Jumat, 28 Januari 2011

BUS MAL PRAKTEK

Ngunandiko.5

Akhir tahun yang lalu saya berkunjung ke Yogyakarta. Pada suatu sore kira-kira jam 17.00 saya diajak oleh adik saya keliling kota untuk melihat-lihat suasana di sore hari dengan mobilnya Renault buatan Perancis yang sudah tua. Yogyakarta sudah tidak seperti satu atau dua dasawarsa yang lalu, jalan-jalan di kota tidak lagi dipenuhi oleh sepeda tetapi sekarang dipenuhi oleh kendaraan bermotor roda dua (sepeda motor) bahkan juga oleh kendaraaan bermotor roda empat.
Sebagian besar kendaraan bermotor tersebut adalah buatan Jepang yang tampak dari merk-nya seperti Honda, Suzuki, Yamaha, Toyota, dllnya. Beberapa kendaraan bermotor buatan Eropa seperti Mercedes dan Renault ataupun Amerika seperti Ford dan Chevrolet dan bahkan buatan Korea seperti Hunday dan Daewo juga tampak walaupun sangat jarang.
Kami menyusuri jalan-jalan yang sangat ramai selama lk 40 menit. Kami antara lain melewati jalan Malioboro, jalan Solo, jalan Kaliurang , jalan ring-road yang melewati “Monumen Jogya Kembali” dan beberapa ruas jalan lainnya.
Pada waktu kami sampai di jalan Magelang saya melihat sebuah bus berhenti – rupa-rupanya sedang menunggu penumpang – di suatu tempat yang dengan jelas ada tanda dilarang parkir. Ada polisi dengan sepeda motor melewatinya dan tidak jauh dari tempat itu ada pula polisi lalu lintas yang sedang jaga, polisi-polisi tersebut tidak melarangnya dan seolah-olah tidak melihatnya.
Saya minta adik saya memperlambat mobilnya, setelah dekat dengan bus tersebut saya dapat mengamatinya dengan lebih jelas. Bus tersebut ternyata angkutan umum tetapi saya tidak dapat mengetahui trayeknya, hanya di bus tersebut terpampang tulisan : “MAL PRAKTEK”. Melihat hal itu saya tersenyum ! Rupa-rupanya pemilik bus itu memiliki rasa humor yang tinggi, dengan memberi nama bus miliknya dengan “MAL PRAKTEK”(malpraktek), maka ia merasa busnya boleh berhenti disembarang tempat. Inilah humornya orang Yogya !

*
Berpikir Anda tahu, ketika faktanya Anda tidak tahu adalah kesalahan fatal. Dan itulah kecenderungan yang kita lakukan (Bertrand-Russell)

*

Minggu, 23 Januari 2011

Gerakan Bawah Tanah

Gerakan Bawah Tanah
(The Underground)

Ngunandiko.4


Underground : The, a secret network of civilians – usually  including former soldiers – of a defeated and occupied nation dedicated to maintaining resistance against  the  enemy until liberation is achieved ........................ The term is  used also to describe revolutionary organizations, established clandestinely with aim of overturning a civil government and seizing power (Encyclopedia Americana).

Menurut Encyclopedia Americana, “Gerakan Bawah Tanah” (The Underground) adalah suatu jaringan perlawanan rahasia dan terorganisasi dari orang-orang sipil suatu bangsa terhadap bangsa lain yang mendudukinya, seperti misalnya perlawanan bawah tanah bangsa-bangsa Eropa terhadap tentara pendudukan Jerman pada Perang Dunia Pertama maupun pada Perang Dunia Kedua. Pengertian “Gerakan Bawah Tanah” tersebut kemudian meluas ; yaitu termasuk gerakan organisasi revolusioner yang dibentuk secara rahasia dengan tujuan menjatuhkan pemerintahan sipil serta merebut kekuasaannya.
Ke-anggota-an gerakan bawah tanah ini bersifat sukarela, mereka pada umumnya memiliki sifat cerdas & berani, serta idealis. Sukarela artinya atas kemauannya sendiri, tidak dibayar, bahkan untuk menjalankan operasinya seringkali harus keluar biaya dari kantongnya sendiri. Cerdas & berani karena dalam menjalankan tugasnya tidak ada yang dapat diandalkan mampu menolongnya jika menjumpai marabahaya (mis: ditangkap musuh), hanya kecerdasan dan keberanianlah yang dapat menolongnya. Dan idealisme menjadi daya dorong yang utama bagi para anggota gerakan bawah tanah tersebut, idealisme dapat berupa kecintaannya yang besar terhadap negaranya (nasionalisme), maupun terhadap fahamnya (agama, kepercayaan, atau ideologi) serta terhadap kebenaran tujuan gerakannya atau organisasinya.
Sesuai dengan namanya ; “Gerakan Bawah Tanah” harus bekerja secara rahasia dan tertutup. Musuh utamanya adalah pengkhianatan dari dalam diri gerakan itu sendiri, serta organisasi-organisasi atau badan-badan kontra gerakan bawah tanah, baik yang dibentuk oleh tentara pendudukan maupun yang dibentuk oleh negara dimana gerakan bawah tanah tersebut beroperasi.

