Sabtu, 10 Februari 2018

Demokrasi


Ngunandiko 143





DEMOKRASI


Demokrasi itu timbul, karena adanya tuntutan akan persamaan. Pertama-tama adalah persamaan dalam bidang politik dan hukum, dan kemudian   dalam bidang social, ekonomi dan lain-lain.

Pada kesempatan ini “Ngunandiko” ingin membahas dan merenungkan secara singkat tentang arti “DEMOKRASI”. Demokrasi (Yunani : demokratia ; demos = rakyat ; kratein = memerintah, kratia = pemerintahan) adalah pemerintahan yang disertai dengan pengawasan. Hal itu berarti bahwa pemerintah dalam mengambil keputusan harus berbagi dengan semua fihak terkait. Pengawasan lembaga-lembaga pemerintahan dan kemasyarakatan dilakukan oleh dan untuk  kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Demokrasi di negara-negara kota (city-states) di Yunani, kira-kira ada pada abad ke-6 sampai abad ke-5 SM, hanyalah bagi warganegara saja. Yang dimaksud dengan warganegara disini adalah bukan orang asing dan juga bukan budak belian.

Athena

Sedangkan demokrasi pada masa Republik Romawi, sekitar tahun 500 SM, lahirlah apa yang disebut sebagai perwakilan rakyat.

Disamping itu dalam sejarah Eropa pada abad Pertengahan atau jaman Pertengahan, antara abad ke-5 sampai dengan abad ke-15, di Inggris timbul angan-angan tentang adanya perjanjian antara yang diperintah dan yang memerintah. Abad Pertengahan itu bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.

Demokrasi itu timbul, karena adanya tuntutan akan persamaan. Pertama-tama adalah persamaan dalam bidang politik dan hukum, dan kemudian   dalam bidang social, ekonomi dan lain-lain.

Sementara itu dalam suatu negara demokrasi liberal, kepercayaan rakyat ditumpahkan pada suatu system kepartai-an yang saling bersaingan (mis : melalui PEMILU). Demokrasi liberal disebut oleh banyak fihak sebagai demokrasi modern, pada awalnya dan pada utamanya timbul karena pengaruh :
  • revolusi kaum Puritan di Inggris ;
  • revolusi Amerika (1775 – 1783); dan
  • revolusi Perancis (1789 – 1799).

Sedangkan ahli-ahli teori demokrasi yang berpengaruh antara lain :
  • John Locke (1632 – 1704), Inggris ;
  • Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778), Perancis ; dan
  • Thomas Jefferson (1743 – 1826), Amerika.

Sedangkan Indonesia, segera setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, lalu menetapkan undang-undang dasar (UUD RI 1945) pada 18 Agustus 1945. Undang-undang itu menunjukkan bahwa negara Republik Indonesia adalah Negara demokrasi. 

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 atau UUD ’45 itu adalah hukum dasar tertulis (basic law) konstitusi pemerintahan Negara Republik Indonesia.


Pada kurun waktu 1999 – 2002 ; UUD ‘45 mengalami 4 (empat) kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia.

Seperti diketahui UUD ‘45 itu disahkan sebagai undang-undang dasar Negara oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun karena politik kompromi dengan penjajah Belanda,  yang hendak menjajah kembali Indonesia, maka melalui Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, sejak 27 Desember 1949 di seluruh Indonesia yang berlaku adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). 

Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS bubar, dan di Indonesia berlaku Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950). Dekrit Presiden Sukarno tanggal  5 Juli 1959  memberlakukan UUD ‘45 kembali,  kemudian UUD ‘45 itu dikukuhkan  oleh  DPR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-royong) pada tanggal 22 Juli 1959 secara aklamasi.

Setelah dekrit Presiden  5 Juli 1959 itu, maka sistem ketatanegaraan Republik Indonesia itu (termasuk adanya lembaga-lembaga negara) dalam arti distribusi kekuasaan, hak dan tanggung jawab, pemilihan, dan lain-lain di antara  lembaga-lembaga tertinggi negara seperti : Pemerintah (Presiden) ; Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ; Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ; Makamah Agung ; Badan Pengawas Keuangan ; dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA)  dan lain-lain diatur kembali menurut UUD ’45.

