Minggu, 08 Juli 2018

Cerutu (Cigar)


Ngunandiko.153






Cerutu
(Cigar)


Pada tahun 1977 penyair WS Rendra (1935 – 2009) menulis "Sajak Sebatang Lisong", lisong itu berarti cerutu. “Ngunandiko” ingin secara singkat membahas dan merenungkan perihal “Cerutu (Cigar)”itu.

WS Rendra

Di Indonesia relatip tidak banyak orang merokok (mengisap) cerutu. Jika ada yang mengisap cerutu, hanyalah orang-orang kaya saja. Dengan sajak itu WS Rendra ingin menggambarkan ketimpangan masyarakat yang masih berlangsung di Indonesia Merdeka ini. Jauh sebelumnya Rudyard Kliping (1865 – 1936)  juga telah menulis puisi merokok  “The betrothed”.

Disini “Ngunandiko” tidak ingin membahas dan merenungkan perihal “lisong”  sajak karya WS Rendra ataupun tentang“merokok” di puisi  “The betrothed” karya Rudyard Kliping itu, tetapi lisong dan merokok dalam arti yang sesungguhnya. 

Dilihat dari bahan pembentuknya, maka lisong (cerutu) dapat didefinisikan sebagai suatu gulungan utuh daun tembakau, yang dikeringkan dan difermentasikan – mirip dengan rokok – dimana salah satu ujungnya dibakar dan asapnya dihisap oleh mulut melalui ujung lainnya.

Cerutu berasal dari kepulauan Karibia sebagai daun tembakau dalam kulit jagung, dan setelah Christopher Columbus mengenalnya pada 1492, menyebar ke semenanjung Iberia dan ke berbagai wilayah jajahan  Spanyol. Sekitar tahun 1670 dibawa ke India oleh Portugis. Masuknya cerutu ke Eropa Utara dibawa oleh pasukan Inggris dan Prancis dari Spanyol pada masa Perang Semenanjung. (the Peninsular War ; 1807 - 1814)

Dengan definisi seperti dikemukakan diatas, maka kiranya cerutu (cigar) dapat dikatakan secara lebih luas sebagai suatu benda (mirip rokok), yang memiliki beberapa peranan atau fungsi bagi kehidupan umat manusia antara lain seperti berikut : (1) Cerutu sebagai komoditi atau barang dagangan ; (2)  Cerutu sebagai benda pemberi rasa nyaman, dan ; (3) Cerutu sebagai pemberi ciri dari seseorang.

Ad (1). Cerutu sebagai komoditi ;
Cerutu sebagai komoditi sedikitnya ada 4 (empat) hal yang perlu diperhatikan, yaitu sbb :
  • Bahan Cerutu
Bahan Cerutu      : Pada  dasarnya Cerutu terbuat dari bahan-bahan  sbb : (a) bahan alami seperti daun tembakau  dan rempah (cengkeh dll) ; dan (b) bahan buatan (non alami) seperti bahan-bahan tambahan (flavor dll), bahan perekat, dan kertas.
  • Bentuk Cerutu
Bentuk Cerutu     : Cerutu dapat dibagi dalam 6 (enam) berdasar klasifikasi dari bentuk-nya sbb :

Pertama     :  Corona, berbentuk tabung memanjang dengan kepala bulat;
Kedua        : Panatelas, berbentuk panjang, langsing dengan sisi lurus, ujungnya meruncing atau bulat ; 

Ketiga       : Perfectos, berbentuk menipis ditengah dan meruncing ujungnya ; 

Keempat    : Londres, berbentuk silender, salah satu ujungnya tumpul (blunt) ; 

Kelima       : Bouquets, berukuran sedang meruncing dikedua ujungnya ; dan 

Keenam     : Clubs, berbentuk  full body.

