Kamis, 01 Desember 2011

PEMILU

Ngunandiko.20


Dapatkah Pemilu menghasilkan
Presiden
Republik Indonesia
yang tepat?

    • Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum (Pemilu) untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka (Wikipedia).

Mukadimah UUD 1945 menyatakan antara lain bahwa susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat berdasar kepada  kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Hal itu berarti bahwa sejak diproklamasikannya pada tanggal 17 Agustus 1945 negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Sepanjang pengetahuan saya rakyat dan pemerintah Republik Indonesia selain senantiasa berusaha menjaga tetap tegaknya negara yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, juga  sejauh mungkin menjalankan kaidah-kaidah demokrasi. Hal itui tampak antara lain dari adanya surat-surat kabar bebas, partai-partai politik, dan senantiasa menyelenggarakan pemilihan umum (Pemilu) sebagai sarana rakyat menyampaikan pendapatnya.


Bung Karno memasukkan suara (Pemilu 1955)
Gambar : Google Images

Pemilihan Umum (Pemilu) pertama di Indonesia diselenggarakan pada tahun 1955,  waktu itu saya tidak ikut memilih (nyoblos). Pemilu 1955 diikuti oleh banyak partai dan perorangan, namun di kampung saya di Jogya bagian utara hanya PKI (Partai Komunis Indonesia) dan PNI (Partai Nasional Indonesia) yang mengadakan kampanye secara terbuka disuatu tanah yang lapang di kampung. Di sekitar  itu sesungguhnya ada penduduk muslim yang bersimpati pada partai-partai Islam seperti Masyumi, Nadhatul Ulama, PSII dan ada juga penduduk nasrani yang bersimpati pada partai Katolik ataupun Parkindo, namun partai-partai tersebut di kampung saya tidak berkampanye secara terbuka di lapangan.
Pada saat kampanye di kampung saya, yang menjadi juru kampanye dari PNI kalau tidak salah bernama Sudibyo dan dari PKI bernama Sudjojono. Sudibyo seorang guru yang tidak terkenal, sedang Sudjojono adalah seorang pelukis yang  sudah sangat terkenal. Tidak banyak yang saya ingat dari kampanye tersebut, dari PNI masih saya ingat secara samar-samar di terangkannya istilah nasional-demokrasi dan sosio-demokrasi, sedang Sudjojono menerangkan istilah proletar dan seniman harus ikut aktip membela rakyat proletar.
Setelah membuka kembali  catatan, saya mengetahui bahwa Pemilu  1955 itu adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Konstituante. Pemilu  1955 tersebut diselenggarakan pada masa Republik Indonesia menggunakan UUDS 1955 (Undang-undang Dasar Sementara 1955). Pemilu 1955  ini berlangsung  pada masa pemerintahan PM Burhanuddin Harahap (masa demokrasi Parlementer) dan diselenggarakan dalam dua tahap yaitu tahap pertama diselenggarakan 29 September 1955 untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diikuti oleh 29 partai politik dan perseorangan ; tahap kedua diselenggarakan 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Konstituante. 
Konstituante hasil Pemilu 1955 tersebut bertugas menyusun UUD menggantikan UUDS-1955. Sidang konstituante dibuka oleh Presiden Sukarno (Bung Karno) pada tanggal 10 Nopember 1956 dihadiri oleh lebih dari 500 anggota ; dari partai-partai PNI, Masjumi, NU, PKI, PSII, dan lain-lain. Dalam menjalankan tugas-nya konstituuante mengalami kesulitan karena adanya perbedaan faham yang tajam di antara anggotanya, perbedaan faham yang tajam tersebut tidak berhasil di kompromikan. Saya pada waktu itu tidak tahu apa yang menyebabkan perbedaan yang tidak berhasil di kompromikan itu, belakangan saya tahu perbedaan tersebut menyangkut dasar negara yang dalam garis bersarnya satu fihak menghendaki Islam dan fihak lain Pancasila.
Tentang sidang konstituante tersebut Prof Priyono pernah bercerita : dalam sidang-sidang konstituante Partai Murba (sdr Sudiyono Djojoprajitno) mengusulkan digunakannya kembali UUD 1945 dan tidak perlu membuat undang-undang dasar baru, tetapi malah diejek sebagai Partai yang ketinggalan jaman (kalau naik podium disoraki). Konstituante yang tidak kunjung menghasikan keputusan –  suara-suara  di luar konstituante seperti tokoh-tokoh yang aktip dalam proklamasi 17 Agustus 1945 a.l Sukarni dan sejumlah perwira militer menghendaki diberlakukannya UUD 1945 – menyebabkan Sukarno mengajukan usul ke konstituante agar memutuskan kembali ke UUD 1945. Menanggapi usul Sukarno tersebut konstituante mengelar sidang dan melakukan pemungutan suara (voting). Dalam voting tersebut jumlah yang setuju “kembali ke UUD 1945” lebih banyak, 269 setuju dan 119 menolak ; namun yang setuju tersebut tidak mencapai jumlah seperti yang disyaratkan (jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950). 

