa menyelenggarakan
pemilihan umum (Pemilu) sebagai sarana rakyat menyampaikan pendapatnya.
Size:
|
298 × 225
|
Type:
|
11KB JPG
|
Bung Karno memasukkan suara (Pemilu
1955)
Gambar : Google Images
Pemilihan Umum (Pemilu) pertama di Indonesia diselenggarakan pada tahun
1955, waktu itu saya tidak ikut memilih
(nyoblos). Pemilu 1955 diikuti oleh banyak partai dan perorangan, namun di kampung
saya di Jogya bagian utara hanya PKI (Partai Komunis Indonesia) dan PNI (Partai
Nasional Indonesia) yang mengadakan kampanye secara terbuka disuatu tanah yang lapang
di kampung. Di sekitar itu sesungguhnya ada
penduduk muslim yang bersimpati pada partai-partai Islam seperti Masyumi,
Nadhatul Ulama, PSII dan ada juga penduduk nasrani yang bersimpati pada partai
Katolik ataupun Parkindo, namun partai-partai tersebut di kampung saya tidak
berkampanye secara terbuka di lapangan.
Pada saat kampanye di kampung saya, yang menjadi juru
kampanye dari PNI kalau tidak salah bernama Sudibyo dan dari PKI bernama Sudjojono.
Sudibyo seorang guru yang tidak terkenal, sedang Sudjojono adalah seorang
pelukis yang sudah sangat terkenal. Tidak
banyak yang saya ingat dari kampanye tersebut, dari PNI masih saya ingat secara
samar-samar di terangkannya istilah nasional-demokrasi
dan sosio-demokrasi, sedang Sudjojono
menerangkan istilah proletar dan seniman
harus ikut aktip membela rakyat proletar.
Setelah membuka kembali catatan, saya mengetahui bahwa Pemilu 1955 itu adalah untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante. Pemilu 1955 tersebut diselenggarakan pada masa
Republik Indonesia
menggunakan UUDS 1955 (Undang-undang Dasar Sementara 1955). Pemilu 1955 ini berlangsung pada masa pemerintahan PM Burhanuddin Harahap
(masa demokrasi Parlementer) dan diselenggarakan dalam dua tahap yaitu tahap
pertama diselenggarakan 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) diikuti oleh
29 partai politik dan perseorangan ; tahap kedua diselenggarakan 15 Desember
1955 untuk memilih anggota Konstituante.
Konstituante hasil Pemilu 1955 tersebut bertugas menyusun
UUD menggantikan UUDS-1955. Sidang konstituante dibuka oleh Presiden Sukarno
(Bung Karno) pada tanggal 10 Nopember 1956 dihadiri oleh lebih dari 500 anggota
; dari partai-partai PNI, Masjumi, NU, PKI, PSII, dan lain-lain. Dalam menjalankan
tugas-nya konstituuante mengalami kesulitan karena adanya perbedaan faham yang
tajam di antara anggotanya, perbedaan faham yang tajam tersebut tidak berhasil
di kompromikan. Saya pada waktu itu tidak tahu apa yang menyebabkan perbedaan
yang tidak berhasil di kompromikan itu, belakangan saya tahu perbedaan tersebut
menyangkut dasar negara yang dalam garis bersarnya satu fihak menghendaki Islam
dan fihak lain Pancasila.
Tentang
sidang konstituante tersebut Prof Priyono pernah bercerita : dalam sidang-sidang
konstituante Partai Murba (sdr Sudiyono Djojoprajitno) mengusulkan digunakannya kembali UUD
1945 dan tidak perlu membuat undang-undang dasar baru, tetapi malah diejek
sebagai Partai yang ketinggalan jaman (kalau naik podium disoraki). Konstituante
yang tidak kunjung menghasikan keputusan – suara-suara
di luar konstituante seperti tokoh-tokoh yang aktip dalam proklamasi 17
Agustus 1945 a.l Sukarni dan sejumlah perwira militer menghendaki diberlakukannya UUD 1945
– menyebabkan Sukarno mengajukan usul ke konstituante agar memutuskan kembali
ke UUD 1945. Menanggapi usul Sukarno tersebut konstituante mengelar sidang dan melakukan
pemungutan suara (voting). Dalam voting tersebut jumlah yang setuju “kembali ke
UUD 1945” lebih banyak, 269 setuju dan 119 menolak ; namun yang setuju tersebut
tidak mencapai jumlah seperti yang disyaratkan (jumlah anggota konstituante
yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian seperti yang telah
ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950).
Seperti diketahui setelah itu, yaitu pada 5 Juli 1959 Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden membubarkan konstituante dan menyatakan kembali ke UUD 1945. Berdasarkan dekrit tersebut Presiden Sukarno pada tanggal 4 Juni 1960 membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, dan kemudian membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong) dan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) yang semua anggotanya diangkat oleh Presiden. Ketua MPRS Periode 1960-1965 adalah Chaerul Saleh, dan Ketua DPR-GR adalah Zainul Arifin. Di dalam MPRS dan DPR-GR inilah militer (ABRI) secara resmi diikut sertakan dalam pengambilan keputusan tentang masalah-masalah sosial-politik, walaupun sesungguhnya sebelumnya telah ada peranan militer (Angkatan Darat) di dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan negara ex perusahaan Belanda yang diambil alih.
