Senin, 30 April 2012

Amerika Selatan


Ngunandiko No.27

Amerika Selatan
(Amerika Latin)

I.                    Pendahuluan.
                                                                                  
Amerika Selatan atau Amerika Latin adalah negara-negara yang terletak di selatan Amerika Serikat yaitu semua negara di wilayah benua Amerika bagian Selatan yang sebagian terbesar bekas koloni kerajaan Spanyol, Portugis, dan Perancis, termasuk pula negara-negara Karibia seperti Bahama, Dominika, Kuba, Haiti, Jamaika https://www.youtube.com/watch?time_continue=18&v=1tAgYj1vsHs, Nikaragua, Suriname, Trinidad, Tobago dll. Luas daratan seluruh Amerika Selatan lk 7 juta mil persegi dengan jumlah penduduk pada akhir abad ke-20 lebih dari 350 juta jiwa.

Peta Amerika Selatan


Pada masa pemerintahan Presiden Republik Indonesia IR.Sukarno tahun 1960-an, negara-negara Amerika Latin digolongkan oleh Bung Karno sebagai negara-negara New Emerging Forces bersama-sama negara-negara Asia dan Afrika yang memperoleh kemerdekaan-nya setelah Perang Dunia II. Sampai pada waktu ini negara-negara New Emerging Forces termasuk Amerika Latin masih terus berjuang untuk membebaskan dirinya dari ketergantungannya ke negara asing khususnya Amerika Serikat, dan berusaha pula membangun dunia baru yang lebih berkeadilan.
Sebagaimana diketahui perjuangan negara-negara Amerika Selatan membebaskan diri-nya dari kekuatan asing - khususnya Amerika Serikat - belum sepenuhnya berhasil. Oleh karena itu perjuangan-nya perlu terus didukung, dan senantiasa perlu pula disimak dan dipelajari.

Untuk memperoleh gambaran tentang perjuangannya tersebut, maka berikut ini adalah renungan singkat perjuangan negara dan rakyat Amerika Selatan pada abad ke-20 yang lalu. Sudah barang tentu uraian renungan ini jauh dari sempurna; kritik dan koreksi dari siapa saja yang berminat sangat diharapkan.

II.                  Kondisi Ekonomi & Politik.
Pada awal abad ke-20 di keluarga negara-negara Amerika Latin telah bertambah dengan dua negara yaitu Kuba dan Panama. Kuba merdeka dari Spanyol pada tahun 1902, dan Panama memisahkan diri dari Columbia pada tahun 1903. Meskipun telah menjadi negara merdeka, kedaulatan dari kedua negara tersebut masih terbatas dengan adanya kesepakatan bahwa tentara Amerika Serikat-lah yang bertanggung jawab menjamin kemerdekaan kedua negara tersebut. Sementara itu dalam dua dekade berikutnya Republik Dominika, Nikaragua, dan Haiti menjadi "protectorate 'dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1845, beberapa dasawara sebelum memasuki abad ke-20, Texas yang telah melepaskan diri dari Meksiko dan bergabung dengan Amerika Serikat. Disamping itu Amerika juga menginginkan wilayah Meksiko di Pantai Barat. Sudah barang tentu Meksiko tidak menyukai keinginan tersebut, maka "Perang Mesiko - Amerika" tidak dapat dihindari. Amerika Serikat berhasil memenangkan perang dan memperoleh wilayah California dan Amerika Serikat Barat Daya. Orang-orang Amerika di Utara tidak menyukai perang ini, karena merasa perang ini hanya untuk keuntungan Selatan.
Perlu pula diketahui sejak tahun 1900 investasi Amerika Serikat di Mesiko dan di negara-negara Karibia telah melampaui investasi Inggris. Hal itu berarti bahwa pada awal abad ke-20 Amerika Serikat sudah menancapkan pengaruh politik dan ekonomi di Amerika Latin dengan kuat. Kondisi seperti itu menyebabkan tumbuhnya sikap anti terhadap Amerika Serikat, yang dikenal oleh kalangan masyarakat Amerika Latin sebagai "Imperialis Yankee". Hal itu digambarkan secara tepat oleh seorang penulis Uruguay (Jose Enrique Rodo) sebagai   "Dering kutukan terhadap imperialisme Yankee". Enrique Rodo menyatakan bahwa sikap menentang pelanggaran militer, ekonomi, dan kultur dari "The Colosussus of the North"  adalah suatu sikap yang menjadi dambaan rakyat Amerika Latin. Meskipun rakyat dan negara-negara Amerika Latin sesungguhnya lebih membutuhkan terciptanya keadilan dan kemakmuran masyarakatnya. 
Pada masa tahun 1900-an negara-negara Amerika Latin adalah penghasil produk-produk primair guna kebutuhan ekspor. Oleh karena itu suatu kontraksi perdagangan dunia - karena depresi pada tahun 1890-an - menyebabkan kerawanan bagi Amerika Latin seperti tampak dengan terguncangnya ekonomi Argentina dan Kuba. Disamping itu imperialisme Eropa, yang dengan intensip meng-eksploitasi koloni-koloninya di wilayah tropis di Asia dan Afrika, menyebabkan terjadinya krisis kopi (1905) dan runtuhnya boom karet (1914) di Brasilia.
Beberapa saat setelah itu pecah Perang Dunia I (1914 - 1918) membawa makin susutnya volume perdagangan dunia. Kondisi itu ternyata tidak berlangsung lama, karena kerusakan lahan pertanian di Eropa berakibat terciptanya pasar baru bagi produk bahan makanan Amerika Latin. Namun cepatnya recovery lahan-lahan pertanian di Eropa tersebut (termasuk dihasilkannya gula beet) membawa pengaruh negatip bagi perdagangan produk-produk pertanian Amerika Latin.
Pada sepertiga bagian pertama dari abad ke-20 pemerintahan di Amerika Latin telah menjaga stabilitas ekspor hasil produksinya (roduk-produk primer) dengan membatasi dan memangkas produksi-nya, disamping mengadakan berbagai perjanjian perdagangan internasional untuk melindungi ekonominya. Dengan terjadinya depresi pada tahun 1930-an usaha tersebut tampak sia-sia, Amerika Latin menderita kerugian lebih besar dari yang seharusnya. Bahkan ketika secara umum ekonomi dunia telah membaik dan tumbuh, pengaturan internasional perdagangan komoditas tidak efektif melindungi Amerika Latin. Berkurangnya demand akan tembaga dan timah putih menyebabkan rusaknya ekonomi serta menyebabkan perpecahan sosial di Chili atau Bolivia.
Dengan berjalannya waktu, maka muncul kesadaran diantara masyarakat Amerika Latin, bahwa melindungi diri dari gejolak perubahan ekonomi dunia adalah mutlak diperlukan antara lain dengan melakukan diversifikasi ekonomi termasuk industrialisasi.
Perlu pula diketahui bahwa selama Perang Dunia ke-1 industrialisasi di Amerika Latin menjadi marak, pabrik-pabrik dibangun untuk memproduksi barang-barang konsumsi yang semula diperoleh dari Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar pabrik-pabrik yang dibangun tersebut adalah tergolong industri ringan, namun sewaktu terjadi banjir impor pada tahun 1920-an sebagian besar pabrik-pabrik tersebut mati tenggelam. Pada dekade berikutnya terlihat adanya gelombang naik dari industri ringan tersebut yaitu ketika ekspor produk primer Amerika Latin menurun, dimana Amerika Latin terpaksa mengurangi impor-nya serta menggantinya dengan memproduksi produk dalam negeri sebagai substitusi impor.
Industri substitusi impor terus tumbuh selama Perang Dunia II sampai perang berakhir. Beberapa negara seperti Brasilia dan Argentina membuat dinding tarif (tariff barrier) untuk melindungi industri substitusi impor tersebut serta mendukung penuh industrialisasi. Industri Argentina tumbuh dengan pesat dibawah program ambisious yang diluncurkan oleh diktator Juan D Peron, dan Brasilia tumbuh menjadi negara yang maju industri-nya. Promosi pemerintah tentang pembangunan pabrik-pabrik (industri) menggambarkan kemenangan kelompok penduduk kota terhadap kaum elite pendatang lama yang pada umumnya menguasai daerah-daerah pedesaan.