Gerakan bawah tanah sesungguhnya telah ada sejak dahulu ; ada di Eropa, di China, di Indonesia sendiri maupun ditempat-tempat lain. Keberadaannya tampak dalam berbagai cerita seperti “Monte Cristo” di Perancis, “Perang Tiga Negeri atau Samkok” di China, “Ken Arok” dan “Pacar Merah Indonesia” di Indonesia. Dalam keadaan yang lebih nyata, adanya gerakan bawah tanah tersebut terlihat pada waktu tentara Napoleon Bonaparte (Perancis) menghadapi rakyat Spanyol dan pasukan Inggris dibawah Jendral Wellington di Spanyol pada tahun 1814, gerakan rakyat Perancis di Perancis pada tahun 1870 dalam menghadapi tentara Bismarck (Jerman), maupun keberadaan organisasi gelap kaum Yahudi bernama Waada. Di Slovakia pada tahun 1942  Waada berhasil menyelamatkan 25.000 orang Yahudi dari pembantaian Nazi, dengan cara membayar kepada SS sebesar £ 50,000 atau £ 2.0 per 1 jiwa. Waada bertujuan menyelamatkan orang-orang Yahudi dari penindasan Nazi Jerman di Eropa pada masa Perang Dunia II.
Gerakan bawah tanah tersebut bekerja secara rahasia dan tertutup, maka keberadaannya tidak dikenal oleh masyarakat secara luas, mereka bekerja dibawah tanah dalam kegelapan. Walaupun demikian adanya gerakan bawah tanah tersebut dapat dirasakan dan cukup dikenal, terlebih lebih gerakan bawah tanah pada masa Perang Dunia II.
Pada masa Perang Dunia II hampir di seluruh negara yang di duduki oleh tentara facist Jerman, Italia, maupun Jepang telah terjadi sejumlah aksi yang patriotik dari gerakan bawah tanah, atau lebih dikenal sebagai gerakan perlawanan (resistance). Pada dasarnya mereka bekerja untuk melumpuhkan musuh – tentara pendudukan – dengan cara memata-matai instalasi-2 yang dikuasai musuh atau memata-matai pergerakan dan rencana operasinya. Disamping itu juga melakukan sabotage, menyebarkan berita/isu (dengan radio, pamflet dll) yang dapat menurunkan moral musuh disatu fihak dan yang dapat meningkatkan semangat perlawanan rakyat dan pejuang dilain fihak. Gerakan bawah tanah tersebut juga membantu para pejuang yang melarikan diri, dan membantu para pejuang menyusup ke daerah pendudukan. Tujuan gerakan bawah tanah tersebut – melumpuhkan, mengusir tentara pendudukan – sudah barang tentu merupakan suatu tujuan yang mulia dan patriotis.
Sementara itu gerakan bawah tanah yang merupakan suatu organisasi revolusioner bertujuan membebaskan dari penjajahan dan tindakan sewenang-wenang, pada umumnya gerakan bawah tanah seperti itu dibentuk secara rahasia. Organisasi ini berusaha menjatuhkan pemerintahan penjajah atau pemerintahan yang sewenang-wenang serta merebut kekuasaannya.
Dalam perjuangannya kedua gerakan bawah tanah tersebut – resistance maupun kaum revolusioner – menggunakan cara-cara yang sama yaitu ; memata-matai, sabotage, melakukan perlawanan bersenjata dll. Sejumlah organisasi tersebut pada awalnya adalah gerakan terbuka dan bukan gerakan bawah tanah, namun kemudian berubah menjadi suatu gerakan bawah tanah karena berbagai sebab, seperti Jamaah al Islami dan Ikhwanul Muslimin. Ikhwanul Muslimin didirikan di Mesir tahun 1928, semula adalah gerakan terbuka namun setelah anggotanya terlibat dalam usaha pembunuhan terhadap Presiden Nasser 26 Oktober 1964, kemudian menjadi gerakan bawah tanah.

Gerakan bawah tanah dapat dipimpin dari dalam negeri maupun dari luar negeri ; misalnya pada masa Perang Dunia II: Jend Charles de Gaulle memimpin gerakan bawah tanah melawan tentara pendudukan Jerman di Perancis dari London ; Jend Wladislaw Sikorski memimpin gerakan bawah tanah melawan tentara pendudukan Jerman di Polandia juga dari London; sedangkan Ayatollah Khomeini memimpin perlawanan terhadap rezim Sjah Reza Pahlevi di Iran pada tahun 1970-an dari Irak; dan Aristide memimpin perlawanan terhadap resim militer Haiti dari Amerika Serikat. Gerakan bawah tanah tersebut di luar negerinya sendiri boleh jadi merupakan gerakan yang terbuka, bahkan dapat pula dibantu oleh negara dimana kedudukan pimpinan gerakan tersebut berada maupun dibantu oleh negara-negara lain.
Marsekal Tito dari Yugoslavia dan Mayor Jenderal Aung Sang dari Burma pada masa Perang Dunia II memimpin gerakan bawah tanah dari negaranya sendiri, masing-masing melawan tentara pendudukan Jerman dan Jepang Aung Sang semula membantu tentara Jepang yang menyerbu Burma (sekarang Myanmar), namun kemudian bergabung dan memimpin gerakan bawah tanah Anti-Fascist People’s Freedom League (AFPFL) yang dimotori oleh partai Thakin melawan tentara pendudukan Jepang. Hal yang sama juga dilakukan oleh sejumlah pemimpin gerakan bawah tanah di Pilipina, Norwegia dll.
Gerakan bawah tanah tersebut, baik yang dipimpin dari dalam negeri maupun dari luar negeri, perintah atau komando ke jajarannya dan informasi dari para anggotanya dilakukan dengan berbagai alat komunikasi seperti radio. Jend de Gaulle misalnya pada masa Perang Dunia II memimpin gerakan bawah tanah Perancis dgn menggunakan radio BBC dari London. Tiap hari de Gaulle berbicara dua kali lima menit untuk para pengikutnya pada khususnya dan rakyat Perancis pada umumnya. Pada waktu ini sudah barang tentu dapat digunakan alat-alat komunikasi yang lebih beragam seperti internet, faksimili,telepon genggam maupun kurir dan lain-lain. Komunikasi pada umumnya dilakukan dengan bahasa sandi.