Bentuk Cerutu

Selain bentuk-bentuk cerutu seperti tersebut diatas, ada yang disebut sebagai Cheroots dan Stogies, terbuat dari tembakau yang tidak digunakan dalam pembuatan cerutu standar. Cheroots dan Stogies itu terbuka di kedua ujungnya dan tidak memiliki kepala. Sedangkan modifikasi-nya tak terhitung jumlahnya, sebagian besar sebagai akibat dari penggunaan mesin
Cheroots and stogies , made of tobacco not used in standard cigars , are open at both ends and have no heads. Countless modifications exist, largely as a result of the use of machinery.
  • Merek Cerutu
Pada dasarnya merek cerutu digunakan oleh para produsen sebagai identitas produknya guna menarik konsumen. Hal itu dilakukannya dengan memperhatikan mudah tidaknya nama (merek) itu diingat dan dikenali, serta sejauh mungkin menggambarkan identitas (bentuk, sifat dan kualitas) dari cerutu tersebut, serta membedakannya dengan merek-merek lain. Berikut ini adalah contoh dari 12 (dua belas) merek cerutu yang terkenal di Indonesia sbb : Adipati Super Corona; Adipati Panatella; Ramayana Senoritas; Mundi Victor Boheme; Cadenza Robusto; Cadenza Espresso Churchill; Gold Medal Djanger; New Kenner King Extra; New Havana Extra Fine; Panter Cigar Royal; Panter Extra Cigarillos; dan Norra.
  • Pembuatan Cerutu    :
Semula cerutu dibuat oleh manusia dengan tangan (manual), sampai  pada tahun 1917 Rufus L. Paterson (dari North Carolina, Amerika Serikat)  mengembangkan mesin pengikat (bunch machine) dan mesin penggulung (rolling machine). Semasa masih dibuat dengan tangan, peralatan produksi terdiri dari papan, pengukur, dan pisau. Peralatan pembuat “Cerutu” itu; pada dasarnya tidak berubah sampai pada saat ini. Urutan langkah-langkah proses produksi-nya dalam garis besarnya adalah sebagai berikut :

Persiapan bahan è Pembentukan èPemotonganè PembungkusanèPengemasan

Persiapan bahan : mengolah daun tebakau supaya lentur dengan uap air, mengurutnya, menyemprot dengan bahan pemberi tambahan (flavor), mengeluarkan pelepah, menempatkan bagian tengah tandan di bagian dalam cerutu. 

Pembentukan      : memberi bentuk dengan menempatkan daun pengikat, membungkus tandan dengan daun pembungkus, membuat tempat untuk ujung dan selib 

Pemotongan       : Memotong batang cerutu dengan pisau pemotong, sehingga memiliki panjang yang tepat (seperti yang dikehendaki) ; 

Pemasangan Ujung dan Selip : Ujung adalah bagian yang masuk ke mulut berupa kepala, dan ujung yang lain adalah selip yaitu bagian yang dibakar. 

Pembungkusan    : Pembungkusan dimulai di selip dan berlanjut ke ujung (kepala), di mana bungkusnya diikat dengan pasta, biasanya dari lem karet tragakan. (Tragacanth is a natural gum obtained from the dried sap of several species of Middle Eastern legumes of the genus Astragalus, including A. adscendens). 

Pengemasan       : Cerutu yang telah dibungkus itu, dikemas (packaging) a.l dalam kotak cerutu.

Pada waktu ini cerutu adalah produk industry yang penting, memiliki skala besar, menyerap banyak tenaga kerja, dan menggunakan teknologi (mesin-mesin) yang canggih. Sebagai industry yang memiliki skala  besar, maka perlu pula adanya dukungan kebun tembakau yang luas sebagai sumber bahan baku. Amerika Serikat, Cuba, dan Indonesia adalah Negara-negara yang memiliki kebun tembakau yang luas.

Kebun Tembakau
 Amerika Serikat, kebun tembakau yang luas itu, misalnya ada di Virginia dan Tennessee ; Cuba ada di San Juan y Martinez ; Indonesia ada di Sumatra Utara (di sekitar Medan) dan Jawa Timur (di sekitar Besuki) ; serta  Philipina di sekitar Manila.

Ad (2). Cerutu sebagai benda pemberi rasa nyaman,
Seperti halnya makanan dan minuman, maka cerutu memberi rasa nyaman bagi pemakainya. Cerutu sebagai benda, jika dibakar dan dihisap asapnya akan memberi perasaan nyaman. Hal itu terutama karena cerutu memiliki kandungan bahan-bahan tkimia, antara lain di asapnya terdeteksi mengandung nikotin.
Kandungan nikotin itu ternyata berbahaya bagi kesehatan manusia, maka hal itu telah menyebabkan timbulnya secara luas gerakan untuk melarang konsumsi rokok pada umumnya dan konsumsi cerutu pada khususnya. 