Pada 10 Juli 1959 Sukarno
membentuk Kabinet Kerja I
yang dikuti oleh kabinet-kabinet Kerja
II, Kerja III, Kerja IV, Dwikora I, Dwikora II, Dwikora III, Ampera I, dan
Ampera II. Kabinet Ampera II berahkir beberapa waktu setelah pemberontakan
G30S-PKI . Periode 1959-1966 dikenal
sebagai periode “Demokrasi Terpimpin” atau Orde Lama. Konsep sistem
Demokrasi Terpimpin itu sendiri untuk pertama kalinya disampaikan oleh Presiden
Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 Nopember 1956.
Hal-hal tersebut diatas membuktikan bahwa Pemilu 1955 menghasilkan
suatu konstituante yang tidak mampu menyusun UUD baru sebagai pengganti undang-UUDS
1955 yang menjadi tugasnya. Pemilu 1955 ini dianggap oleh banyak kalangan
(terutama yang pro liberalisme) adalah Pemilu yang terbaik di Indonesia itu, namun sejarah
membuktikan konstituante tersebut tidak dapat menyelesaikan tugasnya, kecuali menciptakan
keadaan yang memberi kesempatan kepada Sukarno menjalankan konsep Demokrasi
Terpimpin, yang dijalankannya selama lk 6 tahun (1959 – 1965).
- Dilaksanakannya berbagai pembangunan baik dalam
rangka Pembangunan Semesta Berencana (1961-1969) atau bukan seperti : Gelora Bung Karno & Gedung
MPR/DPR, Jembatan beton Semanggi ( teknologi Sutami), Jalan Tol Jagorawi,
Monumen Nasional,dan berbagi pabrik . .
. . .
Pada tahun-tahun awal Sukarno menjalankan Demokrasi
Terpimpin terasa ada kemajuan yang cukup mengesankan antara lain ditandai oleh
:
- Dilaksanakannya berbagai
pembangunan dalam rangka Pembangunan Semesta Berencana (1961-1969) atau bukan
seperti : Jembatan Ampera di Palembang, Samudra
Beach Hotel,
Hotel Indonesia, Hotel Ambarukmo,
dan Bali Beach Hotel,
Masjid Istiqlal, Gelora Bung Karno, Gedung MPR/DPR, Jembatan beton
Semanggi (Ir.Sutami), Monumen Nasional dan berbagai pabrik seperti : pabrik Besi-baja Cilegon di Banten, pabrik Semen Tonasa
dan pabrik Kertas Gowa di Sulawesi Selatan dll baik dalam rangka Pembangunan
Semesta Berencana. (1961-1969) atau bukan.
- Modernisasi personel dan peralatan Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia
khususnya armada Angkatan Laut dan Udara.
- Kembalinya Irian Barat pada 1 Mei 1963 (direbut dari Belanda)
Sukarno tidak dapat menyelesaikan
segala rencana-nya diatas dan Sukarno tidak dapat pula melanggengkan
pemerintahannya (Sukarno ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup oleh MPRS),
karena ambisinya menjadi pemimpin dunia
baru (New Emerging Forces) dengan mengabaikan perbaikan kehidupan ekonomi
rakyat-nya dan berbagai kesalahan politik antara lain :
- Menjalankan politik Nasakom
(Nasionalisme-Agama-Komunisme) yang cenderung pro komunisme (PKI)
- Melakukan konfrontasi dengan Malaysia yang
menguras sumberdaya (dana dan tenaga),
- Membentuk poros Jakarta-Peking-Pyongyang
(menyebabkan Indonesia semakin terisolir).
Kehidupan ekonomi rakyat yang semakin
berat dan dukungan para pembantunya yang tidak memadai, ditambah terjadinya
peristiwa G30S-PKI menyebabkan Sukarno terus menerus ditekan oleh berbagai
fihak a.l melalui demonstrasi-demonstrasi pemuda/mahasiswa. Aktivis
demonstrasi-demonstrasi tersebut sering disebut sebagai Angkatan 66, tokoh-tokohnya
a.l adalah Cosmas Batubara, Abd
Gafur, Fahmi Idris, Sugeng Saryadi dan Akbar Tanjung. Sukarno terpaksa
lengser karena tekanan-tekanan yang disertai dengan demonstrasi-demonstarsi
tersebut dan digantikan oleh Jenderal Suharto.
Proses formal lengsernya Sukarno dan digantikan Suharto secara singkat dapat digambarkan sbb ; Suharto menerima Surat Perintah 11 Maret (SP-11 Maret) dari Sukarno ; kemudian Suharto membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya, membersihkan MPRS/DPR-GR dari unsur-unsur PKI dan yang terlibat G30D-PKI, menyelenggarakan Sidang Umum IV MPRS (21 Juni s/d 5 Juli 1966) dan Sidang Istimewa MPRS (7 s/d 12 Maret 1967). Dalam Sidang Istimewa MPRS tersebut mandat MPRS kepada Presiden Sukarno ditarik serta Suharto ditetapkan sebagai pejabat Presiden RI. Perlu diketahui Ketua MPRS Periode 1966-1972 adalah Jend AH Nasution.
Kemudian pada bulan Maret tahun 1968 kembali diselenggarakan
Sidang Umum MPRS 1968. Suharto diangkat oleh Sidang Umum MPRS 1968 menjadi
Presiden RI sampai terpilihnya Presiden RI hasil Pemilu. Suharto ditetapkan sebagai
Presiden RI pada tanggal 11 Maret dan dilantik 27 Maret 1968, lebih kuran 3
tahun kemudian pada 5 Juli 1971 Suharto menyelenggarakan
Pemilu 1971.