Seperti diketahui setelah itu, yaitu pada 5 Juli 1959 Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden membubarkan konstituante dan menyatakan kembali ke UUD 1945. Berdasarkan dekrit tersebut Presiden Sukarno pada tanggal 4 Juni 1960 membubarkan DPR hasil Pemilu 1955, dan kemudian membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat-Gotong Royong) dan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) yang semua anggotanya diangkat oleh Presiden. Ketua MPRS Periode 1960-1965 adalah Chaerul Saleh, dan Ketua DPR-GR adalah Zainul Arifin. Di dalam MPRS dan DPR-GR inilah militer (ABRI) secara resmi diikut sertakan dalam pengambilan keputusan tentang masalah-masalah sosial-politik, walaupun sesungguhnya sebelumnya telah ada peranan militer (Angkatan Darat) di dalam pengelolaan perusahaan-perusahaan negara ex perusahaan Belanda yang diambil alih.

Pada 10 Juli 1959 Sukarno membentuk Kabinet Kerja I yang  dikuti oleh kabinet-kabinet Kerja II, Kerja III, Kerja IV, Dwikora I, Dwikora II, Dwikora III, Ampera I, dan Ampera II. Kabinet Ampera II berahkir beberapa waktu setelah pemberontakan G30S-PKI . Periode 1959-1966 dikenal sebagai periode “Demokrasi Terpimpin” atau Orde Lama. Konsep sistem Demokrasi Terpimpin itu sendiri untuk pertama kalinya disampaikan oleh Presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 Nopember 1956.
Hal-hal tersebut diatas membuktikan bahwa Pemilu 1955 menghasilkan suatu konstituante yang tidak mampu menyusun UUD baru sebagai pengganti undang-UUDS 1955 yang menjadi tugasnya. Pemilu 1955 ini dianggap oleh banyak kalangan (terutama yang pro liberalisme) adalah Pemilu yang terbaik di Indonesia itu, namun sejarah membuktikan konstituante tersebut tidak dapat menyelesaikan tugasnya, kecuali menciptakan keadaan yang memberi kesempatan kepada Sukarno menjalankan konsep Demokrasi Terpimpin, yang dijalankannya selama lk 6 tahun (1959 – 1965).

    • Dilaksanakannya berbagai pembangunan baik dalam rangka Pembangunan Semesta Berencana  (1961-1969) atau bukan seperti : Gelora Bung Karno & Gedung MPR/DPR, Jembatan beton Semanggi ( teknologi Sutami), Jalan Tol Jagorawi, Monumen Nasional,dan  berbagi pabrik . . . . .
Pada tahun-tahun awal Sukarno menjalankan Demokrasi Terpimpin terasa ada kemajuan yang cukup mengesankan antara lain ditandai oleh :

  • Dilaksanakannya berbagai pembangunan dalam rangka  Pembangunan Semesta Berencana (1961-1969) atau bukan seperti :  Jembatan Ampera di Palembang, Samudra Beach Hotel,  Hotel Indonesia, Hotel Ambarukmo, dan  Bali Beach Hotel, Masjid Istiqlal, Gelora Bung Karno, Gedung MPR/DPR, Jembatan beton Semanggi (Ir.Sutami), Monumen Nasional dan berbagai pabrik seperti :  pabrik Besi-baja  Cilegon di Banten, pabrik Semen Tonasa dan pabrik Kertas Gowa di Sulawesi Selatan dll baik dalam rangka Pembangunan Semesta Berencana. (1961-1969) atau bukan.
  • Modernisasi personel dan peralatan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia khususnya armada Angkatan Laut dan Udara.
  • Kembalinya Irian Barat pada 1 Mei 1963 (direbut dari Belanda)
Sukarno tidak dapat menyelesaikan segala rencana-nya diatas dan Sukarno tidak dapat pula melanggengkan pemerintahannya (Sukarno ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup oleh MPRS), karena ambisinya menjadi pemimpin dunia baru (New Emerging Forces) dengan mengabaikan perbaikan kehidupan ekonomi rakyat-nya dan berbagai kesalahan politik antara  lain :


  • Menjalankan politik Nasakom (Nasionalisme-Agama-Komunisme) yang cenderung pro komunisme (PKI)
  • Melakukan konfrontasi dengan Malaysia yang menguras sumberdaya (dana dan tenaga),
  • Membentuk poros Jakarta-Peking-Pyongyang (menyebabkan Indonesia semakin terisolir).


Kehidupan ekonomi rakyat yang semakin berat dan dukungan para pembantunya yang tidak memadai, ditambah terjadinya peristiwa G30S-PKI menyebabkan Sukarno terus menerus ditekan oleh berbagai fihak a.l melalui demonstrasi-demonstrasi pemuda/mahasiswa. Aktivis demonstrasi-demonstrasi tersebut sering disebut sebagai Angkatan 66, tokoh-tokohnya a.l adalah Cosmas Batubara, Abd Gafur, Fahmi Idris, Sugeng Saryadi dan Akbar Tanjung. Sukarno terpaksa lengser karena tekanan-tekanan yang disertai dengan demonstrasi-demonstarsi tersebut dan digantikan oleh Jenderal Suharto. 