Disamping sistem ketatanegaraan Republik Indonesia seperti itu, juga diatur tata cara pengambilan keputusan yang disusun sebagai suatu pedoman pelaksanaan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Pedoman tersebut diatur dalam suatu Ketetapan MPR

Gedung MPR/DPR RI


Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dan tata cara pengambilan keputusan berdasar UUD ‘45  tersebut adalah yang dinamakan “Demokrasi Terpimpin”. Proses pelaksanaan dalam hal mengambil  keputusan  dalam “Demokrasi Terpimpin”  diatur oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Demokrasi Terpimpin seperti itu dimaksudkan untuk menentang sifat-sifat liberal dari demokrasi Barat, yang dianggap bertentangan  dengan azas-azas permusyawaratan untuk mencapai mufakat sesuai dengan Pancasila yang dianut oleh Indonesia. Sebagaimana diketahui selama Indonesia menjalankan demokrasi Barat (demokrasi liberal) tahun 1950 – 1959, pemerintahan (kabinet) selalu jatuh bangun, dan rata-rata pemerintahan yang dipimpin oleh seorang PM (Perdana Menteri) berumur sangat pendek l.k 3 -4 bulan saja.

Sejak dekrit kembali ke Undang-undang Dasar ‘45 dinyatakan oleh Presiden Republik Indonesia Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959, maka di Indonesia berlaku “Demokrasi Terpimpin”.  Dengan Demokrasi Terpimpin ini,  maka Negara Republik Indonesia  memiliki Presiden, menteri,  lembaga-lembaga Negara dan sarana lain untuk mencapai tujuan. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah (Presiden) dipandu oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pemantauan terhadap kinerja pemerintah dilakukan oleh rakyat melalui MPR dan dipantau oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden dipilih secara periodik 5 tahun sekali.

Dalam pelaksanaannya Demokrasi Terpimpin ini terlalu menonjolkan unsur pimpinan. Sebagai gambaran pimpinan diberi hak untuk mengambil keputusan apabila tidak dicapai mufakat dalam suatu permusyawaratan, Oleh karena itu Demokrasi Terpimpin meluncur ke terpusatnya kekuasaan pada pimpinan cq Presiden Sukarno yang a.l membuahkan : pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti penangkapan terhadap kaum oposisi ; polisi dan tentara ikut berpolitik (Dwifungsi ABRI) ; pemberontakan G-30-S/PKI 1 Oktober 1965 ; dan lain-lain.

Pemberontakan  G-30-S/PKI,  1 Oktober 1965  tersebut dapat dipadamkan oleh TNI bersama rakyat dibawah pimpinan Jenderal Suharto, namun kemudian ternyata hal itu diikuti oleh berakhirnya pemerintahan Presiden Sukarno. Pemerintahan Presiden Sukarno ini sering disebut sebagai  Pemerintahan Orde Lama (1957 – 1966). Sedangkan   pemerintahan dibawah Presiden Suharto sesudahnya, sering disebut sebagai Pemerintahan Orde Baru (1966 – 1998).

Sementara itu pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Demokrasi Terpimpin telah diubahnya menjadi Demokrasi Pancasila. Pada dasarnya   Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila adalah sama. Namun  dalam Demokrasi Terpimpin, PKI (Partai Komunis Indonesia) dibiarkan hidup dengan subur, sedangkan dalam Demokrasi Pancasila  PKI (Partai Komunis Indonesia) dan ajaran Marxisme-Leninisme dilarang.

Dalam rangka pemurnian pelaksanaan Demokrasi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 di masa Orde Baru, maka disusun suatu pedoman pelaksanaan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (seperti yang telah diterangkan dimuka) Pedoman tersebut diatur dalam suatu Ketetapan MPR yang dinamakan “Ketetapan tentang pedoman pelaksanaan Demokrasi Pancasila” l.k sbb :