Pemilu 1971 ini adalah untuk
memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Peserta Pemilu 1971 tersebut adalah 9 Partai politik dan 1 organisasi
masyarakat (Golkar), Pemilu 1971 ini dikenal sebagai pemilu pertama pada masa
Orde Baru.
Anggota DPR hasil Pemilu 1971
ditambah dengan Utusan Golongan dan Utusan Daerah yang ditunjuk merupakan
Majelis Permusyawarat Rakyat (MPR hasil Pemilu 1971). MPR hasil Pemilu 1971 ini
dalam Sidang Umum MPR 1973 menunjuk kembali Suharto sebagai Presiden RI, pada
waktu itu Ketua MPR adalah Idham Chalid.
Secara berturut-turut Suharto
berhasil menyelenggarakan Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-pemilu
ini sering disebut “Pemilu Orde Baru” , “Pemilu Orde Baru” ini hanya dikuti
oleh 2 partai politik (PDI dan PPP) dan 1 Golongan Karya (Golkar), hal
itu di-karena-kan adanya penyederhanaan sistim kepartaian. Sidang Umum MPR (SU
MPR)1977 dengan Ketua MPR 1977-1978 Adam Malik, dan 1978-1982 Daryatmo mengangkat
kembali Suharto sebagai Presiden RI, kejadian serupa terjadi pada Sidang Umum MPR 1982 (Ketua MPR
1982-1987 Amir Mahmud), Sidang Umum MPR 1987 (Ketua MPR 1987-1992 Kharis Suhud),
Sidang Umum MPR 1992 (Ketua MPR
1992-1997 Wahono) dan , dan Sidang Umum MPR 1997 (Ketua MPR 1997-1999 Harmoko).
Suharto memegang jabatan Presiden
RI sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut lk 30 tahun, selain itu Suharto juga Panglima
Tertinggi ABRI. Telah dijelaskan dimuka pada tahun 1959 militer (ABRI) resmi
telah ikut serta dalam pengambilan keputusan tentang masalah-masalah
sosial-politik, keikut sertaan ABRI dalam masalah-masalah sosial-politik
tersebut dan peranannya sebagai kekuatan Hankam (pertahanan dan keamanan) dikenal
sebagai Dwifungsi ABRI. Di masa pemerintahan Suharto yang panjang tersebut, keberadaan dwifungsi ABRI di dalam semua aspek kehidupan di Indonesia menjadi makin menonjol.
Pada waktu Suharto berhasil menyelenggarakan Pemilu
sampai 6 kali secara berturut-turut tersebut saya telah ikut dalam Pemilu, tetapi
kiranya tidak perlu saya ceritakan apakah memilih atau tidak (bukankah Pemilu bersifat
rahasia?) Kampanye menjelang Pemilu-pemilu tersebut tidak terlalu menarik
perhatian saya, karena pada umumnya hanya berkisar janji meningkatkan
kesejahteraan rakyat, melaksanakan pembangunan nasional, dan kesetiaannya
kepada NKRI ; tidak dijelaskan bagaimana mencapainya. Saya lebih tertarik pada
”pemeriah atau penggembira” , yang saya maksud dengan ”pemeriah atau
penggembira” adalah : berbagai
pertunjukan yang dilakukan oleh para artis ; demonstrasi (arak-arakan jalan
kaki atau dengan kendaraan) di jalan-jalan dengan membawa berbagai bendera dan
poster ; serta orang-orang ternama (ilmuwan, agamawan, seniman, dan pejabat) yang
diikut sertakan dalam kampanye atau sebagai calon .
Kampanye Pemilu dengan ”pemeriah atau penggembira”
yang paling menarik terbukti dalam 6 kali pemilu tersebut memperoleh suara
terbanyak. Sebagai gambaran peserta yang memperoleh suara terbanyak diantara 10
perserta pemilu 1971 adalah Golongan Karya (Golkar) dan Nahdlatul Ulama (NU),
pada waktu itu hampir diseluruh kota besar di Indonesia penuh dengan bendera
kuning Golkar ; dan disepanjang jalan pantai utara Jawa Timur dari Bangil
sampai Banyuwangi sepanjang lebih dari 200 km penuh dengan bendera hijau NU.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang
memperoleh suara terbanyak adalah Golongan
Karya (Golkar) ; pemilu tersebut hanya diikuti oleh 3 peserta yaitu Partai Persatuan Pembangunan
(P3), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar).
- Suharto berhasil membubarkan PKI dan
Ormas-ormasnya, mencegah berlanjutnya perpecahan nasional a.l perpecahan di
tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan dikalangan
partai-partai politik, dan menormalisasikan hubungan Indonesia dengan dunia
internasional
Suharto (Panglima Kostrad) sebelum menerima SP-11
Maret telah berhasil menggagalkan kudeta yang dilakukan oleh Letkol Cakrabirawa
Untung dkk pada tanggal 1 Oktober 1965.