Proses formal lengsernya Sukarno dan digantikan Suharto secara singkat dapat digambarkan sbb ; Suharto menerima Surat Perintah 11 Maret (SP-11 Maret) dari Sukarno ; kemudian Suharto membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya, membersihkan MPRS/DPR-GR dari unsur-unsur PKI dan yang terlibat G30D-PKI, menyelenggarakan Sidang Umum IV MPRS (21 Juni s/d 5 Juli 1966) dan Sidang Istimewa MPRS (7 s/d 12 Maret 1967). Dalam Sidang Istimewa MPRS tersebut mandat MPRS kepada Presiden Sukarno ditarik serta Suharto ditetapkan sebagai pejabat Presiden RI. Perlu diketahui Ketua MPRS Periode 1966-1972 adalah Jend AH Nasution.
Kemudian pada  bulan Maret tahun 1968 kembali diselenggarakan Sidang Umum MPRS 1968. Suharto diangkat oleh Sidang Umum MPRS 1968 menjadi Presiden RI sampai terpilihnya Presiden RI hasil Pemilu. Suharto ditetapkan sebagai Presiden RI pada tanggal 11 Maret dan dilantik 27 Maret 1968, lebih kuran 3 tahun kemudian pada  5 Juli 1971 Suharto menyelenggarakan Pemilu 1971.
Pemilu 1971 ini adalah untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Peserta Pemilu 1971 tersebut adalah       9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat (Golkar), Pemilu 1971 ini dikenal sebagai pemilu pertama pada masa Orde Baru.
Anggota DPR hasil Pemilu 1971 ditambah dengan Utusan Golongan dan Utusan Daerah yang ditunjuk merupakan Majelis Permusyawarat Rakyat (MPR hasil Pemilu 1971). MPR hasil Pemilu 1971 ini dalam Sidang Umum MPR 1973 menunjuk kembali Suharto sebagai Presiden RI, pada waktu itu Ketua MPR adalah Idham Chalid.
Secara berturut-turut Suharto berhasil menyelenggarakan Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-pemilu ini sering disebut “Pemilu Orde Baru” , “Pemilu Orde Baru” ini hanya dikuti oleh  2 partai politik  (PDI dan PPP) dan 1 Golongan Karya (Golkar), hal itu di-karena-kan adanya penyederhanaan sistim kepartaian. Sidang Umum MPR (SU MPR)1977 dengan Ketua MPR 1977-1978 Adam Malik, dan 1978-1982 Daryatmo mengangkat kembali Suharto sebagai Presiden RI, kejadian serupa  terjadi pada Sidang Umum MPR 1982 (Ketua MPR 1982-1987 Amir Mahmud), Sidang Umum MPR 1987 (Ketua MPR 1987-1992 Kharis Suhud),  Sidang Umum MPR 1992 (Ketua MPR 1992-1997 Wahono) dan , dan Sidang Umum MPR 1997 (Ketua MPR 1997-1999 Harmoko).

Suharto memegang jabatan Presiden RI sebanyak 6 (enam) kali berturut-turut  lk 30 tahun, selain itu Suharto juga Panglima Tertinggi ABRI. Telah dijelaskan dimuka pada tahun 1959 militer (ABRI) resmi telah ikut serta dalam pengambilan keputusan tentang masalah-masalah sosial-politik, keikut sertaan  ABRI dalam masalah-masalah sosial-politik tersebut dan peranannya sebagai kekuatan Hankam (pertahanan dan keamanan) dikenal sebagai Dwifungsi ABRI. Di masa pemerintahan Suharto yang panjang tersebut, keberadaan dwifungsi ABRI di dalam semua aspek kehidupan di Indonesia menjadi  makin menonjol.
Pada waktu Suharto berhasil menyelenggarakan Pemilu sampai 6 kali secara berturut-turut tersebut saya telah ikut dalam Pemilu, tetapi kiranya tidak perlu saya ceritakan apakah  memilih atau tidak (bukankah Pemilu bersifat rahasia?) Kampanye menjelang Pemilu-pemilu tersebut tidak terlalu menarik perhatian saya, karena pada umumnya hanya berkisar janji meningkatkan kesejahteraan rakyat, melaksanakan pembangunan nasional, dan kesetiaannya kepada NKRI ; tidak dijelaskan bagaimana mencapainya. Saya lebih tertarik pada ”pemeriah atau penggembira” , yang saya maksud dengan ”pemeriah atau penggembira”  adalah : berbagai pertunjukan yang dilakukan oleh para artis ; demonstrasi (arak-arakan jalan kaki atau dengan kendaraan) di jalan-jalan dengan membawa berbagai bendera dan poster ; serta orang-orang ternama (ilmuwan, agamawan, seniman, dan pejabat) yang diikut sertakan dalam kampanye atau sebagai calon . 
Kampanye Pemilu dengan ”pemeriah atau penggembira” yang paling menarik terbukti dalam 6 kali pemilu tersebut memperoleh suara terbanyak. Sebagai gambaran peserta yang memperoleh suara terbanyak diantara 10 perserta pemilu 1971 adalah Golongan Karya (Golkar) dan Nahdlatul Ulama (NU), pada waktu itu hampir diseluruh kota besar di Indonesia penuh dengan bendera kuning Golkar ; dan disepanjang jalan pantai utara Jawa Timur dari Bangil sampai Banyuwangi sepanjang lebih dari 200 km penuh dengan bendera hijau NU.
Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 yang memperoleh suara terbanyak adalah  Golongan Karya (Golkar) ; pemilu tersebut hanya diikuti oleh  3 peserta yaitu Partai Persatuan Pembangunan (P3), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar).
    • Suharto berhasil membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya, mencegah berlanjutnya perpecahan nasional a.l perpecahan di tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan dikalangan partai-partai politik, dan menormalisasikan hubungan Indonesia dengan dunia internasional
Suharto (Panglima Kostrad) sebelum menerima SP-11 Maret telah berhasil menggagalkan kudeta yang dilakukan oleh Letkol Cakrabirawa Untung dkk pada tanggal 1 Oktober 1965.
Berbekal dengan apa yang sering disebut sebagai Surat Perintah 11 Maret 1966 (SP-11 Maret atau Supersemar) tersebut Suharto berhasil ;