(1)    Mufakat dan/atau putusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak sebagai hasil musyawarah haruslah bermutu tinggi yang dapat dipertanggung-jawabkan dan tidak bertentangan dengan dasar Negara Pancasila dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sebagai termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 ;
(2)        Segala putusan diusahakan dengan cara musyawarah untuk mufakat di antara semua golongan-golongan musyawarah.
(3)        Apabila yang disebut dalam ayat (2) itu tidak dapat segera terlaksana, maka pimpinan musyawarah mengusahakan/berdaya upaya agar musyawarah dapat berhasil mencapai mufakat.
(4)        Apabila yang tersebut dalam ayat (3) itu setelah diusahakan sungguh-sungguh tidak juga dapat terlaksana, maka keputusan ditetapkan dengan persetujuan suara terbanyak sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat (3) dan pasal 6 ayat (2),
(5)        Kecuali ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 37 ayat (2), maka segala putusan diambil dengan persetujuan suara terbanyak yang lebih dari separoh quorum (sedikitnya separoh lebih satu daripada quorum). Apabila karena sifat masalah yang dihadapi tidak mungkin dicapai keputusan dengan menggunakan sistim suara terbanyak termaksud secara sekali jalan (langsung), maka diusahakan sedemikian rupa sehingga putusan terakhir masih juga ditetapkan dengan persetujuan suara terbanyak.
(6)  Apabila dalam mengambil putusan berdasarkan persetujuan suara terbanyak suara-suara sama berat, maka dalam hal musyawarah itu lengkap anggotanya, usul yang bersangkutan dianggap ditolak, atau dalam hal lain maka pengambilan keputusan ditangguhkan sampai musyawarah yang berikutnya.
(7)        Apabila dalam musyawarah yang berikutnya itu sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.
(8)       Pemungutan suara tentang orang dan masalah-masalah yang dipandang penting oleh musyawarah dilakukan dengan rahasia atau tertulis dan apabila suara-suara sama-sama berat, maka pemungutan suara diulang sekali lagi dan apabila suara-suara masih sama berat, maka orang dan atau usul dalam permasalahan yang bersangkutan dianggap ditolak.

Dalam pedoman Demokrasi Pancasila ini, pemimpin  tidak lagi diberi peranan atau kedudukan yang berlebihan, tidak seperti dalam Demokrasi Terpimpin. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pemusatan kekuasaan yang mengakibatkan timbulnya kediktatoran.

Namun pada kenyataannya kekuasaan pelaksana, kekuasaan perencana dan kekuasaan pengawasan dalam Demokrasi Pancasila sekaligus berada ditangan Presiden Suharto, sehingga selama pemerintahan Orde Baru tersebut, tidak ada kekuasaan legal diluarnya yang mampu melakukan koreksi. Hal itu berjalan untuk waktu yang panjang (1966 – 1998) sampai gerakan reformasi yang dimotori oleh para pemuda/mahasiswa meruntuhkannya dan Jenderal Suharto mundur dari tahta Presiden Republik Indonesia pada Mei 1998 (lihat : Good Corporate Government).

Patut pula diketahui bahwa setelah Orde Baru tumbang, pada kurun waktu 1999 – 2002, UUD ‘45 mengalami telah 4 (empat) kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia.

Setelah Jenderal Suharto mundur dari tahta Presiden Republik Indonesia pada Mei 1998 dan digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie,  maka Indonesia memasuki masa reformasi. Masa reformasi Indonesia  ini,  kini telah memasuki tahun yang ke 20.

Keadaan Indonesia setelah reformasi jika diukur dari Gross Domestic Product (GDP) ; Human Development Index (HDI) ; dan Democracy Ratings dan dibandingkan dengan beberapa Negara berkembang lainnya tampak sebagai berikut :



  • Gross Domestic Product

Gross Domestic Product (GDP)
No.
Negara
USD per kapita
Keterangan
01
Singapura
52.570
GDP 2016 (World Bank)
02
Malaysia
9.503
GDP 2016 (World Bank)
03
Thailand
5.908
GDP 2016 (World Bank)
04
Indonesia
3.570
GDP 2016 (World Bank)
05
Vietnam
2.186
GDP 2016 (World Bank)






  • Human Development Index

Human Development Index (HDI)
No.
Negara
Ranking Index
Keterangan
01
Aljasair
104
HDI menengah, 2016
02
Philipina
105
HDI menengah, 2016
03
Indonesia
111
HDI menengah, 2016
04
Vietnam
116
HDI menengah, 2016
05
Uzbekistan
119
HDI menengah, 2016






  • Democracy Rating.


Gross Domestic Product Indonesia : USD 3570 per capita (2016) dibawah Thailand diatas Vietnam ; Human Development Index (HDI) : pada posisi menengah (111) pada tahun 2016 dibawah Pilipina diatas Vietnam ; dan Democracy Rating : pada diposisi 7 - 8 dibawah Singapura. Tampak dari uraian diatas dan dari angka-angka GDP, HDI Index, serta Democracy Rating secara keseluruhan keadaan Indonesia setelah reformasi dapat dikatakan tidak memburuk.