III.               Pertumbuhan kota & pemerintahan.
Pemerintahan kota di Amerika Selatan tumbuh dengan pesat sekitar pada awal abad ke-20, kaum imigran di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas terjadinya pertumbuhan pemerintahan kota tersebut. Para pekerja kontrak dari Italia, Spanyol dan Portugis, setelah beberapa tahun bekerja di perkebunan biji-bijian (gandum) atau di kebun-kebun kopi menghadapi kenyataan tidak mungkin memiliki tanah kebun bagi dirinya; kemudian mereka cenderung untuk tinggal di kota-kota. Perbaikan sanitasi dan terbasminya penyakit-penyakit seperti penyakit malaria - khususnya di kota-kota - ikut menyumbang pertumbuhan penduduk karena berkurangnya angka kematian,
Setelah Perang Dunia I kegiatan ekonomi dan perdagangan di Amerika Selatan pada umumnya berkembang, hal itu menyebabkan dibutuhkannya tenaga-tenaga managerial dan profesional disamping bertambahnya lapangan kerja bagi sekretaris, juru tulis, penjaga gudang, pekerja kereta api, pekerja pelabuhan, pekerja perpakiran dan lain- lain. Namun pada kenyataannya banyak posisi- posisi yang baik dalam bank-bank, perusahaan asuransi, pusat-puat perdagangan, dan berbagai fasilitas lainnya masih diisi oleh tenaga-tenaga managerial dan profesional asing, hal itu telah membangkitkan kemarahan para pekerja lokal. Kondisi seperti itu diperparah oleh kenyataan bahwa para kapitalis asing tampak hanya mengeruk sumber daya alam Amerika Latin saja, baik dari kebun-kebun maupun dari tambang-tambang.
Para politisi (demagog) kelas menengah di Amerika Latin mengritik elite penguasa sebagai antek kapitalis Inggris atau Amerika (Yankee). Para politisi yang sebagian besar kelas menengah terus berusaha mendapatkan dukungan dari para pekerja yang terancam hilang pekerjaannya saat ekspor produk-produk Amerika Latin terus menurun. Kondisi seperti itu menyebabkan faham nasionalisme tumbuh menjadi faktor penting dalam percaturan politik di Amerika Latin pada abad ke-20.
Sesungguhnya sejak abad ke-19 konstitusi Amerika Latin telah mengatur adanya pemerintahan yang dipilih oleh rakyat dan golongan-golongan, namun partisipasi rakyat belum memadai seperti terlihat dalam banyak pemilihan umum maupun penetapan pemenang dari pemilihan-pemilihan tersebut. Phenomena tersebut baru memperoleh perhatian secara luas pada abad ke-20.
Memasuki abad ke-20 kelompok-kelompok penduduk kota menghendaki reformasi cara-cara pemilihan, pelopor dari reformasi tersebut adalah kaum elite tua dari Argentina dan Chile. Adanya reformasi cara pemilihan telah memungkinkan partai kelas menengah radikal merebut posisi presiden di Argentina (1916) dan di Chile (1920). Sementara itu perubahan administrasi pemerihtahan telah berpengaruh terhadap kebebasan rakyat melakukan pemilihan; di Chilie pemilihan menjadi tidak demokratis lagi dan di Argentina sebagian besar "presiden terpilih" digulingkan oleh kudeta militer.
Di Uruguay, Kosta Rika, dan Kolumbia pada sebagian besar dari tiga perempat bagian pertama abad ke-20 pelaksanaan demokrasi politik berjalan cukup baik. Di Brasilia selama tahun-tahun 1945 - 1965 pemilihan juga telah berjalan dengan baik. Di Kuba (selama pendudukan Amerika Serikat dari tahun 1940 - 1952) telah dilakukan pemilihan umum, demikian pula di sebagian besar negara-negara republik Amerika Latin. Namun sejak awal tahun 1970-an dibanyak negara-negara di Amerika Latin menganut sistem satu partai yang unik, hal itu antara lain menyebabkan hasil pemilihan disemua tingkatan telah diketahui terlebih dahulu.

IV.                Munculnya Gerakan Revolusioner
Pengalaman pertama yang diperoleh oleh Mesiko pada abad ke-20 adalah adanya revolusi sosial di berbagai negara Amerika Latin. Pemberontakan pada tahun 1910 menghadirkan: revolusi pada tahun 1940; tambang dan pabrik minyak milik asing dinasionalisir; dan sebagian besar tanah-tanah produktip diambil-alih dan dibagikan kepada para petani. Serangan secara simultan dan berhasil terhadap "kapital asing (tambang minyak dll)" serta "hacendados domestik (tanah-tanah produktip)" tersebut tidak diduga sebelumnya.
Seperti diketahui pada tahun 1878 - 1911 Mesiko dibawah kediktatoran Porfirio Diaz dengan semboyan "Stabilitas dan Kemajuan" dapat berkembang dan maju menuju ke negara industri. Pemerintahan dilakukan-nya secara otoriter (tangan besi) dengan dukungan militer, kebebasan masyarakat dibatasi dengan kejam, dan pemilihan umum yang bebas dihindarinya. Hal itulah yang rupanya menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner dan pemberontakan rakyat Meksiko (1910 - 1920) yang kemudian menjadi revolusi sosial.
Revolusi Meksiko menyaksikan perpindahan dari kekuasaan diktator otoriter (yang mencoba membangun pemerintahan yang stabil) ke kekuasaan radikal dan revolusioner. Ketika revolusi berlangsung tambang-tambang minyak asing diambil alih dan kebun-kebun dibagikan kepada petani (rakyat miskin) oleh gerakan revolusioner; seperti yang dipimpin Emiliano Zapata.
Revolusi sosial tersebut bukan-lah terjadi secara tiba-tiba dan bukan pula oleh sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi karena berbagai alasan yang berakumulasi dan berseluk-beluk sbb:
  1. Perkembangan kapitalisme dan imperialisme yang rakus khususnya di Amerika Utara disatu fihak, dan berdirinya negara sosialis sebagai Pengetrapan paham Marxisme Leninisme di Rusia dilain fihak,
  2. Tumbuhnya nasionalisme yang berkolaborasi dengan kaum kapitalis , imperialis asing dan menimbulkan pemeritahan diktator- otoriter disatu fihak, dan rakyat banyak yang menuntut keadilan.
Seperti diketahui adanya gerakan revolusioner yang menyebabkan revolusi sosial tersebut selain di Mesiko juga terjadi di berbagai negara Amerika Latin lainnya. Untuk memberikan gambaran tentang hal itu berikut ini adalah uraian singkat tentang kondisi yang terjadi di Kuba, Chili, Bolivia dan Kolombia.

Kuba
Pada tahun 1895 - 1898, Kuba merupakan jajahan Spanyol, namun sebagian besar wilayah pedesaan dan sejumlah kota dikuasai oleh kekuatan revolusioner yang ingin menggulingkan-nya. Spanyol yang menguasai kota-kota besar berusaha menundukkan kekuatan revolusi tersebut, namun pertandingan tetap berlanjut. Perlawanan kaum revolusioner Kuba surut setelah pada tahun 1898 Amerika Serikat memenangkan "Perang Spanyol - Amerika" dan menduduki Kuba. Pada tahun 1902 Kuba mendapatkan kemerdekaan, dan tentara Amerika Serikat meninggalkan Kuba. Namun Amerika Serikat melalui "Amendment Platt"   masih memiliki wewenang yang besar dalam urusan-urusan dalam negeri Kuba, dan masih berada di Teluk Guantanamo dengan istilah menyewa.
Pada tahun 1902 - 1906 Kuba berada dalam masa damai yaitu sewaktu pemeritahan Tomas Estrada Palma sebagai presiden pertama. Namun antara tahun 1906 - 1909 dengan menggunakan pasal-pasal dalam "Amandemen Platt" tentara Amerika Serikat menduduki kembali Kuba. Pada tahun 1934 Amandemen Platt tersebut dicabut, namun keberadaan Amerika Serikat di Teluk Guantanamo terus diperpanjang sampai saat ini.
Setelah itu beberapa kali Kuba berganti pemerintahan, pada tahun 1952 Fulgencio Batista dapat mengambil alih (kudeta) pimpinan pemerintahan Kuba. Fulgencio Batista memimpin Kuba secara diktator otoriter, hal itu berakibat rakyat merasa tidak puas sehingga banyak kelompok yang menentangnya.
Pada November 1956 Fidel Castro dengan 82 orang pejuang - dilatih oleh Alberto Bayo mantan kolonel Tentara Republik Spanyol - menggulingkan kediktatoran Batista, dalam suasana masyarakat kecewa dan tidak puas terhadap pemerintah. Castro kemudian berhasil membangun negara komunis dengan sistem satu partai yang pertama di belahan Barat dunia. Castro tidak secara resmi mengungkapkan hal itu.