  •  membubarkan PKI dan Ormas-ormasnya,
  • mencegah berlanjutnya perpecahan nasional (a.l perpecahan di tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan dikalangan partai-partai politik) pasca G30S-PKI, dan 
  • menormalisasikan hubungan Indonesia dengan dunia internasional a.l pada 28 September 1966 Republik Indonesia kembali menjadi anggota PBB dan pada 11 Agustus 1966 konfrontasi dengan Malaysia berakhir.
setelah itu Suharto berhasil menertibkan kembali keadaan sosial dan ekonomi yang tidak menentu akibat G30S-PKI.
Seperti dikemukakan dimuka Suharto menjalankan tugas Presiden RI secara resmi selama lk 30 tahun. Selama lk 30 tahun tersebut Suharto terus menjaga keamanan dan ketertiban diseluruh wilayah Indonesia, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan kesempatan kerja dan berusaha (Trilogi Pembanguan) antara lain tampak darii kebijakan-kebijakan sbb :


  • di bidang Penanaman Modal : memberi kesempatan seluas-luasnya kepada PMA maupun PMDN melakukan investasi di Indonesia sehingga bermunculan : pabrik-pabrik, kebun dan tambang baru, bank-bank Nasional/Internasional,  hotel-hotel bertaraf Internasional, properti berbentuk gedung-gedung mewah, pencakar langit di berbagai  kota  dan   lain-lain.
  • di bidang Kebutuhan Dasar Rakyat : memperkuat BULOG agar dapat menjaga tersedianya kebutuhan pokok seperti beras,  gula dll, membentuk BUMN PERUMNAS untuk membangun perumahan rakyat, dan membentuk PUSKESMAs disetiap kelurahan pusat untuk menjaga kesehatan masyarakat dll)
  • di bidang Kependudukan : mengusahakan terkendalinya pertumbuhan penduduk (menyelenggarakan program keluarga berencana sampai di desa-desa ), dan memeratakan penyebaran penduduk a.l menggiatkan transmigrasi keluar P. Jawa seperti transmigrasi secara bedol desa, transmigrasi swakarsa dll ).
  • Melaksanakan Pembangunan Lima Tahun (Pelita) a.l pembangunan jalan dan jembatan, bendungan-bendungan, pusat-pusat tenaga listrik, melanjutkan  pembanguan jalan Trans Sumatra, membangun lapangan terbang (Bandar Udara) baru seperti bandar udara Sukarno Hatta di Jakarta ( menggunakan teknologi Sediyatmo) dan lain-lain.

Suharto tidak dapat mengakhiri masa jabatannya yang terakhir, dan lengser pada tanggal 21 Mei 1998. Suharto lengser pada saat Indonesia dilanda krisis keuangan berat –  Bank kolaps. nilai tukar rupiah anjlok, ekspor-impor macet dll – sebagai dampak krisis ekonomi di Asia tahun 1997 dan lebih-lebih dampak dari praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) dalam pemerintahannya. Suharto tidak mampu mengatasi hal itu karena telah mengabaikan prinsip-prinsip ”Good Government” yaitu kekuatan perencanaan, pengendalian dan pelaksanaan semua di satu tangan yaitu di tangan Suharto (lihat good-corporate-governance).
Tekanan dari para penentangnya. demonstrasi-demonstrasi yang di pelopori oleh pemuda/mahasiswa,  dan tantangan suasana politik di Indonesia yang menghendaki adanya reformasi tidak dapat dijawabnya mendorong jatuhnya Suharto.
Presiden Suharto mengundurkan diri dan menunjuk Wk Presiden Habibie sebagai penggantinya.
Dalam suasana riuh menyambut lengsernya Suharto yang otoriter dan sentralistik dan digantikan oleh Habibie yang lebih longgar, diselenggarakanlah Pemilihan Umum (Pemilu 1999). Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah lengsernya Suharto, pemilu berlangsung secara serentak pada tanggal 7 Juni 1999 di seluruh Indonesia untuk  memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) periode 1999-2004. Selain berlangsung pada masa pemerintahan Habibie, Pemilu 1999 adalah pemilu yang untuk terakhir kalinya diikuti oleh  Timor Timur, Timor Timur lepas dari Republik Indonesia 19 Oktober 1999. Pada Pemilu 1999 semua aliran politik terwadahi – kecuali komunisme –  diikuti oleh 48 partai politik termasuk Golkar. Dalam Pemilu 1999 sebagai lima besar pemenang Pemilu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. 
    • Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga dengan masa jabatan terpendek ( lk 1.5 tahun ), namun merupakan masa awal  perubahan (reformasi) dari pemerintahan yang sentralistik dan otoriter ke pemerintahan demokratis dan ter-desentralisasi-kan.
Habibie adalah Presiden Republik Indonesia yang ketiga dengan masa jabatan terpendek ( lk 1.5 tahun ), namun merupakan masa awal  perubahan (reformasi) dari pemerintahan yang sentralistik dan otoriter ke pemerintahan demokratis dan ter-desentralisasi-kan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil Pemilu 1999 ditambah dengan Utusan Daerah dan Utusan Golongan yang diangkat merupakan MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), MPR ini dalam kurun waktu tahun    1999 – 2004, – Ketua MPR Amin Rais –,  melakukan sejumlah perubahan (amandemen) UUD 1945. Perubahan (amandemen) UUD 1945 tersebut telah mengubah susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. MPR 1999 – 2004 hasil pemilu 1999 tersebut juga telah menghasilkan dua Presiden RI  yaitu KH.Abdulrahman Wahid   (20 October 1999 – 23 July 2001) dan Megawati Sukarno Putri (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004).
Berdasarkan UUD-RI 1945 yang telah di amandemen, maka pada tahun 2004 diselenggarakan Pemilihan Umum Legislatip (DPR, DPD, dan DPRD) Indonesia 2004 dan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004.