Dalam perkembangannya gerakan bawah tanah sebagai wadah perjuangan kemerdekaan yang patriotik seringkali secara taktis perlu melakukan kerjasama – untuk mendapatkan dana bagi perjuangannya – dengan organisasi-organisasi kejahatan seperti sindikat narkotika Kartel Cali yang dipimpin oleh Gilberto dan Miguel Rodriguez di Kolombia ; sindikat kejahatan Mafia di Italia, ataupun Yakuza di Jepang ; serta beragam organisasi penyelundup, pemalsuan uang, prostitusi, perdagangan manusia dsb-nya. Cara-cara kekerasan dan tidak terukur seringkali pula digunakannya, sehingga membawa korban orang-orang yang tidak bersalah. Bahkan gerakan bawah tanah dapat terjerumus pada keyakinan bahwa cara apapun dapat digunakannya, termasuk tindakan teror, asal tujuan tercapai. Tindakan-tindakan teror serta tindakan-tindakan tidak terpuji-pun terpaksa dilakukannya.
Pada awalnya teror atau terorisme yang dilakukannya itu masih dipandang sebagai ekses dari tindakan revolusioner dan patriotis, misalnya tindakan teror yang dilakukan oleh kaum nasionalis militan Armenia di Turki melawan kekuasaan Ottoman pada tahun 1880-an dan 1890-an, maupun teror dan kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah gerakan anti-kolonialis di Asia, Afrika, dan Amerika Latin pada tahun 1940-an dan 1950-an. Tindakan yang mereka lakukan itu masih dipandang sebagai ekses dari perjuangan revolusioner. Bahkan tindakan teror sejumlah kelompok separatis etnis dan organisasi ideologis radikal seperti kelompok Kurdi dalam Partai Pekerja Kurdistan (PKK), dan kaum radikal Tamil yang tergabung dalam Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) masih sering dipandang sebagai tindakan revolusioner dan patriotis.
Kerja sama dengan sindikat kejahatan dan narkotika (Misalnya ; Liberation Tigers of Tamil Eelam atau LTTE telah terlibat dalam berbagai kegiatan illegal, termasuk bermitra dengan para pembuat dan penyelundup heroin Pakistan, lihat : Kompas 23/8/2006 ), serta digunakannya cara-cara teror ahkirnya menimbulkan masalah. Mereka yang anti terhadap gerakan kemerdekaan menjadi memiliki alasan untuk memberi stigma buruk “ terorisme “ pada setiap gerakan bawah tanah meskipun mereka berjuang untuk kemerdekaan dan kebebasan. Tindakan para pejuang dan kaum revolusioner dipandang sama dengan tindakan terorist ataupun tindakan sindikat kejahatan dan narkotika lainnya.
Sesungguhnya resolusi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) No.42/159 tahun 1974 mengakui sahnya perjuangan gerakan kemerdekaan bangsa-bangsa yang terjajah tersebut, namun dalam praktek resolusi tersebut menghadapi sejumlah kendala. Negara-negara penjajah atau pemerintahan yang sewenang-wenang sering memiliki legalitas yang diakui oleh PBB, yang dapat dengan mudah men-cap gerakan bawah tanah yang melawannya sebagai terorist.

The difference between the revolutionary and the terrorist lies in the reason for which each fights. For whoever stands by a just cause and fights for the freedom and liberation of his land from the invaders, the settlers and colonialists, cannot possibly be called terrorist ( Yasser Arafat, United Nations General Assembly, November 1974)