Sebagaimana diketahui selama abad ke-20 jumlah negara yang memiliki lembaga-lembaga politik berdasar demokrasi perwakilan – termasuk Indonesia – meningkat secara menyolok. Pada awal abad ke-21, diperkirakan sepertiga negara-negara merdeka di dunia yang memiliki lembaga-lembaga  demokrasi jumlahnya kira-kira sama dengan negara-negara demokrasi berbahasa Inggris seperti Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru  ditambah dengan negara-negara demokrasi yang lebih tua seperti Swiss, Swedia, dan Norwegia. Secara keseluruhan negara-negara demokrasi dan hampir demokrasi kira-kira setengah populasi Negara-negara di muka bumi.

Apa yang menyebabkan bertambahnya jumlah negara-negara demokratis dan hampir demokratis ? Penjelasan atas pertanyaan itu adalah bahwa negara-negara yang tidak memiliki sifat sifat demokrasi – Negara kuno ataupun modern - mengalami kegagalan politik, ekonomi, diplomatik dan militer yang sangat mengurangi daya tariknya. Bahwa negara-negara yang tidak memiliki sifat sifat demokrasi menjadi sangat berkurang daya tariknya a.l adalah karena hal-hal sebagai berikut :
  • kemenangan Sekutu (Kerajaan Inggris, Rusia, Italia, Amerika Serikat dll) terhadap Blok Sentral (Jerman, Austria - Hongaria, Turki Usmani dll) dalam Perang Dunia I (1914 – 1918), maka sistem monarki, aristokrasi, dan oligarki kuno tidak lagi dianggap sah.
  • kekalahan militer Blok Poros ( Militeris Jepang, Facis Italia, dan Nazi Jerman) dalam Perang Dunia II (1939 -1945), menjadikan faham fasisme tidak disukai lagi.
  • faham komunisme bergaya Russia (Stalinisme) juga tidak menarik, terutama setelah runtuhnya ekonomi dan politik Uni Soviet pada tahun 1990-91.
  • kegagalan  diktator-diktator militer di Amerika Latin pada tahun 1980-an dan 1990-an (lihat : Diktator).

Perubahan ideologi mempengaruhi perubahan ekonomi, begitu pula sebaliknya. Ekonomi  pada abad ke-20 dan awal abad ke-21 sangat terpusat di bawah kendali Negara. Langsung atau tidak langsung Negara mengendalikan perusahaan-perusahaan (akibat etatisme). Dengan bergantinya ekonomi yang semula terpusat pada negara dengan ekonomi pasar yang lebih terdesentralisasi, menyebabkan menurunnya pengaruh dan kekuatan pejabat tinggi pemerintahan/Negara terhadap aktivitas ekonomi, maka berfungsinya ekonomi pasar itu juga berkontribusi terhadap perkembangan demokrasi. Jika ekonomi pasar berkembang dan pengaruh kelas menengah bertambah, maka dukungan rakyat terhadap kondisi demokratis meningkat.

Perubahan ekonomi karena bertambah besarnya operasi perusahaan-perusahaan khususnya operasi perusahaan-perusahaan besar akan mempengaruhi sifat dari demokrasi. Pada umumnya perusahaan-perusahaan besar tersebut ingin mendominasi pemerintahan dengan memanfaatkan aparat birokrasi dan aparat keamanan (tentara dan polisi), sehingga sifat demokrasi menjadi cenderung lebih membela kepentingan-kepentingan perusahaan-perusahaan daripada kepentingan rakyat banyak.

Secara umum,  negara-negara demokrasi yang memiliki banyak rakyat miskin lebih rentan dipengaruhi oleh janji-janji kaum antidemokrasi, kaum demagog yang menjanjikan solusi sederhana dan segera untuk masalah ekonomi. Berkurangnya jumlah rakyat miskin atau bertambahnya kemakmuran ekonomi  meningkatkan  peluang  pemerintahan yang demokratis berhasil. Di negara-negara di mana budaya demokrasi lemah atau tidak ada (mis : Indonesia), demokrasi jauh lebih rentan dan adanya krisis ekonomi cenderung menyebabkan kembalinya rezim nondemokratis.