  • Pemilihan Umum Legislatip (DPR, DPD, dan DPRD) Indonesia 2004 dilakukan  secara serentak pada tanggal 5 April 2004 untuk memilih 550 anggota  Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), 128 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode 2004-2009. Hasil akhir Pemilu Legislatip 2004 menunjukan bahwa Partai Golkar mendapat suara terbanyak, sedangkan partai baru  Partai Demokrat (PD) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam pemilu tersebut masing-masing mendapat 7,45% dan 7,34% suara.
  • Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Indonesia 2004 merupakan pemilihan umum pertama di mana rakyat dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden. Pemenang Pilpres 2004 adalah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono – Jusuf Kalla, Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran karena pada putaran pertama tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50% seperti yang disyaratkan. Pada putaran kedua bertanding pasangan “Yudhoyono-Jusuf Kalla” melawan “Megawati-H.Muzadi” dimenangkan pasangan “Yudhoyono-Jusuf Kalla”.

Kiranya perlu diingat bahwa sebelum adanya perubahan ( amandemen) UUD 1945  Presiden (dan Wakil Presiden) dipilih oleh MPR, disamping itu MPR juga  menetapkan GBHN (Garis-garis Besar Haluan Negara). Dengan adanya amandemen UUD 1945, maka : Presiden dipilih langsung oleh rakyat dan tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR ; kedudukan Presiden dan MPR adalah setara ; MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota DPD ; MPR juga tidak lagi menetapkan GBHN.
  • H. DR. Jend TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono kembali terpilih  sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, hal ini berarti pada Pilpres 2014 tidak dapat mengajukan dirinya sebagai Calon Presiden RI
Pemilihan Umum Legislatip (DPR, DPD, dan DPRD) Indonesia 2004 dan Pemilihan Presiden & Wakil Presiden 2004 adalah pemilihan secara langsung oleh rakyat, hal itu merupakan suatu perubahan yang mendasar atas Pemilu, karena sebelumnya tidak ada pemilihan anggota DPD dan Presiden & Wakil Presiden dipilih oleh MPR. Seperti telah dijelaskan dimuka Pemilu 2004 menghasilkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.
Pada tahun 2009 kembali diselenggarakan-nya  Pemilihan Umum Legislatip    (DPR, DPD, dan DPRD) Indonesia 2009 pada  9 April  2009  dan Pemilihan Presiden & Wakil Presiden 2009 secara langsung oleh rakyat pemilih pada 8 Juli 2009.
Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Indonesia 2009 dimenangkan pasangan Yudhoyono-Budiono, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan pasangan Muhammad Jusuf Kalla - Wiranto.  Seperti diketahui perolehan suara pasangan Yudhoyono-Budiono adalah lebih dari 60 %. Sementara itu dalam Pemilihan Umum Legislatip (DPR) urutan perolehan suaranya sbb :  Demokrat (20,85%); Golkar (14,45%); PDIP (14,03%); PKS (7,88%); PAN (6,01%); PPP (5,32%); PKB (4,94%); dan lain-lain sisanya. H.DR.Jend TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono kembali terpilih sebagai  Presiden RI untuk kedua kalinya, hal ini berarti untuk Pilpres 2014 tidak dapat mengajukan dirinya sebagai Calon Presiden (Capres 2014). Hal ini memungkinkan adanya Calon Presiden (Capres 2014) baru untuk bersaing pada Pemilu 2014 yang akan datang.


SBY pada kampanye Pemilu 2004 
Gambar : Google Images
Seperti halnya pemilu-pemilu sebelumnya pada Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, peserta Pemilu yang melakukan kampanye dengan disertai ”pemeriah” yang menarik-lah yang ternyata memperoleh suara terbanyak.
Agar diperoleh gambaran yang lebih lengkap mengenai para Presiden RI sejak proklamasi 17 Agustus 1945 sampai sekarang (Nopember 2011), saya kira ada baiknya jika diketahui pula para wakil Presiden yang pernah mendampinginya sbb :



  • Presiden Sukarno didampingi oleh Wkl Presiden Hatta, Hatta kemudian mengundurkan diri pada 1 Desember 1956; 
  • Presiden Suharto selama 6 kali masa kepresidenannya didampingi oleh 6 (enam) Wakil Presiden : berturut-turut Hamengkubuwono IX ( 24 Maret 1973 s/d   23 Maret 1978) ; Adam Malik  (23 Maret 1978 s/d  11 Maret 1983 ) ; Umar Wirahadikusumah (11 Maret 1983 s/d 11 Maret 1988) ; Soedharmono   (11 Maret 1988 s/d  11 Maret 1993) ;  Try Sutrisno ( 11 Maret 1993 s/d  11 Maret 1998) ; dan BJ Habibie ( 11 Maret 1998 s/d 21 Mei 1998),
  • Presiden BJ Habibie (21 Mei 1998 s/d 20 Oktober 1999) tidak didampingi oleh Wkl Presiden
  • Abdurrahman Wahid didampingi oleh Wkl Presiden Megawati Soekarnoputri  (20 Oktober 1999 s/d 23 Juli 2001), dan kemudian Megawati menjadi Presiden didampingi oleh Wkl Presiden Hamzah Haz    ( 26 Juli 2001 s/d 20 Oktober 2004 )
  • Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didampingi oleh 2 Wakil Presiden yaitu : berturut-turut Muhammad Jusuf Kalla ( 20 Oktober 2004  s/d  20 Oktober 2009) dan Budiono ( 20 Oktober 2009 s/d 20 Oktober 2014)