Gerakan bawah tanah yang berjuang untuk bangsa dan negerinya melawan penindas, pencaplok, dan kolonialis sudah barang tentu tidak dapat dipandang sebagai teroris. Namun berbagai kalangan sering tidak berpendapat demikian, tergantung dari sudut pandangnya, misalnya organisasi seperti : Palestanian Leberation Organization (PLO), Front de Liberation du Quebec (FLQ), ataupun ETA ( Euskadi ta Askatasuna atau Kemerdekaan bagi Negeri Basque) oleh sejumlah kalangan disebutnya sebagai organisasi teroris, dan oleh sejumlah kalangan yang lain disebutnya sebagai gerakan pejuang revolusioner.
Di Indonesia ada pula sejumlah organisasi yang dapat di katagorikan sebagai gerakan bawah tanah baik pada masa penjajahan Belanda, pada masa pendudukan Jepang, pada masa Revolusi Kemerdekaan, maupun pada masa setelah itu.
Gerakan bawah tanah pada masa penjajahan Belanda pada umumnya terdiri dari orang-orang yang dipengaruhi oleh faham Marxis (komunis). Orang-orang tersebut seringkali memiliki dasar faham Islam ataupun faham nasionalis. Gerakan bawah tanah yang menonjol masa penjajahan Belanda adalah Persatuan Rakyat Indonesia (PARI) yang didirikan oleh Tan Malaka dkk pada tanggal 2 Juni 1927 di Bangkok dan Darul Islam (DI). Darul Islam dapat dikatakan mulai terbentuk pada tahun 1930-an, pada saat Kartosuwiryo menentang politik partainya yaitu Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) yang melakukan politik kooperasi dengan pemerintah Hindia Belanda. Gerakan-gerakan tersebut, terutama PARI, telah menarik perhatian dinas rahasia pemerintahan kolonial Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang dalam Perang Dunia II tenaga-tenaga revolusioner di Indonesia, seperti halnya di Burma, Indochina, Pilipina dll-nya, bergabung membentuk gerakan bawah tanah dan melakukan perlawanan terhadap tentara pendudukan Jepang. Pada waktu itu gerakan bawah tanah tersebut masih merupakan kelompok-kelompok atau gerombolan, yang menonjol adalah gerombolan Sukarni, gerombolan Syahrir, gerombolan Pelajar, dan gerombolan Kaigun. Gerombolan Sukarni a.l terdiri dari Adam Malik, Pandu Karta Wiguna, dan M Nitimihardjo ; gerombolan Syahrir a.l terdiri dari Hatta, Sudarsono, dan Hamdani; gerombolan Pelajar a.l terdiri dari Khairul Saleh, Subadio Sastrosatomo dan E.Sudewo ; dan gerombolan Kaigun a.l terdiri dari Wikana, Mr Subardjo dan Sudiro (lihat tulisan Adam Malik, “ Riwayat Proklamasi Agustus 1945 ”)
Kegiatan gerombolan-gerombolan tersebut pada dasarnya adalah sama dengan gerakan bawah pada umumnya, namun pada waktu itu kegiatannya lebih banyak dalam hal menyebarkan cita-cita kemerdekaan, baik dengan cara menyusun sel diberbagai tempat, maupun penyebaran siaran dan bacaan yang berguna bagi perjuangan menuju ke kemerdekaan Indonesia.
Gerombolan Sukarni selama pendudukan Jepang, secara diam-diam berusaha mengumpulkan informasi yang dipandang perlu untuk dipakai sebagai alat pembuka kedok kepalsuan, kebohongan dan kecurangan Jepang, diantaranya dengan menyebarkan berita-berita tentang kekalahan tentara Jepang diberbagai pertempuran dalam perang Pacifik, siaran Potsdam dan lain-lain. Gerombolan Sukarni inilah yang pertama-tama menyiarkan pengumuman resmi menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada Sekutu tanggal 14 Agustus 1945 yang menandai berakhirnya Perang Dunia II. Tenaga-tenaga yang aktip dalam gerombolan ini antara lain adalah Adam Malik, Armunanto, Maruto Nitimihardjo dan Pandu Kartawiguna.
Gerakan bawah tanah pada masa pendudukan Jepang tersebut, terutama gerombolan Sukarni, gerombolan Pelajar dan dibantu gerombolan Kaigun, adalah yang menjadi pendorong lahirnya proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada masa setelah Revolusi Agustus 1945 sampai saat ini gerakan bawah tanah dengan latar belakang agama, ideologi, maupun kedaerahan (sparatisme) dll diperkirakan masih ada di Indonesia, namun hal tersebut tidak dibahas disini.

. . . . . . . Every nation in every region now has a decision to make. Either you are with us, or you are with terrorists . . . . .  ( George W Bush,September 2004)

Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa kerjasama dengan sindikat-sindikat kejahatan narkotika dan cara-cara teror yang digunakan oleh gerakan bawah tanah telah menimbulkan masalah. Hal itu bertambah berat setelah Presiden George W Bush dari Amerika Serikat – beberapa saat setelah peristiwa runtuhnya menara kembar di New York 11 September tahun 2004 – menyatakan perang terhadap terorisme (war on terrorisme), maka dengan mudah setiap setiap gerakan bawah tanah dapat diberi “label” oleh lawan-lawannya sebagai gerakan terrorist dan akan langsung berhadapan dengan kekuatan negara adidaya Amerika Serikat . Keadaan seperti ini merugikan perjuangan rakyat tertindas di negara-negara yang pemerintahannya buruk dan menindas rakyatnya. Disatu fihak setiap perlawanan rakyat dapat dengan mudah dituduh sebagai terorist, sementara itu setiap pemerintahan dengan berdalih melawan terorisme dapat melakukan kekerasan tanpa kecaman, bahkan sering kali memperoleh bantuan dari negara adidaya Amerika Serikat dalam rangka “war on terrorisme” .
Organisasi-organisasi perjuangan rakyat tertindas yang sering dipandang sebagai gerakan bawah tanah di sementara wilayah antara lain adalah ; Palestanian Leberation Organization (PLO), Front de Liberation du Quebec (FLQ), Euskadi ta Askatasuna atau Kemerdekaan bagi Negeri Basque (ETA), Kurdistan Liberation Front (KLF), dan Irish Revolutionary Army (IRA). Oleh media massa International diberitakan dengan gencar bahwa mereka mendapatkan dana melalui kerja sama dengan kelompok-kelompok kriminal, berita seperti itu sangat merugikan perjuangan rakyat tertindas dan mengakibatkan perjuangannya bertambah sulit. Pemberitaan semacam itu boleh jadi sengaja dibuat dalam rangka menghancurkan gerakan-gerakan tersebut, seperti halnya pada masa Perang Dingin berlangsung, aksi para pejuang kemerdekaan seringkali diberitakan sebagai aksi yang disponsori oleh kaum komunis. Menurut Clutterbuck ; “Teroris bagi seseorang adalah pejuang kemerdekaan bagi orang lain”. “Sayap kanan” melihat ada aktor-aktor komunis di balik setiap gerilya yg mereka perangi, begitu pula “sayap kiri” akan memandang ada CIA dg kacamata yg serupa.
Dari uraian diatas dapat dikemukakan bahwa gerakan bawah tanah sesungguhnya telah ada sejak lama, dari waktu ke waktu sifat, karakter, dan tantangan dari gerakan tersebut berubah sesuai dengan keadaan jamannya. Gerakan bawah tanah menjadi menonjol pada masa bangsa-bangsa yang dijajah oleh kolonialisme barat bangkit melakukan perlawanan untuk mencapai kemerdekaannya, dan disejumlah tempat mencapai kemenangan bersamaan dengan berakhirnya Perang Dunia II.
Perlawanan terhadap “pemerintahan buruk” – pemerintahan oleh bangsa sendiri ataupun bangsa lain yang merampas hak rakyat secara sewenang-wenang – dimasa mendatang akan menjadi lebih berat, perlawanan secara terbuka mudah dipatahkan, sedangkan perlawanan melalui “gerakan bawah tanah” menghadapi sejumlah kendala antara lain :
  • Untuk dapat membiayai “gerakan bawah tanah” seringkali harus bekerjasama dengan sindikat-sindikat kejahatan, sehingga dengan mudah dapat diberi “label” sebagai terorist oleh lawan-lawannya.
  • “Pemerintahan buruk” sering berada pada kedudukan yang mapan dan mendapat pengakuan internasional, sehingga dengan legalitasnya mudah memperoleh dukungan dari Amerika Serikat, bahkan dari PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) dalam menindas setiap “gerakan bawah tanah”.
  • Media massa dunia yang dikuasai oleh kekuatan-kekuatan mapan juga mempersulit perlawanan terhadap “pemerintahan buruk” karena pemberitaannya yang tidak seimbang dan cenderung memojokkan “gerakan bawah tanah”, memojokkan rakyat tertindas.
Pada masa mendatang perjuangan rakyat tertindas bukan lebih ringan, untuk dapat memenangkan perjuangannya perlu kecerdasan dan keberanian lebih daripada kecerdasan dan keberanian pada masa-masa yang lalu.
*
Keunggulan paling tinggi terjadi ketika kita mampu melumpuhkan perlawanan musuh tanpa pertarungan (Sun Tzu).
*