Chili
Menjelang akhir abad ke-19, pemerintah Chili di Santiago menjadi lebih kokoh posisinya karena: (1)     Kedaulatan Chili atas selat Magelhaens diakui Argentina, (2)    Wilayah Chili diperluas kearah utara yang berdampak hilangnya sepertiga akses Bolivia ke Samudra Pasifik, dan (3)   ditemukannya deposit senyawa nitrat yang berharga.
Eksploitasi deposit senyawa nitrat tersebut telah membawa Chili ke era kemakmuran. Namun konflik antara "Presiden" Jose-Manuel-Balmaceda dan "Kongres" telah memicu "Perang Saudara" (1891). Perang-saudara tersebut juga merupakan pertarungan antara pihak yang menghendaki pengembangan industri dalam negeri dengan fihak perbankan Chili yang mengutamakan ekspor sumberdaya alam (khususnya House of Edwards yang memiliki hubungan erat dengan kapitalis asing). "Kongres" memenangkan konflik tersebut, dan kemudian menerapkan sistem "republik parlementer".
Pada periode "republik parlementer" tersebut terjadi pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, namun juga ditandai oleh ketidakstabilan politik dan merupakan awal timbulnya apa yang disebut sebagai "masalah sosial" yaitu adanya gerakan revolusioner dari kaum proletar. Masalah sosial tersebut timbul karena tidak terwujudnya "pemerataan kemakmuran". 
Chili selama bertahun-tahun berganti-ganti pemerintahan, baik melalui kudeta militer maupun melalui proses pemilihan. Pada tahun 1970 Allende (berfaham sosialis) memenangkan pemilihan umum. Pemerintahan Allende mengajukan suatu program yang secara garis besarnya sbb:
  •           menjalankan sistem ekonomi dan sosial yang sosialistis,
  •           meningkatkan peran kaum buruh,
  •           melakukan nasionalisasi bank-bank asing, dan
  •           memperkuat "milisi rakyat".
Dibawah Allende kondisi ekonomi dan politik di Chili tidak menjadi stabil; media, politisi, serikat buruh, dan berbagai organisasi lainnya selalu melakukan aksi-aksi yang menentang Allende. Sejumlah aksi menentang Allende tersebut didukung oleh Amerika Serikat. Hal itu menyebabkan pada awal tahun 1973 Chili mengalami krisis ekonomi dan hiperinflasi sampai 600% s / d 800%. Krisis ekonomi tersebut diperparah oleh adanya pemogokan-pemogokan yang dilakukan oleh para dokter, guru, pemilik truk, pekerja tambang tembaga dll, serta didukung oleh mahasiswa.
Pada 26 Mei 1973 Mahkamah Agung Chili secara terbuka ikut serta menentang pemerintahan Allende, dan berpendapat bahwa kebijakan Allende adalah pemicu ketidak stabilan ekonomi, politik, dan sosial di Chlili.
Pada 11 September 1973 terjadi kudeta militer menggulingkan pemerintahan Allende. Kudeta militer tersebut kemudian membentuk junta militer yang dipimpin oleh Jenderal Augusto Pinochet, dan mengambil alih kendali negara. Meskipun kudeta tersebut ilegal menurut konstitusi Chili, namun "Mahkamah Agung Chili" mendukung dan memperkuat-nya. Pada 11 September 1980 sebuah "konstitusi baru" diiberlakukan melalui suatu referendum. Referendum ini kontraversial dan dipertanyakan oleh berbagai organisasi internasional.
Jenderal Pinochet menjadi presiden republik Chili selama 8 tahun. Setelah Pinochet memperoleh kekuasaan, beberapa ratus orang revolusioner meninggalkan Chili bergabung dengan tentara Sandinista di Nikaragua ,, pasukan gerilya di Argentina, atau ke kamp pelatihan di Kuba, Eropa Timur, dan Afrika Utara. 

Bolivia

Evo Morales
 Seperti diketahui sejak merdeka sampai medio abad ke-19 Bolivia telah kehilangan lebih dari setengah wilayah ke negara tetangga karena suatu peperangan. Pada akhir abad ke-19, meningkatnya harga emas dunia telah membawa Bolivia menjadi negara yang secara ekonomi rélatip makmur dan secara politik stabil. Sementara itu selama awal abad ke-20 "timah" telah menggantikan "emas" sebagai sumber kekayaan negara yang paling penting. Dalam tiga puluh tahun pertama abad ke-20 pemerintahan Bolivia didominasi oleh oleh elit yang menjalankan kebijakan sosial dan ekonomi liberal (laissez-faire). 


Pada tahun 1951 partai yang berbasis luas, Gerakan Nasionalis Revolusioner (Movimiento Nacionalista Revolucionario disingkat MNR), memenangkan pemilihan presiden Bolivia. Kemenangannya tersebut tidak didukung oleh kekuatan-kekuatan elit, namun MNR (1952) ternyata dapat melakukan suatu perubahan dengan sukses. Presiden Victor Paz Estenssoro dengan dukungan rakyat melakukan perubahan-perubahan sbb:
  •           memperkenalkan hak pilih,
  •          melaksanakan reformasi tanah,
  •           mempromosikan pendidikan pedesaan dan
  •           nasionalisasi tambang terbesar (timah).
Pada tahun 1964, junta militer menggulingkan Presiden Estenssoro, kemudian pada 1971 Hugo Banzer Suarez (seorang Kolonel AD) diangkat sebagai presiden Bolivia. MNR (1971-1974) mendukung pemerintahan Banzer. Selama pemerintahan presiden Banzer ekonomi Bolivia tumbuh dengan mengesankan, meskipun terjadi banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan krisis fiskal yang akhirnya melemahkan dukungan masyarakat terhadap-nya. Banzer pada tahun 1978 dipaksa menggelar pemilu, dan Bolivia kembali memasuki masa kekacauan politik.
Pada tahun 1979 dan 1981 dilaksanakan Pemilu, namun hasilnya tidak meyakinkan dan ditandai oleh banyak kecurangan. Setelah itu Bolivia selalu mengalami krisis politik dan ekonomi, pemerintahan tidak stabil (sering berganti-ganti melalui kudeta dan kontra kudeta militer), terjadi banyak pelanggaran HAM, dan marak praktek perdagangan narkotika. Bahkan menurut "Guinness World Records" selama kurang dari satu abad di Bolivia terjadi kudeta lebih dari 190 kali, terbanyak di dunia.
Selama pemerintahan presiden Gonzalo Sanchez de Lozada telah dilakukan reformasi ekonomi dan sosial secara agresip, dimana investor asing bisa menguasai 50% kepemilikan dan melakukan kontrol terhadap manajemen perusahaan publik seperti di perusahaan-perusahaan minyak bumi, telekomunikasi, penerbangan, kereta api dan listrik. Reformasi (dan restrukturisasi) ekonomi ini sangat ditentang oleh golongan tertentu yang terus melakukan protes dan bahkan kadang-kadang disertai kekerasan, terutama di La Paz (ibukota) dan Chapare (daerah penghasil koka).  
Pada tahun 1994 - 1996 pemerintah de Lozada menawarkan kompensasi moneter kepada petani koka ilegal di wilayah Chapare, jika mereka menghentikan penanaman koka. Kebijakan ini dapat sedikit mengurangi produksi koka. Seperti diketahui pada tahun 1990-an Bolivia adalah pemasok hampir sepertiga koka (bahan baku kokain) dunia.
Sementara itu Central Obrera Boliviana (COB) menentang berbagai kebijakan pemerintah Bolivia, namun tantangan itu tidak efektip seperti terlihat pada saat pemogokan guru (1995). Pada saat itu COB tidak dapat mengerahkan dukungan dari anggotanya termasuk dukungan dari para pekerja konstruksi dan pabrik. Pemogokan gagal. Kemudian pemerintah menyatakan negara dalam keadaan darurat militer untuk menjaga agar gangguan yang disebabkan oleh aksi para guru tersebut tidak terulang.
Seperti diketahui para guru tersebut dipimpin oleh pendukung Trotsky, dan dianggap sebagai serikat paling militan di COB. Kegagalan aksi para guru tersebut merupakan pukulan besar bagi COB, yang kemudian (1996) terperosok ke dalam pertikaian internal.
Kemudian antara Januari 1999 sampai April 2000 terjadi aksi protes dalam skala besar di kota terbesar ketiga di Bolivia (Cochabamba). Aksi protes tersebut adalah sebagai reaksi terhadap privatisasi sumber daya air. Akibat privatisai tersebut pengelola sumberdaya air (perusahaan asing) menaikan harga air sampai dan dua kali lipat.
Gonzalo Sanchez de Lozada mundur pada Oktober 2003, dan digantikan Wakil Presiden Carlos Mesa. Namun 6 bulan kemudian (Juni 2005) Mesa digantikan oleh ketua MA Eduardo Rodriguez. Pada 18 Desember 2005 Evo Morales - pemimpin sosialis pribumi - terpilih sebagai presiden.
Catatan: Pemimpin revolusioner Che Guevara dibunuh oleh tim gabungan CIA dan Angkatan Darat Bolivia pada 9 Oktober 1967, di Bolivia. Seorang perwira dalam tim yang menangkap dan menembak Che Guevara adalah Felix Rodriguez. Rodriguez mengatakan bahwa setelah ia menerima perintah presiden Bolivia, maka dilakukannya eksekusi terhadap Che Guevara.