Perlu diingat sesungguhnya ada masa jedah  dari Sukarno sebagai Presiden Republik Indonesia yaitu :



  • 19 Desember 1948 s/d 13 Juli 1949 Presiden RI dijabat oleh Syafruddin Prawiranegara sebagai Ketua Pemerintah Darurat RI di Sumatra, dan
  • 27 Desember 1949 s/d 15 Agustus 1950 Presiden RI dijabat oleh Mr. Assaat, pada waktu itu Sukarno adalah Presiden RIS (Republik Indonesia Serikat).


Jika kita renungkan judul atau thema tulisan ini “Dapatkah Pemilu menghasilkan Presiden Republik Indonesia yang tepat?” ; menurut hemat saya judul atau thema tulisan ini belum dapat dijawab pada waktu ini. Hal itu karena keberadaan negara dan bangsa Indonesia relatip masih muda ; serta  sebelumnya belum pernah ber-demokrasi dengan tradisi pemilihan umum. Namun sudah pasti ada keterkaitan antara Pemilu-pemilu di Indonesia dengan Presiden RI yang berkuasa pada masa pelaksanaan pemilu tersebut atau dalam bahasa Inggris “incumbent”  (Wikipedia :The incumbent, in politics, is the existing holder of a political office).
Dari uraian tersebut diatas, saya mencoba merenungkan kembali adanya keterkaitan tersebut, disamping itu saya juga ingin mengemukakan penilaian saya tentang cita-cita para Presiden RI yang terkait.

  • Presiden Pertama Republik Indonesia  Sukarno (Bung Karno).


    • Pemilu 1955 adalah pemilihan umum pertama di Indonesia, diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini sering dikatakan sebagai pemilu Indonesia yang paling demokratis.  Pada saat itu  undang-undang dasar yang berlaku adalah UUD-1955 ; kepala negara adalah Presiden RI yaitu Sukarno, dan kepala pemerintahan adalah Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
    • Pemilu 1955 menghasilkan konstituante yang tidak mampu menjalankan tugasnya menyusun undang-undang dasar baru  sebagai pengganti UUDS-1955. Konstituante hasil Pemilu 1955 ini justru menghasilkan keadaan yang memberi kesempatan kepada Bung Karno menjalankan konsep “Demokrasi Terpimpin” yang dijalankannya selama lk 6 tahun (1959 – 1965).
    • Melihat berbagai tulisan, pidato, ucapan serta kebijakan-kebijakan yang dilakukannya, maka Bung Karno adalah  Presiden RI yang cita-cita perjuangannya tentang Indonesia tampak dengan jelas. Gambaran cita-cita perjuangannya  secara singkat adalah (1)  memerdekakan Indonesia dengan mengusir kolonialis Belanda dari bumi Indonesia, (2) membangun Indonesia dengan membongkar bangunan (struktur)  masyarakat “Indonesia Terjajah” untuk dibangun kembali menjadi bangunan masyarakat “Indonesia Merdeka” berdasar Pancasila yang bebas dari eksploitasi manusia oleh manusia  (exploitation de'lome par' lome) , dan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar bukan “bangsa tempe”, bangsa yang mampu menjadi pemimpin dunia baru (New Emerging Forces). Cita-cita bung Karno memerdekakan Indonesia dengan mengusir kolonialis Belanda dari bumi Indonesia telah dilakukannya bersama para pemimpin lainnya ( termasuk pak Harto) dan rakyat Indonesia. Bung Karno melukiskan seluruh cita-cita perjuangannya tersebut sebagai “ Revolusi Indonesia” yaitu membongkar dan membangun.




  • Presiden Kedua Republik Indonesia Suharto (pak Harto).