Jumat, 14 Januari 2011

Lurah yang pandai

Ngunandiko.3

Ada seorang “Lurah” terkenal pandai. Pada suatu hari dia ingin kelapa muda, maka diajaknya pembantunya ke kebun untuk memetik sebuah kelapa muda dari tandan di pohonnya. Setelah sampai di kebun terjadilah dialog sbb :


  • Pembantu   : Kelapa muda mana yang pak Lurah ingin-kan?
  • Lurah         : Kelapa pada pohon itu . . . . sambil ditunjuknya pohon kelapa dengan tandan yang penuh buah. Pembantu pun segera memanjat pohon kelapa tersebut, dan pada saat ia telah diatas pohon ia berteriak : Ini-kah ? .... sambil dipegangnya sebuah kelapa pada tandan yang penuh buah tersebut.


  • Lurah         : Bukan ! . . . itu disebelahnya !
  • Pembantu   : Ini-kah ? .... sambil dipegangnya sebuah kelapa yang lain tepat disebelahnya . . .


  • Lurah         : Bukan ! . . . disebelah lagi . . .


Demikianlah dialog antara pak Lurah (dibawah) dan Pembantunya (diatas) berkali-kali, tetapi pembantunya selalu salah.

Buah kelapa


Akhirnya pak Lurah kesal, pembantu disuruhnya turun, lalu pak Lurah pun memanjat sendiri pohon kelapa tersebut. Buah kelapa yang diinginkannya diberinya tanda dengan kapur, pak Lurah pun kembali turun, dan pembantunya disuruhnya memanjat lagi memetik kelapa yang telah diberinya tanda.

(sumber : Anonim)


*
Memberi contoh dengan perbuatan lebih baik daripada memberi contoh dengan perkataan (NA).
*



Rabu, 12 Januari 2011

Demonstrasi

Ngunandiko.2


A demonstration is an historically and geographically common form of nonviolent action by groups of people .