Berdasar pengalaman sejarah, perbedaan di antara negara-negara demokrasi dalam ukuran, komposisi etnis, agama, dan lain-lain telah menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam lembaga-lembaga politik negara-negara  tersebut. Beberapa fitur yang berkaitan dengan perbedaan lembaga itu lebih kurang adalah sebagai berikut :

  • Fitur seperti sistem presidensial Amerika Serikat sering diadopsi oleh negara-negara di Amerika Latin, Afrika, dan  Negara-negara berkembang lain di mana militer kadang-kadang mengubah pemerintahan menjadi sebuah kediktatoran melalui kudeta ;
  • Fitur seperti sistem parlementer Inggris. Hal seperti itu sering diadopsi oleh negara-negara dengan perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen, bersama  kepala pemerintahan seremonial yang mungkin seorang raja turun-temurun seperti di negara-negara Skandinavia, Belanda, dan Spanyol atau presiden yang dipilih oleh parlemen atau badan lain yang dibentuk khusus untuk tujuan itu.
  • Sebuah pengecualian adalah Perancis – dalam konstitusi kelima –  yang diadopsi pada tahun 1958, menggabungkan sistem parlementer dengan sebuah sistem kepresidenan.
Di kebanyakan negara Eropa yang lebih tua dan berbahasa Inggris, dimana otoritas politik berada di pemerintahan pusat, yang secara konstitusional diberi wewenang untuk menentukan batas kekuasaan,  batas  geografis, asosiasi subnasional seperti antar regional dan lain-lain. Negara-negara seperti itu disebut Negara kesatuan seperti Indonesia, Bangladesh, Jepang.

Sistem negara kesatuan semacam itu sangat berbeda dengan sistem federal, di mana pada system federal kewenangan dibagi secara konstitusional antara pemerintah pusat  dan pemerintah daerah yang relatif otonom.  Negara-negara demokratis yang mengadopsi sistem federal (negara serikat) a.l Amerika Serikat, Swiss, Jerman,  Kanada, Australia dan India, negara  demokrasi dengan penduduk terpadat di dunia.

Demikianlah bahasan dan renungan singkat tentang demokrasi. Semoga  bermanfaat !
*
The tyranny of a prince in an oligarchy is not so dangerous to the public  welfare as the apathy of a citizen in a democracy (Charles de Montesquieu) 

               Read more at: https://www.brainyquote.com/quotes/charles_de_montesquieu_        389319?src=t_democracy

*

Minggu, 03 Desember 2017

GOLKAR + NOVANTO

Ngunandiko. 140



Golkar + Novanto


Belum lama ini, seperti biasa saya menerima SMS dari  cucu saya, dia menanyakan pendapat saya tentang masalah yang sedang di alami oleh Setya Novanto, Ketua Umum Partai Golkar. Pembicaraan saya dengan cucu saya dalam SMS tersebut adalah sbb :

·                Cucu             :  Bagaimana Ki masalah Setya Novanto, Ketua Umum Partai Golkar , kok ramai dibicarakan orang.?

·                     Aki                  : ..Wah itu ceritanya panjang, tapi pada pokoknya Setya Novanto – yg ketum Golkar dan ketua DPR.RI —  didakwa ikut korupsi proyek E-KTP yang merugikan Negara triliunan rupiah.
·                     Cucu                    : Kan dakwaan KPK itu betul Ki ?. ..

·                     Aki                  : ..Ya menurut KPK Setya Novanto ikut korupsi proyek E-KTP. Bahkan KPK telah menahan Setya Novanto  di rutan KPK..

.·                     Cucu                     : Lalu apa yang salah Ki ?

 ·                     Aki                  : ..Langkah KPK sudah betul, tetapi masih  harus diuji lagi di pra peradilan kedua, sebelum Novanto benar-benar diadili di sidang pengadilan. Pada pra peradilan pertama KPK kalah.

.·                     Cucu              : Menurut Aki sebaiknya sikap GOLKAR bagaimana ?

  ·                     Aki                  : GOLKAR sebaiknya tunggu hasil  pra peradilan kedua. Sementara itu GOLKAR sendiri harus pula menyelidiki  Setya Novanto.(secara tertutup).

.·                     Cucu              : Oo begitu tho menurut Aki ?

  ·                     Aki                  : Ya ! Organisasi yang baik selalu melindungi anggotanya (lebih-lebih Pemimpin yg dipilihnya sendiri) dari tuduhan pihak luar, sebelum tuduhan itu terbukti benar serta membahayakan organisasi.