Kolombia
FARC (Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia)









Republik Kolombia seperti yang dikenal sekarang terbentuk pada tahun 1886, setelah sebelumnya terjadi perang sipil selama dua tahun. Perang sipil seperti itu sering terjadi di Kolumbia, yang paling terkenal adalah "perang sipil 1000 hari (1899 - 1902)" yang terjadi bertepatan dengan keinginan Amerika Serikat mengambil alih pembangunan "Terusan Panama". Hal tersebut berakibat Panama menjadi sebuah negara merdeka lepas dari Kolombia pada tahun 1903.
Kolombia juga terlibat dalam perang yang cukup lama dengan Peru, karena konflik teritorial. Setelah perang dengan Peru berakhir Kolombia mengalami stabilitas politik, yang diselingi jeda karena pertikaian berdarah di akhir 1940-an s / d awal 1950-an, periode tersebut dikenal sebagai periode "La Violencia (Kekejaman)".
Sejak Gustavo Rojas berkuasa melalui sebuah kudeta, dan melakukan negosiasi dengan kaum gerilyawan (1953 - 1964) suasana kekejaman mereda. Setelah Gustavo Rojas, Kolumbia berada dibawah pemimpin militer Jenderal Gabriel Paris Gordillo. Meredanya suasana kekejaman tersebut ternyata tidak meniadakan adanya kontradiksi. Bahkan kekuatan kaum gerilyawan di desa-desa akhirnya secara resmi membentuk FARC (FARC atau   Fuerzas Armadas Revolucionarias de Colombia atau Revolutionary Armed Forces of Colombia, lihat Wikipedia) untuk melawan pemerintah yang dipandangnya pro Amerika Serikat.
Antara tahun 1980 - 1990 terbentuklah "kartel obat" yang kuat dan kejam di Kolumbia yaitu "Kartel Medellin" (Pablo Escobar)  dan "Kartel Kali", dalam hal tertentu kartel-kartel tersebut mempengaruhi politik dan ekonomi di Kolombia.
Pada tahun 1991 "Konstitusi Kolombia 1991" yang diajukan oleh "Badan Konstitusi Kolombia". diberlakukan. Konstitusi ini mengatur posisi-posisi penting di bidang politik, etnis, gender, dan hak assasi manusia (HAM).

V.                 Asosiasi Negara-negara Amerika Selatan.
Seperti diketahui pada tahun 1940 Tan Malaka telah memperkirakan, jika bumi terdiri dari 8 atau 9 "gabungan negara (negara raksasa)", maka bumi akan damai. Gabungan negara (negara raksasa) tersebut antara lain adalah "Amerika Serikat dan Canada" dengan luas daratan lk 8 juta mil persegi, dan "Amerika Selatan" dengan luas daratan lk 7 juta mil persegi.
Amerika Selatan atau Amerika Latin tersebut kini (2010) terdiri dari lebih 15 negara antara lain Argentina, Bolivia, Brasilia, Chili, Kolombia, dan Uruguay serta berpenduduk lebih dari 350 juta jiwa. Negara-negara Amerika Latin tersebut dapat dikatakan telah merupakan negara merdeka, namun tampaknya belum satupun menjadi negara "Merdeka 100%". Hanya "Trinidad & amp; amp; amp; amp; amp; amp; Tobago" serta "Antigua & amp; amp; amp; amp; amp; amp; Barbuda" yang termasuk dalam katagori "Merdeka 100% secara Kwantitatip" (lihat Merdeka100%)
Negara-negara Amerika Selatan sadar, bahwa mereka tidak akan mencapai "Merdeka 100%" jika tidak bersatu. Dan asosiasi tersebut hanya akan kokoh jika Amerika Selatan dapat menjadi "gabungan negara (negara raksasa)", dan Amerika Selatan sangat mungkin menjadi "gabungan negara (negara raksasa)" karena:
  • Memiliki sumberdaya yang cukup untuk seluruh kebutuhannya,
  • Memiliki luas wilayah yang memungkinkan setiap penduduk memiliki ruang yang cukup untuk hidupnya.
  • Memiliki iklim dan penduduk dengan adat-istiadat yang lebih kurang sama, dan
  • Mampu membentuk suatu pemerintahan yang demokratis. 

Simon Bolivar
Bahwa Amerika Selatan akan bersatu dan menjadi "gabungan negara (negara raksasa)" telah terlihat tanda-tandanya sejak lama.

Tanda itu antara lain tampak pada saat gerakan kemerdekaan Amerika Selatan (South American independence movement) pimpinan Simon Bolivar memperoleh kemenangan atas tentara pemerintah Spanyol di Ayachucho (1824).

L etak Ayacucho adalah di Peru (sekarang). Región Ayacucho adalah sebuah region (wilayah) di Peru yang memiliki luas wilayah 43.814 km².
 
Tanda-tanda bahwa Amerika Selatan akan bersatu menjadi "gabungan negara (negara raksasa) tersebut kemudian menjadi lebih nyata sejak hampir 50 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1969, dimana negara-negara Amerika Selatan telah berhasil membentuk berbagai kerja-sama antara lain sebagai berikut:
Pada 1969 lima negara Amerika Selatan yaitu Bolivia, Kolombia, Ekuador dan Peru menandatangani Andean Pact yang merupakan apa yang disebut sebagai "Andean Community".
  •               Latin American Economic System (SELA)
Pada 1975 terbentuk Latin American Economic System (SELA). Saat ini (2010) SELA beranggotakan Argentina, Barbados, Belize, Bolivia, Brasil, Chili, Kolombia, Kosta Rika, Kuba, Dominika, Ekuador, El Salvador, Grenada, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Jamaika, Meksiko, Nikaragua, Panama , Paraguay, Peru, Suriname, Trinidad & amp; amp; amp; amp; amp; amp; Tobago, Uruguay, dan Venezuela.
Pada 1980 Latin American Integration Association (LALA) berdiri. LALA beranggota 12 negara yaitu Argentina, Brasil, Bolivia, Chili, Kolombia, Kuba, Ekuador, Meksiko, Paraguay, Peru, Uruguay dan Venezuela.
  •            Mercado Común del Sur (Mercosur)
Pada 1991 Mercado Cumun de Sur (Mercosur) dibentuk oleh 4 negara yaitu Argentina, Brasil, Paraguay dan Uruguay. Mercosur dimaksudkan untuk memperkuat para anggotanya menghadapi perkembangan perekonomian dunia. Mercosur memiliki pasar dan tarif impor bersama. Pada tahun 2006, Venezuela bergabung menjadi anggota penuh Mercosur.
Kerjasama antar negara-negara tersebut kiranya dapat dipandang sebagai langkah awal menuju terbentuknya "negara gabungan" di   Amerika Selatan. ..