Berbekal dengan apa yang sering disebut sebagai
Surat Perintah 11 Maret 1966 (SP-11 Maret atau Supersemar) tersebut Suharto berhasil
;
- membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya,
- mencegah berlanjutnya perpecahan
nasional (a.l perpecahan di tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
dan dikalangan partai-partai politik) pasca G30S-PKI, dan
- menormalisasikan hubungan Indonesia
dengan dunia internasional a.l pada 28 September 1966 Republik Indonesia kembali
menjadi anggota PBB dan pada 11 Agustus 1966 konfrontasi dengan Malaysia
berakhir.
setelah itu Suharto berhasil menertibkan kembali
keadaan sosial dan ekonomi yang tidak menentu akibat G30S-PKI.
Seperti dikemukakan dimuka Suharto menjalankan
tugas Presiden RI secara resmi selama lk 30 tahun. Selama lk 30 tahun tersebut Suharto
terus menjaga keamanan dan ketertiban diseluruh wilayah Indonesia, pertumbuhan
ekonomi, dan pemerataan kesempatan kerja dan berusaha (Trilogi Pembanguan)
antara lain tampak darii kebijakan-kebijakan sbb :
- di bidang Penanaman Modal : memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada PMA maupun PMDN melakukan investasi di
Indonesia sehingga bermunculan : pabrik-pabrik, kebun dan tambang baru, bank-bank
Nasional/Internasional, hotel-hotel
bertaraf Internasional, properti berbentuk gedung-gedung mewah, pencakar
langit di berbagai kota dan lain-lain.
- di bidang Kebutuhan Dasar Rakyat : memperkuat BULOG agar dapat menjaga tersedianya kebutuhan pokok seperti beras,
gula dll, membentuk BUMN PERUMNAS untuk membangun perumahan rakyat, dan membentuk PUSKESMAs disetiap kelurahan pusat
untuk menjaga kesehatan masyarakat dll)
- di bidang Kependudukan : mengusahakan terkendalinya pertumbuhan penduduk
(menyelenggarakan program keluarga berencana sampai di desa-desa ), dan
memeratakan penyebaran penduduk a.l menggiatkan transmigrasi keluar P. Jawa seperti
transmigrasi secara bedol desa, transmigrasi swakarsa dll ).
- Melaksanakan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) a.l pembangunan jalan
dan jembatan, bendungan-bendungan, pusat-pusat tenaga listrik, melanjutkan
pembanguan jalan Trans Sumatra, membangun lapangan
terbang (Bandar Udara) baru seperti bandar udara Sukarno Hatta di Jakarta ( menggunakan teknologi Sediyatmo) dan
lain-lain.
Suharto tidak dapat mengakhiri
masa jabatannya yang terakhir, dan lengser pada tanggal 21 Mei
1998. Suharto lengser pada saat Indonesia dilanda krisis keuangan berat –
Bank kolaps. nilai tukar rupiah anjlok,
ekspor-impor macet dll – sebagai dampak krisis ekonomi di Asia tahun 1997 dan lebih-lebih
dampak dari praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam pemerintahannya.
Suharto tidak mampu mengatasi hal itu karena telah mengabaikan prinsip-prinsip
”Good Government” yaitu kekuatan perencanaan, pengendalian dan pelaksanaan
semua di satu tangan yaitu di tangan Suharto (lihat good-corporate-governance).
Tekanan dari para penentangnya.
demonstrasi-demonstrasi yang di pelopori oleh pemuda/mahasiswa, dan tantangan suasana politik di Indonesia yang
menghendaki adanya reformasi tidak dapat dijawabnya mendorong jatuhnya Suharto.
Presiden Suharto mengundurkan
diri dan menunjuk Wk Presiden Habibie sebagai penggantinya.
Dalam suasana riuh menyambut lengsernya Suharto
yang otoriter dan sentralistik dan digantikan oleh Habibie yang lebih longgar,
diselenggarakanlah Pemilihan Umum (Pemilu 1999). Pemilu ini
adalah pemilu pertama setelah lengsernya Suharto, pemilu berlangsung secara
serentak pada tanggal 7 Juni 1999 di seluruh Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD
Kabupaten/Kota) periode 1999-2004. Selain berlangsung pada masa pemerintahan
Habibie, Pemilu 1999 adalah pemilu yang untuk terakhir kalinya diikuti oleh Timor Timur, Timor Timur lepas dari Republik
Indonesia 19 Oktober 1999. Pada Pemilu 1999 semua aliran politik terwadahi –
kecuali komunisme – diikuti oleh 48 partai
politik termasuk Golkar. Dalam Pemilu 1999 sebagai lima besar pemenang Pemilu
adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan
Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
- Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga dengan masa jabatan
terpendek ( lk 1.5 tahun ), namun merupakan masa awal perubahan (reformasi) dari pemerintahan yang
sentralistik dan otoriter ke pemerintahan demokratis dan ter-desentralisasi-kan.
Habibie
adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga dengan masa jabatan terpendek (
lk 1.5 tahun ), namun merupakan masa awal
perubahan (reformasi) dari pemerintahan yang sentralistik dan otoriter
ke pemerintahan demokratis dan ter-desentralisasi-kan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilu 1999 ditambah dengan
Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang diangkat merupakan MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat), MPR ini dalam kurun waktu tahun 1999 – 2004, – Ketua MPR Amin Rais –, melakukan
sejumlah perubahan (amandemen) UUD 1945. Perubahan (amandemen) UUD 1945
tersebut telah mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia. MPR 1999 – 2004 hasil pemilu 1999 tersebut juga telah
menghasilkan dua Presiden RI yaitu
KH.Abdulrahman Wahid (20 October
1999 – 23 July 2001) dan Megawati Sukarno Putri (23 Juli 2001 – 20 Oktober
2004).