Unjuk-rasa
Pada waktu ini sering kita jumpai sejumlah orang berbaris di jalan-jalan di Jakarta ataupun di kota-kota besar lainnya di Indonesia dengan membawa spanduk yang berisikan kalimat-kalimat menentang atau mendukung suatu isu atau pemecahan masalah. Sering pula kita baca dalam media atau kita lihat di TV sekumpulan orang berteriak-teriak menuntut sesuatu didepan pabrik atau kantor, bahkan di depan kantor polisi. Kejadian-kejadian seperti tersebut diatas – sejumlah orang mempertunjukkan sikap bersamanya kepada umum (publik) secara beramai-ramai – tidak hanya terjadi di kota-kota besar tetapi juga di kota-kota kecil yang jauh dari ibukota Jakarta. Hal semacam itu lazim disebut sebagai “demonstrasi” atau “ unjuk-rasa”.
Demonstrasi atau dalam bahasa Inggris “demonstration” secara umum berarti mempertontonkan atau mempertunjukkan sesuatu, misalnya : seseorang atau sejumlah orang mempertontonkan atau mempertunjukkan hasil produksinya, hasil percobaannya, ketrampilannya dalam suatu permainan, kebenaran pendapatnya atau sikapnya terhadap sesuatu dsb-nya. Demonstrasi tersebut dapat terjadi secara spontan atau karena suatu rekayasa untuk maksud-maksud tertentu..
Sedangkan “ demonstrasi ” atau “ unjuk-rasa “ yang ingin dibicarakan dalam tulisan ini adalah aksi dari sejumlah orang dalam mengemukakan atau mempertontonkan pendapat atau sikapnya – berupa dukungan atau tentangan – terhadap suatu isu atau pemecahan masalah di bidang politik, ekonomi ataupun sosial. Jadi “ demonstrasi ” atau “ unjuk-rasa “ ini merupakan perwujudan suatu sikap – positip maupun negatip – terhadap suatu isu dalam masyarakat, dimana aksi tersebut dilakukannya secara damai. Aksi damai seperti itu sudah biasa terjadi diberbagai tempat dibelahan bumi ini semenjak dahulu, dan dilakukan dalam berbagai bentuk seperti berikut ini:
  • Barisan, pawai atau arak-arakan dsb-nya
  • Mengepung suatu tempat tertentu (Misalnya : Demonstrasi menentang pembangunan “pabrik pupuk dg bahan baku sampah dari DKI Jakarta” di Bojong, Bogor, dimana rakyat disekitar lokasi pabrik mengepung dan memasang barikade untuk menghalangi truk-truk pengangkut bahan baku sampah ke lokasi pabrik).
  • Menduduki suatu tempat atau instalasi untuk suatu waktu tertentu (Misalnya ; Demonstrasi pemuda dan mahasiswa dari berbagai tempat di Jakarta dan sekitarnya menduduki gedung DPR/MPR RI di Senayan Jakarta pada tahun 1997).
  • Disamping aksi-aksi seperti tersebut diatas ; aksi-aksi corat-coret , pengumpulan tanda tangan, petisi, clash action, dsb-nya kiranya dapat pula digolongkan sebagai bentuk demonstrasi.
Demonstrasi atau unjuk-rasa jika digunakan secara tepat di dalam suatu perjuangan ; – misalnya perjuangan menuntut turunnya pemerintahan yang sewenang-wenang, perjuangan menuntut perbaikan peraturan yang merugikan buruh, ataupun perjuangan-perjuangan lain – ; maka perjuangan tersebut akan lebih mempunyai kekuatan memaksa.
Suatui perjuangan seringkali gagal ditengah jalan ditinggalkan oleh pendukungnya, karena jalan yang dipergunakannya tidak sah atau tidak legal – misalnya ; sabotage, pemberontakan, kudeta dsbnya – sehingga musuh-musuhnya yang memiliki legalitas dapat secara terbuka menangkapi pendukungnya. Seperti diketahui demonstrasi adalah salah satu alat perjuangan yang sah , demonstrasi merupakan salah satu hak asli manusia ; menurut para ahli ilmu sosial & politik hak asli manusia antara lain adalah hak menolak menjual tenaga sendiri atau dikenal sebagai hak mogok, hak menolak secara bersama untuk membeli atau menjual barang-barang atau dikenal sebagai hak boikot, dan hak untuk mengumumkan cita-cita-nya atau dikenal sebagai hak melakukan demonstrasi.
Secara umum demonstrasi atau unjuk-rasa dapat beralngsung di berbagai tempat atau wilayah seperti di dalam kota ataupun di luar kota, di berbagai instalasi seperti di pabrik, pelabiuhan, station, jalanan, gedung perusahaan, gedung pemerintahan dan lain-lain. Sedangkan isu yang menjadi sebab terjadinya demonstrasi juga sangat beragam seperti isu politik, ekonomi, atau isu sosial, baik yang berskala lokal, nasional maupun internasional.
Jika rakyat di suatu negara diperlakukan tidak adil oleh pemerintahnya, buruh diperlakukan tidak adil oleh majikannya dan sejenisnya, maka sudah barang tentu menjadi hak mereka untuk menuntut keadilan.

. . . . . . . perubahan politik negara yang dilakukan oleh rakyat atau massa pada umumnya dilakukan melalui aksi ekonomi atau politik, dimana salah satu perwujudan aksi politik tersebut adalah demonstrasi . . . . .

