Selasa, 27 Desember 2011

P. Samosir


Ngunandiko.23

Pulau Samosir


Danau Toba & Pulau Samosir
Pada tahun 1970-an  saya sering  melakukan perjalanan Jakarta - Medan dengan pesawat udara pergi pulang, hampir setiap bulan. Biasanya saya ke Medan pagi hari dengan menggunakan pesawat Garuda dari bandara Kemayoran, dan kembalinya dari Medan kadang-kadang menggunakan pesawat Mandala dari bandara Polonia. Seingat saya pada waktu itu Jakarta – Medan dilayani oleh 3 (tiga) maskapai penerbangan yaitu : Garuda, Merpati Nusantara, dan Mandala.

Bandara Polonia  berada di dalam kota Medan, seperti halnya bandara Kemayoran ada di dalam kota Jakarta. Lokasi bandara Polonia sesungguhnya sangat dekat dengan  “Hotel Natour Dharma Deli” d/h “Hotel De Boer” dimana saya biasa menginap. Jarak antara hotel dan bandara Polonia lk 3 km , tetapi pada waktu itu rasanya cukup jauh. Jalan-jalan di kota Medan  (tahun 1970-an) relatip sepi, masih belum tampak adanya kemacetan
Manajemen bandar Polonia pada waktu itu dipegang bersama oleh manajemen  Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara Sipil. Di beberapa tempat masih terlihat ada orang berseragam AURI yang berjaga-jaga. Fasilitas bandara seperti tempat parkir kendaraan, ruang kedatangan, ruang pemberangkatan, tempat pembelian tiket, kantin  dan lain-lain masih sangat sederhana.
Pada suatu hari, kalau tidak salah pada bulan Agustus tahun 1976, sekitar pukul 12.00 wib siang saya sudah menunggu di ruang tunggu bandara Polonia, udara sangat panas dan ruang tunggu pada waktu itu belum dilengkapi dengan penyejuk ruangan (AC). Tidak berapa lama datanglah seorang Bapak berumur lk 50-an bersama seorang putrinya. Mereka berdua mengambil tempat duduk tepat di depan saya duduk, di sebuah kursi panjang dari kayu yang masih kosong.
Boarding pesawat Garuda ke Jakarta menurut jadwal jam 14.00 wib, jadi masih cukup lama. Tampaknya Bapak tadi merasa ke-panas-an, karena selalu  mengkipas-kipaskan surat kabar yang di bawanya dan sebentar-sebentar mengeluh (dengan logat Batak yang kental !) :  “Panas kali Pulau Sumatra ini” !
Mendengar keluhan Bapak tersebut – wajah dan logatnya saya kira  Bapak tersebut berasal dari pulau Sumatra juga – maka saya memberanikan diri bertanya kepadanya :   Bapak berasal dari mana ?
Jawab Bapak itu       :  Saya dari Pulau Samosir !
Mendengar jawaban Bapak tersebut dalam hati saya tersenyum, bukankah pulau Samosir adalah pulau Sumatra juga ?
*
Ketika berhadapan dengan orang, ingatlah Anda tidak sedang berurusan dengan makluk logika, tetapi makluk yang berperasaan (Dale Carnegie ; Pengajar, Amerika Serikat).

*


Tidak ada komentar:

Posting Komentar