    • Pada  5 Juli 1971 Suharto berhasil menyelenggarakan Pemilu 1971 dan dikenal sebagai pemilu pertama pada masa Orde Baru. Majelis Permusyawaratan Rakyat hasil Pemilu 1971 ini dalam Sidang Umum MPR pada tahun 1973 menetapkan pak Harto sebagai Presiden RI.
    • Suharto (pak Harto) sebagai Presiden RI berhasil menyelenggarakan Pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1977 mengangkat kembali pak Harto sebagai Presiden RI. Demikian pula SU MPR 1978, SU MPR 1983, SU MPR MPR 1988, SU MPR 1993, dan SU MPR 1998. Jika dihitung dari tahun 1968 s/d SU MPR 1998 pak Harto memegang jabatan Presiden RI sebanyak 7 (tujuh) kali suatu masa yang panjang lebih dari 30 tahun.
    • Sidang Umum MPR (SU MPR) hasil Pemilu 1977 i.e SU MPR 1978, dan SU MPR 1983, SU MPR MPR 1988, SU MPR 1993,serta SU MPR 1998 memberi legitimasi kepada pak Harto untuk memerintah Indonesia sebagai Presiden RI (kecuali pada masa kepresidennya yang terakhir. Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia –  kecuali Aceh, dimana kaum separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM) bersenjata beraksi – Indonesia benar-benar berada ditangannya (bahkan ditambah Timor Timur s/d tanun 2004).
    • pak Harto adalah Presiden RI yang memegang jabatan terpanjang lk 30 tahun.  Pak Harto telah ikut mengusir kolonialis Belanda  dengan senjata dan menyatukan wilayah NKRI dari Sabang – Merauke. pak Harto berusaha membangun NKRI menjadi negara modern yang rakyatnya dan tertib, berkecukupan (minimal cukup sandang, pangan dan papan), serta memiliki kesempatan kerja dan berusaha yang memadai. Hal itu tampak dari apa yang disebutnya “Trilogi Pembangunan” (keamanan – pertumbuhan – pemerataan). Namun tidak tampak usaha pak Harto membangun masyarakat Indonesia menjadi bebas dari eksploitasi manusia oleh manusia  (exploitation de'lome par' lome), dan  membangun Indonesia menjadi pemimpin dunia baru (New Emerging Forces). Pak Harto cenderung membangun masyarakat Indonesia menjadi masyarakat a’la kerajaan Mataram.





  • Presiden Ketiga Republik Indonesia  Habibie.


    • Pemilu 1999 berlangsung pada masa pemerintahan Habibie dan merupakan pemilu pertama setelah lengsernya Suharto. Pada Pemilu 1999 ini semua aliran politik terwadahi – kecuali komunisme –  dan diikuti oleh 48 partai politik termasuk Golkar yang telah berubah menjadi Partai Golkar.
    • MPR 1999 – 2004 adalah adalah hasil Pemilu 1999 yang berlangsung pada masa pemerintahannya. Pada SU MPR tahun 1999 Habibie tidak mencalonkan diri sebagai Presiden, karena tidak didukung secara penuh oleh partainya (Golkar). Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Sidang Umum MPR 1999 tersebut ternyata memilih KH. Abdurrahman Wahid  dan Megawati Sukarno Putri  sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI (20 Oktober 1999  s/d 23 Juli 2001). Namun  lk 2 tahun kemudian MPR tersebut menurunkan  Abdurrahman Wahid (Gus Dur) serta mengangkat Megawati Sukarno Putri  menjadi Presiden didampingi oleh Wkl Presiden  Hamzah Haz  ( 26 Juli 2001 s/d 20 Oktober 2004).
    • Habibie memegang jabatan Presiden RI dalam jangka waktu yang sangat singkat lk 1.5 tahun, namun merupakan masa awal  perubahan (reformasi) dari pemerintahan yang sentralistik dan otoriter ke pemerintahan demokratis dan ter-desentralisasi-kan. Habibie belum ikut serta dalam mengusir kolonialis Belanda dari bumi Indonesia, namun seperti halnya bung Karno dan pak Harto menghendaki Indonesia menjadi negara yang modern dan maju khususnya di bidang ilmu & teknologi. Habibie seperti pak Harto tidak terlihat ingin membongkar bangunan masyarakat Indonesia.



  • Presiden Keempat Republik Indonesia KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)


    • MPR 1999 – 2004  telah menetapkan Gus Dur dan  Megawati Sukarno Putri  sebagai Presiden RI dan Wakil Presiden RI. Namun lk 2 tahun kemudian Gus Dur diturunkannya dengan alasan yang kurang jelas dan di cari-cari, dan mengangkat Wakil Presiden Megawati menjadi Presiden RI sebagai gantinya.  Tidak diragukan bahwa Gus Dur seperti juga presiden-presiden RI sebelumnya bercita-cita terwujudnya Indonesia Merdeka yang maju. Gus Dur belum ikut serta mengusir kolonialis Belanda dari bumi Indonesia.
    • Terlihat dari tulisan-tulisannya, humornya dan berbagai tindakannya, Gus Dur adalah seorang demokrat yang sangat menjunjung tinggi kemanusiaan dan keragaman. Gus Dur terlihat menginginkan adanya perubahan bangunan masyarakat Indonesia.



  • Presiden Kelima Republik Indonesia Megawati Sukarno Putri (mBak Mega)


    • Pemilu 2004 ini berdasar UUD-RI 1945 yang telah di amandemen, diselenggarakan pada masa pemerintahan mBak Mega . Pemilu ini   dimenangkan oleh pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla mengalahkan pasangan mBak Mega - Hasyim Musadi melalui 2 kali putaran pemilihan. Pemilu ini adalah Pemilihan Umum (Pemilu) pertama dimana pasangan Presiden – Wkl Presiden dipilih langsung oleh rakyat pemilih.
    • mBak Mega adalah putri bung Karno dan Presiden RI wanita yang pertama, seperti halnya pak Harto dan Habibie menghendaki Indonesia modern dan maju disegala bidang. Namun dari tindakan dan ucapannya mBak Mega juga tidak tampak ingin melakukan perubahan bangunan masyarakat Indonesia.