Salah satu cara damai (nonviolent) yang sah untuk menuntut keadilan adalah melalui “demonstrasi atau unjuk rasa“. Namun untuk isu-isu yang kontraversial (controversial issues) sering terjadi kontra demonstrasi yang dapat menyebabkan ada-nya bentrokan antara yang pro dengan yang kontra. Hal semacam ini menyebabkan terjadinya berbagai bentuk tindak kekerasan, sehingga demonstrasi tidak berlangsung secara damai.
Berdasarkan pengalaman, perubahan politik suatu negara yang dilakukan oleh rakyat atau massa pada umumnya dilakukan melalui aksi ekonomi atau politik , dimana salah satu perwujudan aksi politik tersebut adalah demonstrasi. Aksi politik ada yang dilakukan melalui parlemen (biasanya didahului oleh Pemilihan Umum), dan ada yang diluar parlemen (extra parlementer), aksi politik diluar parlemen a.l demonstrasi. Aksi politik diluar parlemen pada umumnya dilakukan, jika aksi melalui parlemen mengalami kemacetan. Sudah barang tentu hasil suatu demonstrasi tidak selalu seperti yang diharapkan, namun jika dipimpin dan dilaksanakan secara tepat akan membuahkan hasil yang sangat menentukan bagi terjadinya suatu perubahan politik.
Untuk memperoleh gambaran tentang aksi politik dengan cara “demonstrasi atau unjuk-rasa”, yang berlangsung di Indonesia maupun di luar negeri, dapat dilihat dari 4 peristiwa demontrasi yang pernah berlangsung di Indonesia (1945), di Republik Rakyat China (1989) dan di Amerika Serikat (1963 dan 2005) seperti berikut ini
  • Demonstrasi di Lapangan IKADA Jakarta, Indonesia, September 1945.
Demonstrasi di IKADA 1945
Demonstrasi ini berlangsung pada tanggal 19 Desember untuk menunjukkan dukungan rakyat tahadap proklamasi kemerdekaaan 17 Agustus 1945. Pada waktu proklamasi kemerdekaaan tersebut Jepang sudah menyerah tanpa syarat kepada Sekutu (Amerika Serikat dkk), tetapi Indonesia masih dikuasai oleh tentara pendudukan Jepang yang bersenjata lengkap. Untuk menunjukkan bahwa proklamasi tersebut didukung rakyat Indonesia, maka di lapangan IKADA (sekarang lapangan Merdeka/Monas Jakarta) diselenggarakan suatu demonstrasi oleh para pemuda yang diikuti oleh ribuan penduduk Jakarta dan sekitarnya. Presiden Republik Indonesia (Proklamator Kemerdekaan, Bung Karno) berpidato, dan demonstrasi berlangsung damai.
  • Demonstrasi di lapangan Tiananmen di Beijing, China, Mei 1989.
Demonstrasi ini dilakukan di lapangan Tiananmen ( Beijing ) oleh mahasiswa, cendekiawan, dan sejumlah aktivis buruh menuntut demokratisasi dalam kehidupan politik di Republik Rakyat China. Demontrasi ini mulai dari 15 April s/d 4 Juli 1989 dan berlangsung berdarah, sejumlah mahasiswa mati ditembak oleh tentara yang diperintahkan untuk membubarkan demonstrasi tersebut. Semula demonstrasi tersebut dipicu oleh ketidak stabilan ekonomi dan korupsi di RRC (Republik Rakyat China) yang merembet ke masalah-masalah politik.
  • Demonstrasi di Washington, Amerika Serikat, Agustus 1963.
Demonstrasi berlangsung pada 28 Agustus 1963 diikuti ribuan orang yang berbaris dari Monument Washington ke Lincoln Memorial. Demonstrasi ini dikenal sebagai “Civil Rights March” yang merupakan bagian dari gerakan “The African-American Civil Rights Movement “. Tujuan gerakan tersebut             (1955 – 1968) adalah menghapus dikriminasi terhadap warga-negara Amerika Serikat keturunan negro Afrika. Dalam tuntutannya digunakan slogan-slogan antara lain : “End Segregated Rules in Public Schools”, “We Demand Voting Rights Now”, dan “Job For All Now” .
  • Demonstrasi di Washington, Amerika Serikat, September 2005
Demonstrasi ini adalah manifestasi sikap sebagian rakyat Amerika Serikat yang menentang kebijakan pemerintahan Presiden Amerika Serikat George W Bush mengirim pasukan ke Irak untuk menggulingkan Presiden Irak Saddam Husien. Presiden George W Bush meyakini bahwa Irak memproduksi dan memiliki senjata pemusnah massal (Chemical weapon) yang ditakutkan digunakan untuk membantu kaum terorist dan untuk menyerang kepentingan-kepentingan Amerika Serikat serta sekutu Amerika Serikat (Israel), ternyata kepemilikan Irak akan senjata pemusnah massal itu adalah tidak benar.

Banyak demonstrasi-demonstrasi lain yang bersifat sangat specifik seperti ; demonstrasi menentang kenaikan harga ( misalnya : menentang kenaikan harga BBM), demonstrasi menentang kebijakan suatu perusahaan (misalnya : menentang mekanisasi pabrik) atau demonstrasi menentang/menyokong kebijakan tertentu pemerintah (misalnya: demostrasi menentang kebijakan impor beras atau demonstrasi menyokong program keluarga berencana), demonstrasi memamerkan kekuatan (misalnya ; parade kekuatan militer/senjata pada peringatan “Revolusi Oktober” di Uni Soviet agar sekutu-sekutunya tenang dan musuh-musuhnya menjadi takut) dllnya.
Seperti telah dikemukakan dimuka demonstrasi dapat terjadi di semua negara ; dapat terjadi di Amerika Serikat, China ataupun di Timot Leste, dan dapat pula terjadi di hampir sembarang tempat seperti di pabrik, gedung pemerintahan, lapangan ataupun di jalan-jalan.
Demonstrasi sebagai suatu aksi politik, jika ingin berhasil haruslah : merupakan aksi massa dan berkesinambungan, setiap komponen-nya sadar dan mengetahui tuntutannya, dilakukan secara terus menerus dengan intensitas yang senantiasa disesuaikan dengan situasi dan kondisi lapangan, serta mempunyai pimpinan yang tangguh . Pimpinan yang tangguh tersebut perlu memiliki sifat-sifat sebagai berikut :
  • Revolusioner, cerdas, tangkas, sabar dan cepat dapat menduga kejadian yang akan datang,
  • Bekerja atas dasar kekuatan yang benar-benar dapat dimilikinya, bukan atas dasar lamunan,
  • Mengetahui tabiat massa yang dipimpinnya (waktu dan cara rakyat/massa bereaksi terhadap kejadian-kejadian politik dan ekonomi),
  • Pandai membangkitkan semangat dengan semboyan-semboyan yang dapat mengubah “kemauan massa” menjadi “tindakan massa”
. . . . . Demonstrasi yang berserakan dimana-mana adalah seperti riak air dilautan yang luas, jika bertemu dengan angin yang tepat dan kuat dapat menjadi gelombang laut yang dahsjat yang dapat menenggelamkan kapal bahkan mengikis pantai . . . . .