VI.               Penutup.
Sebagai penutup dari renungan ini ingin kami kemukakan hal-hal seperti berikut ini:
  1. Negara-negara Amerika Latin bersama dengan negara-negara Asia dan Afrika yang memperoleh kemerdekaan-nya setelah Perang Dunia II dinamakan oleh Bung Karno (Presiden Pertama Republik Indonesia) sebagai New Emerging Forces. Sampai pada waktu ini the New Emerging Forces masih terus berjuang untuk membebaskan diri dari ketergantungannya terhadap kekuatan lama yang telah mapan (the Old Established Forces) khususnya ketergantungan ke kekuatan kapitalisme & amp; amp; amp; amp; amp; amp; imperialisme dibawah pimpinan Amerika Serikat,
  2. Ekonomi negara-negara Amerika Latin pada abad ke-20 masih sangat tergantung pada ekspor produk primer yang berupa hasil pertanian, perternakan dan pertambangan. Sejumlah negara Amerika Latin telah memiliki industri yang cukup maju, namun kekuatan industrinya belum cukup untuk melindungi ekonominya terutama jika terjadi suatu kegoncangan ekonomi dan perdagangan dunia.
  3. Pada awal abad ke-20 kota-kota di Amerika Selatan tumbuh dengan pesat. Kaum imigran dari Portugal, Spanyol, Italia dll terutama di Argentina dan bagian selatan Brasilia berperan besar dan ikut bertanggung jawab atas terjadinya pertumbuhan kota-kota tersebut. Kota-kota tersebut menjadi pusat lembaga-lembaga keuangan (Bank, Asuransi dll) yang didominasi modal asing, dan menjadi simpul untuk menyedot hasil kekayaan alam (kebun, ternak, dan tambang) Amerika Latin.
  4. Pemerintahan di Amerika Selatan yang dilakukan secara otoriter (militer) dan yang didukung kekuatan asing menjadi penyebab utama munculnya gerakan revolusioner. Gerakan revolusioner tersebut jika berakumulasi dan berseluk-beluk dengan: (a) konflik internal di masing-masing negara (b) kapitalisme dan imperialisme yang rakus khususnya dari Amerika Utara, dan (c) faham sosialis sebagai Pengetrapan paham Marxisme Leninisme seperti yang terjadi di Rusia , maka akan membawa terjadinya revolusi sosial seperti yang terjadi di Mesiko, Kuba dll
  5. Amerika Selatan atau Amerika Latin sekarang (2010) terdiri dari lebih 15 negara seperti Argentina, Bolivia, Brasilia, Chili, Kolombia, Uruguay dan lain-lain; berpenduduk lebih dari 350 juta jiwa. Seluruh negara-negara Amerika Selatan tersebut dapat dikatakan telah merupakan negara merdeka, namun belum satupun menjadi negara "Merdeka 100%".
  6. Negara-negara Amerika Selatan tersebut sadar, bahwa mereka tidak akan mencapai "Merdeka 100%" jika tidak bersatu. Kesadaran tersebut mulai terlihat sejak kemenangan Simon Bolivar atas Spanyol di Ayachucho (1824), dan menjadi lebih nyata dengan terbentuknya berbagai kerjasama (1969).
  7. Asosiasi negara-negara Amerika Selatan akan kokoh jika dapat menjadi "gabungan negara (lihat ASLIA). Hal itu sangat mungkin karena secara keseluruhan Amerika Selatan memiliki: (1) Sumberdaya yang cukup bagi seluruh kebutuhannya, (2) Luas wilayah yang memungkinkan setiap penduduk memiliki ruang yang cukup, (3) Iklim dan adat-istiadat penduduk yang lebih kurang sama, dan (4) Kemampuan membangun pemerintahan yang demokratis.
Demikianlah renungan singkat tentang Amerika Selatan di abad ke-20 dan semoga bermanfaat!
*
The United States appear to be Destined by Providence to plague America with misery in the name of liberty (Simon Bolivar)
*

Kamis, 15 Maret 2012

Rumah kost


Ngunandiko.26

Tinggal di rumah pondokan

(rumah kost)

Ruang makan
Pada tahun 1950-an saya tinggal di rumah pondokan (rumah-kost) di kota Yogyakarta. Penghuni rumah-kost tersebut terdiri dari pemilik rumah suami & isteri, seorang anak bungsu-nya, dua orang pembantu,  dan kami anak kost sebanyak 5 (lima) orang. Keadaan rumah kost di Yogyakarta pada waktu itu berbeda dengan waktu sekarang (tahun 2000-an). Pada waktu itu kami anak pondokan (anak kost) dianggap oleh pemilik rumah sebagai keluarga  ;  makan, minum, cuci pakaian lain-lain diperlakukan-nya sebagai bagian dari keluarga.

Rumah kost kami terletak dijalan besar di suatu wilayah di kota Yogyakarta, kami masing-masing anak kost tinggal di kamar yang cukup luas lk 3.5 x 3 m2  ;  makan, minum, dan cucian telah termasuk dalam biaya kost. Kami membayar biaya kost setiap bulan Rp 25.00 – umumnya hanya Rp 15.00 s/d Rp 20.00 – harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 10 pada bulan yang bersangkutan. Seperti diketahui pada waktu ini (2010) biaya kost di Yogya sekitar  Rp 150.000 s/d Rp 250.000 per bulan per orang per kamar, dan harus dibayar setidaknya per tiga bulan sekaligus dimuka. Makan, minum, cucian dan lain-lain harus ditanggung oleh anak kost itu sendiri.

Saya dan putra bungsu pemilik kost masih duduk di kelas tiga SMA ; anak kost yang lain adalah mahasiswa, salah seorang diantaranya sudah ditingkat akhir (doktoral). Biasanya hanya putra bungsu pemilik rumah kost yang makan bersama kami anak-anak kost. Bapak & ibu pemilik kost sekali-kali juga makan bersama kami,  diikuti dengan  memberi petuah-petuah layaknya orang tua.

Sebagai anak kost kami memperoleh makan malam, makan siang dan makan pagi (sarapan). Sarapan biasanya nasi goreng atau roti berlapis dengan isi daging (sandwich), minumam (air putih, teh manis, dll) . Setiap hari Senen pagi kami memperoleh tambahan minuman satu gelas “susu sapi murni” yang telah tersedia di meja makan sejak jam 6.15 sampai jam 8.00 pagi ditempat  biasanya kami duduk ; putra bungsu dan anak kost mendapatkan jatah yang sama masing-masing satu gelas.

Umumnya kami – termasuk putera bungsu – sarapan pagi bersama-sama, karena jam pelajaran atau jam kuliah kami sama. Namun seringkali kakak kami yang sudah ditingkat doktoral tersebut terlambat makan pagi, karena jam kuliahnya tidak selalu pagi. Jika “si doktoral” terlambat makan pagi (sarapan), maka ia selalu tidak kebagian “susu sapi murni” lagi karena di-sikat (diminum) oleh teman-teman – maklum kami masih muda-muda sedang doyan-doyannya makan – yang sering  jahil.

Pada suatu hari Senen pagi  – entah karena apa – “si doktoral” tergesa-gesa pergi dan tidak sempat sarapan dan minum , namun rupanya ia ingin “jatah susu sapi murni” untuknya tidak disikat oleh teman lain, maka dibawah gelas susu tersebut  diletakkannya kertas dengan tulisan sudah saya ludahi (mungkin maksud-nya agar jangan disikat seperti biasanya).  Setelah beberapa lama “si doktoral” pun kembali ke rumah kost dan hendak minum susu sapi murni yang menjadi jatahnya. Namun ternyata kertas dengan tulisan  sudah saya ludahi tersebut ada tambahan tulisan sudah saya ludahi juga. “Si doktoral” pun terpaksa membatalkan maksudnya minum susu murni yang menjadi jatahnya. Dan untuk di hari Senen pagi itu segelas susu sapi murni tidak ada yang meminumnya.