Berdasarkan UUD-RI 1945 yang telah di amandemen, maka
pada tahun 2004 diselenggarakan Pemilihan Umum Legislatip (DPR, DPD, dan DPRD)
Indonesia 2004 dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004.
- Pemilihan Umum Legislatip (DPR, DPD, dan DPRD) Indonesia 2004 dilakukan secara serentak pada tanggal 5 April 2004
untuk memilih 550 anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta
anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD
Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Hasil akhir Pemilu Legislatip
2004 menunjukan bahwa Partai Golkar mendapat suara terbanyak, sedangkan
partai baru Partai Demokrat (PD) dan
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam pemilu tersebut masing-masing
mendapat 7,45% dan 7,34% suara.
- Pemilihan
Presiden & Wakil Presiden Indonesia 2004 merupakan
pemilihan umum pertama di mana rakyat dapat memilih langsung presiden dan
wakil presiden. Pemenang Pilpres 2004 adalah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono
– Jusuf Kalla, Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran karena pada
putaran pertama tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih
dari 50% seperti yang disyaratkan. Pada putaran kedua bertanding pasangan “Yudhoyono-Jusuf
Kalla” melawan “Megawati-H.Muzadi” dimenangkan pasangan “Yudhoyono-Jusuf Kalla”.
Kiranya perlu diingat bahwa sebelum adanya
perubahan ( amandemen) UUD 1945 Presiden
(dan Wakil Presiden) dipilih oleh MPR, disamping itu MPR juga menetapkan
GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Dengan adanya amandemen UUD 1945, maka :
Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan tidak lagi bertanggung jawab kepada
MPR ; kedudukan Presiden dan MPR adalah setara ; MPR terdiri dari anggota DPR
dan anggota DPD ; MPR juga tidak lagi menetapkan GBHN.
- H. DR. Jend TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono kembali terpilih sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, hal
ini berarti pada Pilpres 2014 tidak dapat mengajukan dirinya sebagai Calon
Presiden RI
Pemilihan Umum Legislatip
(DPR, DPD, dan DPRD) Indonesia 2004 dan
Pemilihan Presiden & Wakil Presiden 2004 adalah pemilihan secara langsung
oleh rakyat, hal itu merupakan suatu perubahan yang mendasar atas Pemilu,
karena sebelumnya tidak ada pemilihan anggota DPD dan Presiden & Wakil Presiden dipilih oleh MPR. Seperti
telah dijelaskan dimuka Pemilu 2004 menghasilkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad
Jusuf Kalla.
Pada tahun 2009 kembali diselenggarakan-nya
Pemilihan Umum Legislatip (DPR, DPD, dan DPRD) Indonesia 2009 pada 9 April 2009
dan Pemilihan Presiden &
Wakil Presiden 2009 secara
langsung oleh rakyat pemilih pada 8 Juli 2009.
Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Indonesia 2009 dimenangkan pasangan Yudhoyono-Budiono, mengalahkan
pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan pasangan Muhammad Jusuf
Kalla - Wiranto. Seperti diketahui
perolehan suara pasangan Yudhoyono-Budiono adalah lebih dari 60 %. Sementara itu dalam Pemilihan Umum Legislatip
(DPR) urutan perolehan suaranya sbb : Demokrat
(20,85%); Golkar (14,45%); PDIP (14,03%);
PKS (7,88%); PAN
(6,01%); PPP (5,32%); PKB (4,94%); dan
lain-lain sisanya. H.DR.Jend TNI (Purn) Susilo
Bambang Yudhoyono kembali terpilih sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, hal ini
berarti untuk Pilpres 2014 tidak dapat mengajukan dirinya sebagai Calon
Presiden (Capres 2014). Hal ini memungkinkan adanya Calon Presiden (Capres
2014) baru untuk bersaing pada Pemilu 2014 yang akan datang.
SBY pada kampanye Pemilu 2004
Gambar
: Google Images
Seperti halnya pemilu-pemilu sebelumnya pada
Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, peserta Pemilu yang melakukan kampanye dengan disertai ”pemeriah” yang menarik-lah yang ternyata
memperoleh suara terbanyak.
Agar diperoleh gambaran yang
lebih lengkap mengenai para Presiden RI sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sampai
sekarang (Nopember 2011), saya kira ada baiknya jika diketahui pula para wakil
Presiden yang pernah mendampinginya sbb :
- Presiden Sukarno didampingi oleh Wkl
Presiden Hatta, Hatta kemudian mengundurkan diri pada 1 Desember 1956;
- Presiden Suharto selama 6 kali masa
kepresidenannya didampingi oleh 6 (enam) Wakil Presiden : berturut-turut Hamengkubuwono
IX ( 24 Maret 1973 s/d 23 Maret
1978) ; Adam Malik (23 Maret 1978
s/d 11 Maret 1983 ) ; Umar
Wirahadikusumah (11 Maret 1983 s/d 11 Maret 1988) ; Soedharmono (11 Maret 1988 s/d 11 Maret 1993) ; Try Sutrisno ( 11 Maret 1993 s/d 11 Maret 1998) ; dan BJ Habibie ( 11
Maret 1998 s/d 21 Mei 1998),
- Presiden BJ Habibie (21 Mei 1998 s/d 20
Oktober 1999) tidak didampingi oleh Wkl Presiden
- Abdurrahman Wahid didampingi oleh Wkl
Presiden Megawati Soekarnoputri (20
Oktober 1999 s/d 23 Juli 2001), dan kemudian Megawati menjadi Presiden
didampingi oleh Wkl Presiden Hamzah Haz ( 26 Juli 2001 s/d 20 Oktober 2004
)
- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi
oleh 2 Wakil Presiden yaitu : berturut-turut Muhammad Jusuf Kalla ( 20
Oktober 2004 s/d 20 Oktober 2009) dan Budiono ( 20
Oktober 2009 s/d 20 Oktober 2014)
Perlu diingat sesungguhnya ada
masa jedah dari Sukarno sebagai Presiden
Republik Indonesia yaitu :
- 19 Desember 1948 s/d 13 Juli 1949 Presiden
RI dijabat oleh Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua Pemerintah Darurat
RI di Sumatra, dan
- 27 Desember 1949 s/d 15 Agustus 1950 Presiden
RI dijabat oleh Mr. Assaat, pada waktu itu Sukarno adalah Presiden RIS (Republik
Indonesia Serikat).