Sering kali satu demonstrasi dengan demonstrasi lainnya tidak ada kaitannya, bahkan dilakukan oleh orang atau kelompok yang berlain-lainan pula. Namun seorang pemimpin perjuangan harus dapat melihat apakah demonstrasi-demonstrasi itu dapat disatukan menjadi satu kekuatan untuk kepentingan tujuan politik dan perjuangannya atau tidak. Jika dapat dipersatukan, maka demonstrasi-demonstrasi tersebut dapat membentuk aksi massa yang kuat; yang dapat menghancurkan siapa saja yang mencoba membendungnya.
Demonstrasi-demonstrasi yang berserakan dimana-mana adalah seperti riak air dilautan yang luas, jika bertemu dengan angin yang tepat dan kuat dapat menjadi gelombang laut yang dahsjat yang dapat menenggelamkan kapal bahkan dapat mengikis pantai atau meruntuhkan karang. Dalam kerangka satu strategi perjuangan secara tepat, demonstrasi akan memberi sumbangan yang berarti bagi suatu perjuangan politik. Hal itu berarti bahwa saat, tempo, tempat dan intensitas suatu demonstrasi haruslah sejalan dengan strategi perjuangan tersebut agar dapat berjalan secara efektip dan efisien.
Demonstrasi sebagai alat perjuangan politik memiliki sejumlah keuntungan sebagai berikut :
  • Demontrasi dapat dilakukan tanpa pimpinan perjuangan memperlihatkan dirinya,
  • Demonstrasi adalah kegiatan yang legal dan merupakan salah satu alat perjuangan yang sah, sehingga dapat dilakukan secara terbuka,
  • Dengan memegang suatu “strategi perjuangan” pimpinan perjuangan dapat membawa demonstrasi tersebut maju selangkah demi selangkah sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan perjuangan.
Dengan berkembangnya teknologi informasi dan adanya senjata nuklir dengan daya rusak yang dahsyat (mass destruction weapon), maka dimasa mendatang perang sebagai sarana penyelesiaan konflik – memperebutkan wilayah, sumber daya, kekuasaan dan lain-lain – tidak lagi terkonsentrasi pada perang fisik dengan menggunakan pasukan dan senjata. Penggunaan pasukan dan senjata akan membawa resiko terjadinya perang nuklir yang dapat membawa kehancuran seluruh muka bumi, oleh karena itu perang pada masa kini dan lebih-lebih pada masa mendatang akan lebih terkonsentrasi pada perang informasi termasuk propaganda, psikologi, dan lain-lain yang dibarengi dengan aksi massa seperti demonstrasi ataupun aksi ekonomi seperti boikot, dan pemogokan. Demonstrasi-demonstrasi yang terkendali dapat menjadi suatu kekuatan yang dahsyat dalam suatu perjuangan politik melebihi kekuatan pasukan bersenjata. Dan jika dijalankan dengan penuh semangat serta disiplin, maka demonstrasi akan berjalan efektip serta dapat membangkitkan timbulnya aksi-aksi lainnya seperti pemogokan dan boikot.
Dari uraian tersebut diatas terlihat, pada masa sekarang dan lebih-lebih pada masa mendatang, demonstrasi akan semakin digunakan dalam suatu perjuangan politik. Dan demonstrasi haruslah berada ditangan pimpinan yang tangguh agar dapat meperoleh kemenangan.
*
Waspadai pengetahuan palsu karena hal itu lebih berbahaya ketimbang kebodohan (George Berrnard Shaw).

Minggu, 09 Januari 2011

Sejarah

Ngunandiko.1

Tulisan ini mencoba memaknai arti “sejarah”. Seperti diketahui sejarah merupakan serangkaian peristiwa-peristiwa yang telah terjadi . . . . . . . . . . . rangkaian peristiwa-peristiwa itu hanya akan memiliki makna jika disusun – dalam bentuk tulisan, gambar dan lain-lain – dengan cara pandang tertentu. Yang menyusun rangkaian peristiwa-peristiwa itulah yang akan memberi makna dari sejarah itu. Oleh karena itu sejarah sering dikatakan sebagai konsep dari penulisnya.
Sebagai contoh rangkaian peristiwa-peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945 ; sejarah yang disusun oleh bangsa Indonesia memaknai bahwa proklamasi yang dibacakan oleh Ir.Sukarno pada tanggal 17 Agustus tersebut adalah pernyataan adanya bangsa dan negara Republik Indonesia yang merdeka, dan sejak saat persiapan proklamasi maupun setelah proklamasi rakyat Indonesia telah mengambil tindakan-tindakan yang perlu untuk menegakkan kedaulatan negara dan siap mempertahankan kemerdekaannya. Sudah barang tentu sejarah itu menyatakan hal-hal yang bermakna patriotik bagi bangsa Indonesia.


Bung Karno

Sedangkan sejarah proklamasi 17 Agustus 1945 yang disusun oleh bangsa Belanda ataupun bangsa-bangsa lain belum tentu demikian.

Ledakan bom Atom

 Demikian juga halnya rangkaian peristiwa jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki pada awal Agustus 1945 ; makna dari sejarah yang disusun oleh bangsa Jepang tentu lain dengan sejarah yang disusun oleh bangsa Amerika, walaupun peristiwanya sama yaitu jatuhnya bom atom di Hirosima dan Nagasaki.


*
Di dunia yang dipenuhi kebencian, kita harus memberi harapan. Di dunia yang dipenuhi kemarahan, kita harus memberi hiburan. Di dunia yang penuh keputusasaan, kita harus memberi impian. Dan di dunia yang penuh kecurigaan kita harus memberi keyakinan (Michael Jackson)

*