*
Ke-tidakadil-an yang sama-sama dirasakan adalah sama dengan setengah keadilan 
(Nietzsche)
*

Minggu, 29 Januari 2012

Industri Ibu

Ngunandiko.25


Industri Ibu (Mother Industry)

Hampir semua negara di dunia ini mendambakan memiliki industri baja yang kuat dan tangguh. Karena industri baja adalah mother industry (ibu segala industri). Kemajuan industri baja pasti memicu penguatan sektor industri lainnya di suatu negara. Kenapa demikian, karena semua industri apalagi industri berat bertumpu pada baja. Bagaimana suatu negara bisa membangun industri alat rumah tangga, mesin jahit, elektronik, mobil, pesawat, kapal laut, senjata, perakitan mesin, konstruksi, dan lain sebagainya, jika tidak dipasok dengan baja berkualitas (Amien Rais).

Krakatau Steel

Seperti diketahui revolusi industri dimulai di Inggris kira-kira pada paruh kedua abad ke-18, kemudian menyebar ke Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang dan hampir keseluruh bagian dari planet bumi. Revolusi inilah yang menandai perubahan kehidupan ekonomi manusia, semula untuk memprodusi mengandalkan tenaga manusia dan hewan berubah menjadi mengandalkan peralatan mesin (manual labour and draft-animal–based economy towards machine-based manufacturing).
Pada abad 18, 19, dan awal abad 20 boleh dikatakan Inggris mengusai kehidupan ekonomi di bumi ini, hal itu a.l  terlihat dari luas wilayah yang berada dibawah pengaruhnya, serta bahasa dan mata uang Inggris yang digunakan dimana-mana. Namun kekuasaan Inggris tersebut kemudian  surut dengan munculnya kekuatan-kekuatan baru seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Rusia dan lain-lain. Negara-negara tersebut mampu mengurangi pengaruh Inggris karena memiliki industri yang   ditompang oleh kemampuan sumberdaya manusia dan sumberdaya  alam baik di negaranya maupun di koloni-koloninya.

Sejak revolusi industri orang mampu membuat mesin dan peralatan untuk membantu kegiatan-kegiatan  pertanian, pertambangan, transportasi, manufaktur (pembuatan barang-barang) dan lain-lain ; sehingga tercipta teknologi yang terus berkembang hampir di semua negara. Di negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Itali, Rusia, dan Jepang perkembangan teknologi tersebut tampak lebih cepat, karena mereka telah memiliki industri yang mampu membuat sendiri mesin dan peralatan. Sedangkan di koloni-koloni (sekarang disebut negara berkembang), dapat dikatakan  mesin dan peralatan belum dapat dibuatnya.
Industri yang menghasikan mesin dan peralatan dan industri yang menghasilkan energi, ditambah dengan teknologi dan kemampuan rancang bangun secara bersama akan merupakan suatu sistem produksi, sistem produksi inilah yang disini disebut sebagai industri-ibu. Secara sederhana industri-ibu adalah industri yang dapat  membuat industri atau industri yang melahirkan industri. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Itali, Rusia, dan Jepang itulah negara yang pertama-tama  memiliki “Industri Ibu”.
Industri-ibu itulah yang membuat negara-negara tersebut dapat menggengam wilayah kekuasaannya, karena dapat membuat sendiri berbagai sarana seperti ; alat transportasi ; alat untuk eksploitasi kebun & tambang ; senjata dan perlengkapan perang ; dan pabrik-pabrik yang menghasilkan berbagai barang. Dengan industri-ibu yang dimilikinya Amerika Serikat dapat membuat : alat dan sarana transportasi untuk menghubungkan seluruh wilayahnya yang luas ; alat pertanian untuk meng-eksploitasi kebun-kebunnya ; alat-alat pertambangan untuk meng-eksploitasi tambang-tambangnya ; pabrik-pabrik yang menghasilkan senjata, perlengkapan perang, barang-barang lain yang diperlukannya. Hal seperti itu juga berlaku untuk negara-negara lain yang memiliki Industri Ibu.


Negara yang memiliki wilayah yang luas dan  jumlah penduduk yang sangat banyak seperti  Brasilia ; China ; India ; Indonesia dll tidak cukup hanya memiliki industri, tetapi harus juga memiliki “Industri Ibu”. Dengan memiliki "Industri Ibu" maka negara tersebut dapat segera menyesuaikan dirinya terhadap segala perubahan yang mungkin terjadi.


Ada beberapa syarat suatu negara dapat memilik industri-ibu yang kuat. Pada dasarnya suatu negara akan dapat memiliki industri-ibu jika negara tersebut memiliki dan atau menguasai :
•    energi,
•    besi-baja, dan
•    kemampuan rekayasa & rancang bangun industri.

Sejarah mencatat bahwa  Inggris yang memiliki batubara dan bijih besi disertai kemampuan teknologi pembuatan besi-baja (iron making) dan pemurnian batubara  (refined coal), maka Inggris telah berhasil menciptakan sarana transportasi (kapal ber-mesin uap, dan lokomotip), membangun kanal-kanal dan jalan kereta api (canals and railways). Dengan adanya sarana transportasi tersebut ekonomi Inggris  dapat lebih cepat berkembang ( lihat : kereta api ).
Industri-ibu adalah perpaduan atau sinergi antara industri energi, besi-baja, dan rekayasa & rancang bangun industri. Sudah barang tentu semuanya itu harus disertai sumberdaya manusia yang berkwalitas.

Industri energi adalah industri yang menghasilkan bahan energi seperti batubara, bahan bakar minyak, bahan bakar gas, tenaga listrik dll ; industri besi-baja adalah industri yang menghasilkan besi-baja dalam arti luas termasuk mesin & peralatan ; dan industri rekayasa & rancang bangun adalah industri yang menghasilkan  kemampuan menjadikan mesin dan peralatan menjadi berbagai jenis pabrik dan sarana produksi. Kombinasi antara produk industri besi baja  ( misalnya : mesin & peralatan pabrik dll-nya), produk industri rekayasa & rancang bangun industri (misalnya : kemampuan merancang produk, merancang pabrik, melakukan  konstruksi & operasi pabrik dll-nya) ditambah dengan energi produk industri energi (misal-nya ; batubara, tenaga listrik dll-nya) itulah yang merupakan "Industri Ibu"

Sebagai gambaran pabrik sepatu, pabrik boneka, pabrik petasan, pabrik obat-obatan, pabrik minyak kelapa sawit (palm oil plant), pabrik pupuk, pabrik semen, pabrik penyulingan minyak (oil refinery plant), pabrik pemurnian batubara (coal refined plant), pabrik alat-alat elektronik (komputer, radio, TV dll), pabrik mobil, pabrik senjata, pabrik pesawat terbang dan pabrik-pabrik lainnya –   menggunakan teknologi sederhana maupun menggunakan teknologi tinggi –  pabrik-pabrik tersebut dapat berdiri dan beroperasi dengan baik, karena hasil bekerjanya perpaduan antara :
  • energi (mis : tenaga listrik, batubara dll), 
  • besi & baja (mis : tanki, reaktor, alat pemotong, alat penimbang dll), dan 
  • kemampuan rekayasa dan rancang bangun industri (mis : perancangan produk, perancangan proses, plant design, plant lay-out dan bangunan dll).
Pendek kata industri-ibu adalah industri yang melahirkan berbagai jenis pabrik dan sarana produksi.

Di masa ini dimana persaingan sengit antara satu negara dengan negara lain masih terjadi, maka tegak atau tumbangnya suatu negara tergantung dari kekuatan industri yang dimilikinya. Negara yang memiliki wilayah yang sangat luas dan  jumlah penduduk yang sangat banyak seperti  Brasilia, China, India, Indonesia dll agar dapat tetap tegak berdiri harus memiliki industri termasuk “Industri Ibu” (China dan India kiranya telah memiliki-nya).