Jika kita renungkan judul atau
thema tulisan ini “Dapatkah Pemilu menghasilkan Presiden Republik Indonesia
yang tepat?” ; menurut hemat saya judul atau thema tulisan ini belum dapat
dijawab pada waktu ini. Hal itu karena keberadaan negara dan bangsa Indonesia relatip
masih muda ; serta sebelumnya belum
pernah ber-demokrasi dengan tradisi pemilihan umum. Namun sudah pasti ada keterkaitan
antara Pemilu-pemilu di Indonesia dengan Presiden RI yang berkuasa pada masa pelaksanaan
pemilu tersebut atau dalam bahasa Inggris “incumbent” (Wikipedia :The incumbent, in politics, is the existing holder of a political office).
Dari uraian tersebut diatas, saya
mencoba merenungkan kembali adanya keterkaitan tersebut, disamping itu
saya juga ingin mengemukakan penilaian saya tentang cita-cita para Presiden RI
yang terkait.
- Presiden Pertama Republik Indonesia Sukarno (Bung Karno).
- Pemilu 1955 adalah pemilihan umum pertama di
Indonesia, diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan
sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis. Pada saat itu undang-undang dasar yang berlaku adalah
UUD-1955 ; kepala negara adalah Presiden
RI yaitu Sukarno, dan kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri Burhanuddin
Harahap.
- Pemilu 1955 menghasilkan konstituante yang
tidak mampu menjalankan tugasnya menyusun undang-undang dasar baru sebagai pengganti UUDS-1955.
Konstituante hasil Pemilu 1955 ini justru menghasilkan keadaan yang memberi kesempatan kepada
Bung Karno menjalankan konsep “Demokrasi Terpimpin” yang dijalankannya selama lk 6 tahun (1959 –
1965).
- Melihat berbagai tulisan, pidato, ucapan
serta kebijakan-kebijakan yang dilakukannya, maka Bung Karno adalah Presiden RI yang cita-cita perjuangannya
tentang Indonesia tampak dengan jelas. Gambaran cita-cita perjuangannya secara singkat adalah (1) memerdekakan Indonesia dengan mengusir
kolonialis Belanda dari bumi Indonesia, (2) membangun Indonesia dengan
membongkar bangunan (struktur) masyarakat “Indonesia Terjajah” untuk
dibangun kembali menjadi bangunan masyarakat “Indonesia Merdeka” berdasar
Pancasila yang bebas dari eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation de'lome par' lome) , dan menjadikan
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar bukan “bangsa tempe”, bangsa yang mampu menjadi pemimpin
dunia baru (New Emerging Forces). Cita-cita bung Karno memerdekakan
Indonesia dengan mengusir kolonialis Belanda dari bumi Indonesia telah
dilakukannya bersama para pemimpin lainnya ( termasuk pak Harto) dan
rakyat Indonesia. Bung Karno melukiskan seluruh cita-cita perjuangannya
tersebut sebagai “ Revolusi Indonesia” yaitu membongkar dan membangun.
- Presiden Kedua Republik Indonesia Suharto (pak Harto).
- Pada
5 Juli 1971 Suharto berhasil menyelenggarakan Pemilu 1971 dan
dikenal sebagai pemilu pertama pada masa Orde Baru. Majelis
Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1971 ini dalam Sidang Umum MPR pada
tahun 1973 menetapkan pak Harto sebagai Presiden RI.
- Suharto (pak Harto) sebagai Presiden RI
berhasil menyelenggarakan Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Sidang
Umum MPR hasil
Pemilu 1977 mengangkat kembali pak Harto sebagai Presiden RI. Demikian
pula SU MPR 1978, SU MPR 1983, SU MPR MPR 1988, SU MPR 1993, dan SU MPR
1998. Jika dihitung dari tahun 1968 s/d SU MPR 1998 pak Harto memegang
jabatan Presiden RI sebanyak 7 (tujuh) kali suatu masa yang panjang lebih dari 30
tahun.
- Sidang Umum MPR (SU MPR) hasil Pemilu 1977 i.e
SU MPR 1978, dan SU MPR 1983, SU
MPR MPR 1988, SU MPR 1993,serta SU MPR 1998 memberi legitimasi kepada pak
Harto untuk memerintah Indonesia sebagai Presiden RI (kecuali pada masa
kepresidennya yang terakhir. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia – kecuali Aceh, dimana kaum separatis
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bersenjata beraksi – Indonesia benar-benar berada
ditangannya (bahkan ditambah Timor Timur s/d tanun 2004).