  • Presiden Keenam Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono  (SBY)


    • Pada Pemilu 2004 ini SBY untuk pertama kalinya terpilih sebagai Presiden RI. SBY (pasangan Susilo Bambang Yudhoyono - Jusuf Kalla) selama 5 tahun memerintah tampak berusaha keras menjaga keamanan dan ketertiban a.l menangani kerusuhan Poso (Sulawesi), Ambon ( Maluku) ; menyelesaikan perlawanan separatis GAM (Aceh) ; menangani pemberantasan terorisme ; menangani pemberantasan  korupsi, menstabilkan ekonomi dan melanjutkan pembangunan.
    • Pemilu 2009 diselenggarakan pada masa pemerintahan SBY - Jusuf Kalla, pemilu ini dimenangkan pasangan SBY-Budiono. Pasangan SBY-Budiono tersebut didukung oleh Partai Demokrat dkk mengalahkan pasangan Megawati Soekarno Putri - Prabowo Subianto (PDI-P, Gerindra). dan pasangan Muhammad Jusuf Kalla – Wiranto (Golkar, Hanura).  Seperti diketahui perolehan suara pasangan Yudhoyono-Budiono sangat mengesankan yaitu lebih dari 60 %, namun perolehan kursi Partai Demokrat di DPR hanya sedikit lebih dari 20 % . Seperti diketahui SBY adalah Jenderal TNI seperti pak Harto. Namun sebagai pemimpin SBY terkenal sangat hati-hati dan lambat. Dari tindakan-nya dan juga lagu-lagu ciptaannya, SBY adalah seorang demokrat yang ingin membangun negara dan bangsa Indonesia menjadi maju dan modern secara bersama. SBY juga belum ikut serta mengusir kolonialis Belanda dengan senjata, dan SBY tidak tampak ingin membongkar bangunan masyarakat  Indonesia.


Dari uraian diatas tampak bahwa Bung Karno tidak terkait langsung dengan penyelenggaraan Pemilu 1955, pada saat itu kepala pemerintahan adalah Perdana Menterii Burhanuddin Harahap. Bung Karno tampak bersikap mengabaikan hasil Pemilu 1955 tersebut. Sedangkan Gus Dur tidak terkait dengan penyelenggara Pemilu 1999, bahkan Gus Dur diturunkan oleh MPR hasil Pemilu 1999 tersebut

Pak Harto tampak terkait langsung dengan penyelenggaraan Pemilu 1971 ; 1977 ; 1982 ; 1987 ; 1992 ; dan Pemilu 1997. Pada saat pemilu-pemilu tersebut berlangsung pak Harto adalah kepala pemerintahan (Presiden RI). Perlu pula dicatat bahwa kepresidenan pak Harto terakhir berakhir ditengah jalan,  21 Mei 1998  Pak Harto mengundurkan sebelum masa jabatannya berakhir. Pak Harto menyerahkan jabatan Presidenan RI kepada Wakil Presiden Habibie.

Habibie terkait langsung dengan Pemilu 1999 dan mBak Mega terkait langsung dengan Pemilu 2004. Namun Pemilu 1999 tidak diikuti dengan terpilihnya kembali Habibie sebagai Presiden RI 1999 – 2004, demikian juga Pemilu 2004 tidak diikuti dengan mBak Mega terpilih kembali sebagai Presiden RI 2004 – 2009.

Sementara itu SBY tidak terkait langsung dengan Pemilu 1999, meskipun tidak terkait langsung tetapi SBY dapat terpilih sebagai Presiden RI 1999 – 2004. Pada Pemilu 2004 SBY terkait langsung, karena pada masa itu SBY adalah kepala pemerintahan ( Presiden RI). SBY terpilih sebagai Presiden RI 2004 – 2009.

Terpilihnya Pak Harto pada Pemilu 1971 ; 1977 ; 1982 ; 1987 ; 1992 ; dan 1997 (6 kali terpilih) dan terpilihnya SBY pada Pemilu 2004 sebagai Presiden RI menunjukkan ada kesamaan yaitu : pemenang Pemilu terkait langsung dengan Presiden RI yang sedang menjabat (incumbent). SBY sebagai incumbent 1 kali memenangkan Pemilu (terpilih sebagai Presiden), dan Pak Harto  6 kali berturut-turut. Hal itu membuktikan adanya korelasi antara pemenang pemilu dani penyelenggara pemilu. Jika korelasi tersebut signifikan akan berakibat buruk bagi pemilu Indonesia. Pembatasan bahwa seseorang hanya boleh dua kali berturut-turut menjabat sebagai Presiden RI adalah salah satu cara mencegah akibat buruk tersebut. Jika pembatasan tersebut tidak ada, maka bukan tidak mungkin SBY akan seperti Pak Harto menjadi Presiden RI lebih dari dua kali.

Saya kira patut pula dikemukakan disini bahwa Presiden RI dari Bung Karno s/d SBY semuanya menghendaki terwujudnya “Indonesia Merdeka” lepas dari cengkeraman  kolonialis Belanda, dan menjadi “Indonesia Merdeka” yang adil, makmur, maju dan modern. Namun tampak bahwa Bung Karno, mungkin juga Gus Dur menghendaki pula masyarakat “Indonesia Merdeka” tersebut bebas dari eksploitasi manusia oleh manusia (exploitation de'lome par' lome). 
Jika  seluruh rakyat Indonesia dimasa-masa yang akan datang mendapat kebebasan mengawasi dan mengikuti pelaksanaan pemilu-pemilu, maka pemilu-pemilu di Indonesia yang akan datang pasti bertambah baik dan sempurna serta dapat menghasilkan Presiden RI yang tepat untuk seluruh bangsa Indonesia. Semoga renungan ini bermanfaat !



*
Democracy is a form of government that substitutes election by incompetent many for appointment by the corrupt few (George Bernard Shaw)

*



Tidak ada komentar:

Posting Komentar