Ad (3). Cerutu menjadi ciri dari seseorang.
Cerutu adalah juga menjadi ciri dari diri seseorang yang selalu menghisap-nya (merokok-nya). Sebagai gambaran berikut ini adalah orang-orang tersohor yang memiliki kebiasaan menghisap (merokok) cerutu antara lain adalah  sbb : 

Winston Churchill
(1). Aktor : George Burns (1807 – 1814) ; Clark Gable (1901 – 1960) dan (2). Politikus : Ulysses S. Grant (1822 – 1886); Winston Churchill (1874 – 1965); Joseph Stalin (1878 – 1963) ; Sukarno ( 1901 – 1979) ;  Suharto (1921 – 2008); dan Fidel Castro (1926 – 2008). Para perokok cerutu yang terkenal itu telah membawa ketenaran cerutu di tingkat dunia.

Sebagaimana telah dikemukakan dimuka, semula cerutu dibuat oleh manusia tanpa menggunakan mesin (manual),  kemudian dibuat secara terbatas dengan mesin, lalu dibuat dengan mesin secara massal.
 
Kini cerutu adalah hasil industri, hasil pabrik yang menggunakan : mesin-mesin (technology) ; bahan bakar dan tenaga listrik (energy) ; dan banyak orang (tenaga kerja). Industri cerutu telah menjadi bisnis yang penting serta berskala besar. Hal itu telah menimbulkan adanya pusat-pusat industry cerutu.

Dapat dikemukakan disini, bahwa pusat  industri cerutu yang pertama adalah di Seville, Spanyol. Pusat itu mengendalikan industri tembakau khususnya industry cerutu pada tahun 1700-an. Sekitar tahun 1800 pusat industri itu pindah ke Havana (Cuba), tetapi tetap di bawah kendali Spanyol secara ketat. Setelah tahun 1820, London mengembangkan industri yang cukup besar, hal itu sangat mengurangi dominasi Spanyol. 

Sekitar tahun 1830, pekerja-pekerja pabrik cerutu Kuba mulai pindah ke Key West (Amerika Serikat). Pada tahun 1868, Vincente Ibor dan Eduardo Gato memimpin sekelompok pekerja pabrik cerutu Kuba pindah ke Florida (Amerika Serikat) dan mendirikan pabrik cerutu  di Tampa, yang sekarang menjadi pusat industry cerutu.

Pusat pembuatan cerutu lainnya adalah di New York, Pennsylvania bagian Timur, Lembah Connecticut, Philadelphia, Baltimore, Cincinnati, St. Louis, dan  Albany, semuanya di Amerika Serikat.. Dan juga Manila di Filipina. Dengan menggunakan tembakau yang dibudidayakan di Hindia Belanda (sekarang Indonesia), berbagai kota di Belanda, termasuk Amsterdam, Rotterdam, dan Utrecht menjadi pusat-pusat industry cerutu yang penting pula.

Indonesia sebagai Negara yang memiliki kebun-kebun tembakau yang luas, juga memilik pabrik-pabrik cerutu, yaitu antara lain Pabrik Cerutu Boss Image Nusantara (BIN) di Jember (Jawa Timur) dan Pabrik Cerutu “Tarumartani” di Kalasan (Yogyakarta) ; keduanya memiliki kapasitas produksi maximal 100 juta batang cerutu per tahun. 

Dapat dikemukakan disini, bahwa konsumsi rokok jauh lebih besar dibandingkan dengan konsumsi cerutu. Pada tahun 2015 jumlah konsumsi rokok di seluruh dunia diperkirakan mencapai nilai hampir 700 miliar dollar setara dengan 5 miliar batang rokok atau 1 miliar perokok. Sedangkan cerutu diperkirakan hanya  dikonsumsi oleh 100 juta orang atau 10 % (sepuluh persen)  dari jumlah  perokok.
 
Demikianlah bahasan dan renungan secara singkat tentang “Cerutu”. Semoga bermanfaat !
*
Cigars served me for precisely fifty years as protection and a weapon in the combat of life ..... I owe to the cigar a great intensification of my capacity to work and a facilitation of my self-control (Sigmund Freud)
*