Jumat, 05 Agustus 2016

TAX AMNESTY

Ngunandiko.106




TAX AMNESTY

(Pengampunan Pajak)

Seperti biasa beberapa waktu yang lalu saya menerima SMS dari  cucu saya, dia menanyakan tentang Tax Amnesty (Pengampunan Pajak).

·             Cucu :  Kabarnya hasil Tax Amnesty  dapat meningkatkan uang masuk ke Negara Ki , bukankah itu kontradiksi ? Pajak diampuni tapi uang ke Negara bertambah ?


·                     Aki                    :  Wah wah . . . . . . sesungguhnya saya juga tidak tau persis apa itu Tax Amnesty (Pengampunan Pajak). Tapi analoginya lebih kurang sbb ; kau kecurian uang tetapi kau tidak mampu menangkap  dan mengambil kembali uang dari pencuri itu. Lalu kau bilang ke si pencuri itu (sambil berteriak kesana kemari) bahwa kau tidak akan melaporkannya ke polisi asalkan uang yang di curi-nya itu sebagian dikembalikan-nya. Bahkan kau juga berjanji tidak akan memperkarakan lagi si pencuri itu..


·                     Cucu                  : Begitu tho Ki ?


·                     Aki                    :  Ya ya . . . . .lebih kurang begitu. Dan semoga si pencuri itu “PENCURI BUDIMAN” seperti dalam dongeng-dongeng..


·                     Cucu                  : Jadi keputusan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), itu benar atau tidak Ki ?


·                     Aki                    : Keputusan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), itu  saya kira tidak  salah juga ; DPR kan juga sudah setuju  . . . . . hehehe.


·                     Cucu                  : Semoga si pencuri itu “PENCURI BUDIMAN” ya Ki ?

*
A democracy cannot exist as a permanent form of government. It can only exist until the people discover they can vote themselves largess out of the public treasury. From that moment on, the majority always votes for the canidate promising the most benefits from the public treasury, with the result that democracy always collapses over a loose fiscal policy--to be followed by a dictatorship

 (Alexander_Fraser_Tytler) 


*