Dengan memiliki industri-ibu, maka negara tersebut akan memiliki kemampuan  menyesuaikan dirinya dengan segera terhadap segala perubahan yang mungkin terjadi. Jika misalnya minyak bumi menjadi sangat langka, maka dengan industri-ibu yang dimilikinya negara tersebut dapat segera melakukan konversi minyak bumi dengan bahan-bahan lain (batubara, bio-energi dll), demikian hal-nya jika terjadi perubahan perubahan alat komunikasi, alat transportasi, alat & perlengkapan perang ataupun perubahan iklim. Negara yang memiliki industri-ibu akan tahan terhadap goncangan perubahan, karena negara tersebut dapat dengan segera menciptakan alat yang cocok dengan perubahan-perubahan tersebut.
Hal tersebut diatas tidak terbatas dengan perubahan yang terjadi secara alamiah, tetapi juga berlaku terhadap perubahan yang dipaksakan oleh negara-negara lain (musuh) seperti : embargo minyak, senjata,  pangan, atau embargo bahan-bahan lain. Keadaan seperti itu pernah terjadi pada saat terjadinya embargo minyak bumi (OPEC mengurangi pasokan minyak bumi) terhadap negara-negara maju, maka negara-negara maju – Amerika Serikat, Eropa Barat, Jepang dll –  yang memiliki industri ibu dapat segera menciptakan alat-alat yang hemat minyak bumi (hemat energi) bahkan menciptakan alat yang tidak lagi memakai minyak bumi.
Sesungguhnya Indonesia juga pernah mengalami hal yang serupa dimana bahan bakar minyak (BBM) karena meningkatnya beban subsidi yang harus ditanggung APBN, maka BBM tersebut perlu diganti (konversi) dengan bahan bakar gas (BBG). Indonesia kesulitan untuk segera menggantinya, karena a.l tidak segera mampu membuat alat konversi bagi alat-alat (kompor, alat masak etc ), mobil, generator dll yang semula memakai BBM menjadi memakai BBG. Jika Indonesia telah memiliki "Industri Ibu", maka pembuatan alat konversi tersebut sudah barang tentu dengan mudah dilakukannya.

Dengan memiliki “Industri Ibu”, maka Indonesia akan dapat menciptakan sendiri pabrik-pabrik yang berakar di bumi Indonesia serta sesuai dengan potensi yang dimilikinya, dan sesuai dengan kebutuhannya secara mandiri.

Sebelum menutup uaraian ini ada baiknya jika terlebih dahulu kita lihat posisi “Industri Ibu” di Indonesia sebagai berikut ini.

•    Pada saat ini (2012) Indonesia belum memiliki Industri Ibu, namun bibit-bibit “Industri Ibu” seperti : industri  energi,  besi-baja, dan  rakayasa & rancang bangun industri telah ada :

o    Dalam hal industri energi ; Indonesia memiliki potensi yang sangat kuat, karena memiliki  batubara, minyak dan gas bumi, panas bumi, tenaga surya, bio-mass dll. Disamping itu Indonesia juga telah memiliki kilang-kilang minyak & gas bumi yang dapat menghasilkan berbagai jenis bahan energi a.l BBM dan BBG ; serta telah meliliki sejumlah pusat tenaga listrik (PLTA, PLTG dan PLTU), bahkan telah mempersiapkan PLTN.
  
Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
 o    Dalam hal industri besi-baja potensi Indonesia masih lemah, walaupun telah memiliki beberapa pabrik besi-baja a.l Krakatau Steel dan lainnya yang berskala kecil. Sementara itu cadangan bijih besi yang telah diketahui di Indonesia terlalu kecil untuk membangun industri besi-baja yang kuat, namun jika Indonesia dapat bekerjasama dengan negara lain seperti Australia ( lihat : Aslia & Asean ), maka kelemahan tersebut akan dapat ditutupi. Disamping itu logam-logam lain seperti Aluminium, Mangan, Nikel, Tembaga, Timah, dll yang diperlukan pula dalam industri besi-baja tersedia dengan cukup di Indonesia.
o    Industri rakayasa & rancang bangun industri dapat dikatakan belum ada di Indonesia, namun kemampuan untuk itu telah ada a.l pada PT. Rakayasa Industri, PT. IKPT, dan PT Texmaco. Disamping itu Indonesia juga telah dapat membangun sendiri pabrik-pabrik a.l pabrik tekstil, pabrik minyak kelapa sawit, dan bahkan pesawat terbang, walaupun sebagian mesin dan peralatan masih harus di impor.

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa industri adalah kumpulan pabrik-pabrik dan kegiatan yang berkaitan. Pabrik-pabrik tersebut ada yang menghasilkan produk tekstil,  gelas, semen, bahan peledak, mobil, kereta api, senjata dll. Oleh karena hal itu maka Indonesia memerlukan adanya kemampuan rekayasa & rancang bangun industri untuk setiap jenis pabrik tersebut,  apakah pabrik tersebut pabrik tekstil, bahan peledak, senjata dan lain-lain.

•    Seperti telah dijelaskan industri-ibu adalah industri yang berfungsi menghasilkan berbagai jenis pabrik, kegiatannya dalam garis besarnya :

o    membuat rancangan (design) pabrik,
o    menyediakan/memilih mesin-mesin & peralatan pabrik,
o    membangun (erection & construction) pabrik, dan
o    menjaga agar pabrik tersebut dapat terus berjalan dengan normal.

Dengan memiliki industri-ibu sendiri, maka Indonesia akan dapat menciptakan, mengembangkan, menjalankan, dan merawat sendiri pabrik-pabrik-nya sesuai dengan potensi yang dimilikinya, serta sesuai dengan kebutuhannya secara mandiri (lihat : Kemandirian). "Industri Ibu" di Indonesia sekurang-kurangnya enam puluh persen (60 %) kepemilikannya harus ditangan negara dan bangsa Indonesia sendiri, jika tidak "Industri Ibu" tersebut akan menjadi "Kuda Troya".

Demikianlah uraian singkat tentang “Industri Ibu”, semoga bermanfaat !

*
Timbul, tumbuh dan tumbangnya Indonesia Merdeka di dunia – yang besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan yang cerdik – terutama tergantung pada industri-nya (Tan Malaka)
*

Jumat, 30 Desember 2011

Askes


Ngunandiko. 24



Duduklah dengan tenang sampai
di panggil

RS. Persahabatan
Sudah lebih dari 10 tahun, hampir setiap bulan, saya memeriksakan (kontrol) kesehatan  di RS Persahabatan - Jakarta, karena sejak tahun 90-an saya menderita tekanan darah tinggi (hypertensi). Saya memilih RS Persahabatan karena beberapa alasan ;  pertama karena RS Persahabatan melayani asuransi PT. Asuransi Kesehatan Indonesia (melayani ASKES), kedua sewaktu saya masih aktip sebagai pegawai negeri sipil (PNS) kalau melakukan pemeriksaan (check-up) tahunan sering di RS Persahabatan, dan ketiga saya pandang pelayanannya cukup baik.

Berobat menggunakan fasilitas ASKES  banyak suka dan juga banyak dukanya ; sukanya karena boleh dikatakan gratis khususnya untuk penyakit-penyakit seperti malaria, tbc, asma, thyphus dan lain-lain, sedangkan dukanya pelayanannya panjang (lama) dan berbelit , maka orang sering mengartikan ASKES dengan Aku Sering Kesel.

Semula yaitu pada akhir tahun 90-an belum begitu banyak PNS yang berobat di di RS Persahabatan dengan menggunakan fasilitas ASKES, saya rasa kurang dari 100 orang setiap harinya.  Saya datang di RS. Persahabatan biasanya sekitar jam 7.00 pagi – loket pelayanan belum dibuka, namun ada sekitar 10 orang yang telah antri –  selesai diperiksa oleh dokter dan keluar dari rumah sakit pada waktu itu lk jam 10.00 pagi untuk terus ambil obat di apotek yang ditunjuk yaitu Apotek Sana Medika lk 500 meter dari rumah sakit. Pelayanan di apotek cukup lama tergantung dari jenis obatnya, antara jam 12.00 - 13.00 siang saya telah dapat pulang dengan membawa obatnya.

Sejak tahun 2000-an,  jika saya datang jam 7.00 pagi, maka sekitar jam 11.30 siang – bahkan sering lebih –  saya baru keluar dari ruang dokter pemeriksa. Hal ini karena banyaknya orang yang berobat dengan fasilitas ASKES dan dengan fasilitas GAKIN, Gakin adalah singkatan dari keluarga miskin ( nama fasilitas yang mengerikan ya? ). Fasilitas Gakin tsb pada waktu ini saya dengar sudah ganti nama dengan "Jamkesmas".

Lebih dari 300 orang setiap hari yang berobat di RS Persahabatan yang menggunakan fasilitas ASKES dan GAKIN, mereka banyak yang sejak subuh telah meng-antri. Namun sekarang proses pendaftarannya lebih praktis, karena di bantu alat komputer – tapi komputernya sering mati –  kami tidak perlu lagi membuat foto-copy dokumen-dokumen (surat rujukan dari Puskesmas, resep dokter, hasil laboratorium dll).