- pak Harto adalah Presiden RI yang memegang
jabatan terpanjang lk 30 tahun. Pak
Harto telah ikut mengusir kolonialis Belanda dengan senjata dan menyatukan wilayah
NKRI dari Sabang – Merauke. pak Harto berusaha membangun NKRI menjadi
negara modern yang rakyatnya dan tertib, berkecukupan (minimal cukup sandang,
pangan dan papan), serta memiliki kesempatan kerja dan berusaha yang
memadai. Hal itu tampak dari apa yang disebutnya “Trilogi Pembangunan” (keamanan
– pertumbuhan – pemerataan). Namun tidak tampak usaha pak Harto membangun masyarakat Indonesia menjadi bebas dari eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation de'lome par' lome), dan membangun Indonesia menjadi pemimpin
dunia baru (New Emerging Forces). Pak Harto cenderung membangun masyarakat
Indonesia menjadi masyarakat a’la kerajaan Mataram.
- Presiden Ketiga Republik Indonesia Habibie.
- Pemilu 1999 berlangsung pada masa
pemerintahan Habibie dan merupakan pemilu pertama setelah lengsernya
Suharto. Pada Pemilu 1999 ini semua aliran politik terwadahi – kecuali
komunisme – dan diikuti oleh 48
partai politik termasuk Golkar yang telah berubah menjadi Partai Golkar.
- MPR 1999 – 2004 adalah adalah hasil Pemilu
1999 yang berlangsung pada masa pemerintahannya. Pada SU MPR tahun 1999
Habibie tidak mencalonkan diri sebagai Presiden, karena tidak didukung
secara penuh oleh partainya (Golkar). Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden dalam Sidang Umum MPR 1999 tersebut ternyata memilih KH. Abdurrahman Wahid dan Megawati
Sukarno Putri sebagai Presiden RI
dan Wakil Presiden RI (20 Oktober 1999 s/d 23 Juli 2001). Namun lk 2 tahun kemudian MPR tersebut menurunkan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) serta mengangkat Megawati Sukarno Putri menjadi Presiden didampingi oleh Wkl
Presiden Hamzah Haz ( 26 Juli 2001 s/d 20 Oktober 2004).
- Habibie memegang jabatan Presiden RI dalam
jangka waktu yang sangat singkat lk 1.5 tahun, namun merupakan masa
awal perubahan (reformasi) dari
pemerintahan yang sentralistik dan
otoriter ke
pemerintahan demokratis dan
ter-desentralisasi-kan. Habibie belum ikut serta dalam mengusir
kolonialis Belanda dari bumi Indonesia, namun seperti halnya bung Karno
dan pak Harto menghendaki Indonesia menjadi negara yang modern dan maju khususnya
di bidang ilmu & teknologi. Habibie seperti pak Harto tidak terlihat ingin membongkar bangunan
masyarakat Indonesia.
- Presiden Keempat Republik Indonesia KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
- MPR 1999 – 2004 telah menetapkan Gus Dur dan Megawati Sukarno Putri sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden
RI. Namun lk 2 tahun kemudian Gus Dur diturunkannya dengan alasan yang
kurang jelas dan di cari-cari, dan mengangkat Wakil Presiden Megawati
menjadi Presiden RI sebagai gantinya. Tidak diragukan bahwa Gus Dur seperti
juga presiden-presiden RI sebelumnya bercita-cita terwujudnya Indonesia Merdeka
yang maju. Gus Dur belum ikut serta mengusir kolonialis Belanda dari bumi
Indonesia.
- Terlihat dari tulisan-tulisannya, humornya
dan berbagai tindakannya, Gus Dur adalah seorang demokrat yang sangat
menjunjung tinggi kemanusiaan dan keragaman. Gus Dur terlihat menginginkan
adanya perubahan bangunan masyarakat Indonesia.
- Presiden Kelima Republik Indonesia Megawati Sukarno Putri (mBak Mega)
- Pemilu 2004 ini berdasar UUD-RI 1945 yang
telah di amandemen, diselenggarakan pada masa pemerintahan mBak Mega . Pemilu
ini dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono - Jusuf Kalla mengalahkan pasangan mBak Mega - Hasyim Musadi melalui
2 kali putaran pemilihan. Pemilu ini adalah Pemilihan Umum (Pemilu)
pertama dimana pasangan Presiden – Wkl Presiden dipilih langsung oleh
rakyat pemilih.
- mBak Mega adalah putri bung Karno dan
Presiden RI wanita yang pertama, seperti halnya pak Harto dan Habibie menghendaki
Indonesia modern dan maju disegala bidang. Namun dari tindakan dan
ucapannya mBak Mega juga tidak tampak ingin melakukan perubahan bangunan masyarakat
Indonesia.
- Presiden Keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
- Pada Pemilu 2004 ini SBY untuk pertama
kalinya terpilih sebagai Presiden RI. SBY (pasangan Susilo Bambang
Yudhoyono - Jusuf Kalla) selama 5 tahun memerintah tampak berusaha keras
menjaga keamanan dan ketertiban a.l menangani kerusuhan Poso (Sulawesi),
Ambon ( Maluku) ; menyelesaikan perlawanan separatis GAM (Aceh) ; menangani
pemberantasan terorisme ; menangani pemberantasan korupsi, menstabilkan ekonomi dan
melanjutkan pembangunan.