Seperti telah saya kemukakan saya menderita hipertensi, saya diperiksa di Poli Penyakit Dalam. Jika saya datang jam 7.00 sekitar jam 11.30 siang baru keluar dari ruang dokter pemeriksa. Pertama-tama saya harus menunggu  (lk 2.00 jam ) di ruang tunggu  RS Persahabatan untuk mendapat SJP (SJP adalah singkatan dari Surat Jaminan Pengobatan), lalu saya ke ruang tunggu Poli Penyakit Dalam untuk menunggu (lk 0.50 jam) diukur tekanan darah (tensi) saya oleh paramedis, setelah itu kembali  ke ruang tunggu menunggu (lk 2.00 jam) di panggil ke ruang dokter untuk di periksa oleh dokter specialis penyakit dalam. Waktu menunggu tersebut kalau dijumlahkan lebih dari 5.00 jam, hampir sama dengan waktu yang ditempuh KA-Ekspres Argo Muria dari Jakarta ke Semarang. Proses membuat SJP, mengukur tekanan darah, dan dokter memeriksa sesungguhnya cepat, bahkan sangat cepat – terutama waktu dokter memeriksa –  saya rasa kurang dari satu menit. Waktu menunggu itulah yang panjang.

Ruang tunggu Poli Penyakit Dalam RS Persahabatan cukup luas (cukup untuk lk 100) orang, dengan sejumlah tempat duduk kayu, beberapa kipas angin besar, TV , dan didingnya ada papan pemberitahuan, papan iklan obat-obatan, dan lain-lain. Ruang tunggu Poli Penyakit Dalam RS Persahabatan sejak tahun 90-an sudah beberapa kali pindah.

Pada suatu hari saat saya datang di ruang tunggu tersebut disitu sudah ada seorang Bapak, sebaya dengan saya, sedang menunggu didampingi seorang wanita mungkin putrinya. Saya mengambil tempat duduk yang kosong  disebelahnya. Saya mengangguk dan tersenyum dan dibalasnya dengan mengangguk dan tersenyum pula. Setelah beberapa saat kami terdiam,  Bapak tersebut mengatakan bahwa dia adalah pensiunan PNS, dan menggunakan fasilitas ASKES untuk berobat, kemudian ia bertanya ; Apakah sampeyan dengan ASKES juga ?, Tanyanya !. Sambil tersenyum, saya jawab singkat “ya” !

Kami berdua kemudian terdiam kembali, karena ada pengumuman panggilan untuk di-tensi. Setelah yakin bahwa kami berdua tidak dipanggil, maka kami ngobrol kembali membicarakan penyakit kami masing-masing (hypertensi yang saya derita, dan sakit lever yang diderita-nya). Selagi kami asyik ngobrol tiba-tiba beberapa meter dari tempat kami duduk ada seorang Ibu berteriak minta tolong ; rupa-rupanya seorang Bapak (yang diantarnya !) jatuh pingsan. Mungkin karena lamanya menunggu.  Kira-kira 10 menit kemudian terlihat paramedis RS Persahabatan membawanya pergi dengan kereta dorong, entah kemana.

Kami hanya diam melihat dari tempat duduk, terkejut dan sedih. Beberapa saat kemudian . . . . . dengan tidak saya duga  Bapak disamping saya tersebut berkata (tampak dengan sungguh-sungguh) . . . . .  bahwa dia ngeri dan takut kalau menunggu diruang tunggu Poli Penyakit Dalam ini.

Kemudian terjadi dialog antara saya dan Bapak tersebut lebih kurang sbb :

  • Saya                               : Lho kok ngeri . . . . . bagaimana Pak?
  • Bapak tsb                  : Ya ! Saya ngeri dan takut kalau nunggu disini ! (sambil menunjuk papan pemberitahuan di ruang tunggu Poli Penyakit Dalam)


  • Saya                                   :  “Ngeri dan takut” karena apa Pak ?
  • Bapak tsb                            :  Kita harus menunggu . . . . . sampai dipanggil . . . . . . . kan artinya sampai mati (sambil tersenyum !). Dan sekali lagi di tujuknya papan pemberitahuan di dinding Poli Penyakit Dalam !
     

Setelah saya baca sekali lagi papan pemberitahuan di dinding ruang tunggu "Poli Penyakit Dalam" tersebut memang tertulis  “ . . . . . duduklah dengan tenang sampai dipanggil,  ah memang . . . " sampai dipanggil" . . . . . sering diartikan orang sebagai . . . . . . ."sampai mati".
Saya mengangguk-angguk tanda setuju, itulah ekspresi orang yang kesal menunggu ! Dan dalam hati saya tersenyum geli, bisa saja Bapak ini. 

Catatan : Ruang Tunggu Poli Penyakit Dalam di renovasi sejak Nov 2011.

*
Dalam kesehatan terdapat kebebasan. Kesehatan adalah hal paling pertama dalam semua kebebasan. (Henri Frederic Amiel ;1821 – 1881 , Penulis, Swiss)
*

Selasa, 27 Desember 2011

P. Samosir


Ngunandiko.23

Pulau Samosir


Danau Toba & Pulau Samosir
Pada tahun 1970-an  saya sering  melakukan perjalanan Jakarta - Medan dengan pesawat udara pergi pulang, hampir setiap bulan. Biasanya saya ke Medan pagi hari dengan menggunakan pesawat Garuda dari bandara Kemayoran, dan kembalinya dari Medan kadang-kadang menggunakan pesawat Mandala dari bandara Polonia. Seingat saya pada waktu itu Jakarta – Medan dilayani oleh 3 (tiga) maskapai penerbangan yaitu : Garuda, Merpati Nusantara, dan Mandala.

Bandara Polonia  berada di dalam kota Medan, seperti halnya bandara Kemayoran ada di dalam kota Jakarta. Lokasi bandara Polonia sesungguhnya sangat dekat dengan  “Hotel Natour Dharma Deli” d/h “Hotel De Boer” dimana saya biasa menginap. Jarak antara hotel dan bandara Polonia lk 3 km , tetapi pada waktu itu rasanya cukup jauh. Jalan-jalan di kota Medan  (tahun 1970-an) relatip sepi, masih belum tampak adanya kemacetan
Manajemen bandar Polonia pada waktu itu dipegang bersama oleh manajemen  Pangkalan Udara AURI dan Pelabuhan Udara Sipil. Di beberapa tempat masih terlihat ada orang berseragam AURI yang berjaga-jaga. Fasilitas bandara seperti tempat parkir kendaraan, ruang kedatangan, ruang pemberangkatan, tempat pembelian tiket, kantin  dan lain-lain masih sangat sederhana.
Pada suatu hari, kalau tidak salah pada bulan Agustus tahun 1976, sekitar pukul 12.00 wib siang saya sudah menunggu di ruang tunggu bandara Polonia, udara sangat panas dan ruang tunggu pada waktu itu belum dilengkapi dengan penyejuk ruangan (AC). Tidak berapa lama datanglah seorang Bapak berumur lk 50-an bersama seorang putrinya. Mereka berdua mengambil tempat duduk tepat di depan saya duduk, di sebuah kursi panjang dari kayu yang masih kosong.
Boarding pesawat Garuda ke Jakarta menurut jadwal jam 14.00 wib, jadi masih cukup lama. Tampaknya Bapak tadi merasa ke-panas-an, karena selalu  mengkipas-kipaskan surat kabar yang di bawanya dan sebentar-sebentar mengeluh (dengan logat Batak yang kental !) :  “Panas kali Pulau Sumatra ini” !
Mendengar keluhan Bapak tersebut – wajah dan logatnya saya kira  Bapak tersebut berasal dari pulau Sumatra juga – maka saya memberanikan diri bertanya kepadanya :   Bapak berasal dari mana ?
Jawab Bapak itu       :  Saya dari Pulau Samosir !
Mendengar jawaban Bapak tersebut dalam hati saya tersenyum, bukankah pulau Samosir adalah pulau Sumatra juga ?
*
Ketika berhadapan dengan orang, ingatlah Anda tidak sedang berurusan dengan makluk logika, tetapi makluk yang berperasaan (Dale Carnegie ; Pengajar, Amerika Serikat).

*