- Pemilu 2009 diselenggarakan pada masa
pemerintahan SBY - Jusuf Kalla, pemilu ini dimenangkan pasangan SBY-Budiono. Pasangan SBY-Budiono tersebut didukung oleh Partai
Demokrat dkk mengalahkan pasangan Megawati Soekarno Putri - Prabowo Subianto (PDI-P, Gerindra). dan
pasangan Muhammad Jusuf Kalla – Wiranto (Golkar, Hanura). Seperti diketahui perolehan suara
pasangan Yudhoyono-Budiono sangat mengesankan yaitu lebih dari 60 %,
namun perolehan kursi Partai Demokrat di DPR hanya sedikit lebih dari 20
% . Seperti diketahui SBY adalah Jenderal TNI seperti pak Harto. Namun sebagai pemimpin SBY terkenal sangat hati-hati dan
lambat. Dari tindakan-nya dan juga lagu-lagu ciptaannya, SBY adalah
seorang demokrat yang ingin membangun negara dan bangsa Indonesia menjadi
maju dan modern secara bersama. SBY juga belum ikut serta mengusir
kolonialis Belanda dengan senjata, dan SBY tidak tampak ingin membongkar
bangunan masyarakat Indonesia.
Dari uraian diatas tampak
bahwa Bung Karno tidak terkait langsung dengan penyelenggaraan Pemilu 1955,
pada saat itu kepala pemerintahan adalah Perdana Menterii Burhanuddin Harahap. Bung Karno tampak bersikap mengabaikan hasil Pemilu 1955 tersebut. Sedangkan Gus
Dur tidak terkait dengan penyelenggara Pemilu 1999, bahkan Gus Dur diturunkan
oleh MPR hasil Pemilu 1999 tersebut
Pak Harto tampak terkait
langsung dengan penyelenggaraan Pemilu 1971 ; 1977 ; 1982 ; 1987 ; 1992 ; dan
Pemilu 1997. Pada saat pemilu-pemilu tersebut berlangsung pak Harto adalah
kepala pemerintahan (Presiden RI). Perlu pula dicatat bahwa kepresidenan pak
Harto terakhir berakhir ditengah jalan, 21 Mei 1998 Pak Harto
mengundurkan sebelum masa jabatannya berakhir. Pak Harto
menyerahkan jabatan Presidenan RI kepada Wakil Presiden Habibie.
Habibie terkait langsung
dengan Pemilu 1999 dan mBak Mega terkait langsung dengan Pemilu 2004. Namun Pemilu
1999 tidak diikuti dengan terpilihnya kembali Habibie sebagai Presiden RI 1999
– 2004, demikian juga Pemilu 2004 tidak diikuti
dengan mBak Mega terpilih kembali sebagai Presiden RI 2004 – 2009.
Sementara itu SBY tidak
terkait langsung dengan Pemilu 1999, meskipun tidak terkait langsung tetapi SBY
dapat terpilih sebagai Presiden RI 1999 – 2004. Pada Pemilu 2004 SBY terkait
langsung, karena pada masa itu SBY adalah kepala pemerintahan ( Presiden RI).
SBY terpilih sebagai Presiden RI 2004 – 2009.
Terpilihnya
Pak Harto pada Pemilu 1971 ; 1977 ; 1982 ; 1987 ; 1992 ; dan 1997 (6 kali
terpilih) dan terpilihnya SBY pada Pemilu 2004 sebagai Presiden RI menunjukkan ada
kesamaan yaitu : pemenang Pemilu terkait langsung dengan Presiden RI yang sedang
menjabat (incumbent). SBY sebagai incumbent 1 kali memenangkan Pemilu (terpilih
sebagai Presiden), dan Pak Harto 6 kali
berturut-turut. Hal itu membuktikan adanya
korelasi antara pemenang pemilu dani
penyelenggara pemilu. Jika korelasi
tersebut signifikan akan berakibat buruk bagi pemilu Indonesia. Pembatasan bahwa
seseorang hanya boleh dua kali berturut-turut menjabat sebagai Presiden RI
adalah salah satu cara mencegah akibat buruk tersebut. Jika pembatasan tersebut
tidak ada, maka bukan tidak mungkin SBY akan seperti Pak Harto menjadi Presiden
RI lebih dari dua kali.
Saya kira patut pula
dikemukakan disini bahwa Presiden RI dari Bung Karno s/d SBY semuanya menghendaki
terwujudnya “Indonesia Merdeka” lepas dari cengkeraman kolonialis Belanda, dan menjadi “Indonesia
Merdeka” yang adil, makmur, maju dan modern. Namun tampak bahwa Bung Karno,
mungkin juga Gus Dur menghendaki pula masyarakat “Indonesia
Merdeka” tersebut bebas dari eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation
de'lome par'
lome).
Jika seluruh rakyat Indonesia dimasa-masa yang
akan datang mendapat kebebasan mengawasi dan mengikuti pelaksanaan pemilu-pemilu,
maka pemilu-pemilu di Indonesia yang akan datang pasti bertambah baik dan sempurna serta
dapat menghasilkan Presiden RI yang tepat untuk seluruh bangsa Indonesia. Semoga
renungan ini bermanfaat !
*
Democracy is a form of government that substitutes election by incompetent
many for appointment by the corrupt few (George
Bernard Shaw)
*