*
It’s just as well that we don’t believe in fair trials because we damned sure don’t have them. The presumption of innocence is now the presumption of guilt. The burden of proof is a travesty because the proof is often lies. Guilt beyond a reasonable doubt means if he probably did it, then let’s get him off the streets.” 
― 
John GrishamRogue Lawyer


*.

Jumat, 27 Oktober 2017

Orang-hitam Amerika (Black Americans)

Ngunandiko 137






Orang-hitam Amerika
(Black Americans)
Bagian. 3


Seiring berjalannya waktu, adanya pemisah “garis warna”, tidak hanya di Selatan, tapi juga di bagian negara lainnya. Garis warna memisahkan orang kulit hitam dengan kulit putih, seolah-olah suatu dinding pemisah

Hukum Jim Crow memaksa orang kulit hitam Amerika untuk tinggal di belakang "garis warna" (Jim Crow laws  were state and local laws that enforced racial segregation in the Southern United States. Enacted by white Democratic --- dominated state legislatures in the late 19th century after the Reconstruction period).

Seiring berjalannya waktu, adanya pemisah “garis warna” itu tidak hanya di Selatan tapi juga di bagian negara lainnya. Hal itu memisahkan orang kulit hitam dengan kulit putih, seolah-olah suatu dinding pemisah


Posisi orang kulit hitam di tatanan sosial Amerika Serikat pada waktu itu adalah hampir sama dengan pada masa perbudakan. Orang kulit putih di Selatan tidak mengizinkan orang kulit hitam memilih. Mereka dilarang melakukan pekerjaan yang diminati oleh  orang kulit putih. Orang kulit hitam tidak diizinkan menghadiri sekolah yang sama dengan orang kulit putih, dan sekolah-sekolah kulit hitam tidak terawat. Seperti telah dijelas dimuka menurut “Hukum Jim Crow” orang  kulit hitam Amerika harus duduk di belakang "garis warna" ; hal itu tidak hanya di Selatan tapi juga di Negara-negara bagian lain.

Namun ada orang-orang  kulit putih (sebagian kaya dan dermawan) yang  berupaya memperbaiki  kondisi orang kulit hitam. Upaya ini tampak dilakukannya dengan sungguh-sungguh. Booker T. Washington (Hampton Institute) mengajar orang-orang kulit hitam  melakukan hal-hal praktis dan berguna. Itulah adalah dasar dari program pendidikan yang disusun oleh Washington saat mendirikan Institut Tuskegee di Alabama. Para pria dan wanita muda kulit hitam di Tuskegee diajari membajak dan menanam (pertanian), memasak, mencuci, dan menjahit (ingat Sekolah Kepandaian Putri di Indonesia).

Banyak orang kulit putih dari Utara dan Selatan terkesan akan program pendidikan tersebut, dan memandang  bahwa program  Washington itu bagus bagi hubungan antar ras. Namun program itu tidak mengatakan apapun tentang hak-hak sipil atau tindakan politik atau kesetaraan sosial. Program Washington itu tidak mengatakan apapun tentang bagaimana mendidik orang kulit hitam menjadi dokter, pengacara, insinyur atau pekerja dalam profesi lain. Banyak orang kulit hitam merasa bahwa program Washington itu akan membuat orang kulit hitam lebih rendah secara ekonomi, politik, dan budaya, yang akan membuat orang kulit hitam makin terpisah.

Pada tahun 1909, di Amerika Serikat, berdiri Asosiasi Nasional untuk Kemajuan Orang Berwarna (The National Association for the Advancement of Colored People atau NAACP), asosiasi ini didirikan oleh sekelompok orang kulit hitam dan kulit putih yang percaya bahwa orang kulit hitam harus memiliki hak yang sama seperti yang dinikmati warga negara lain. NAACP menentang program Booker T. Washington dengan alasan bahwa orang kulit hitam akan terus dipandang sebagai warga kelas dua. W.E.B. Du-Bois, salah satu pemimpin NAACP, mengatakan bahwa orang kulit hitam itu sesungguhnya hanya menuntut hak mereka sendiri ; yaitu hak politik, sipil dan sosial milik warga Amerika Serikat yang bebas. Du-Bois menyatakan, orang hitam tidak akan berhenti melakukan protes, sampai hak-hak itu didapat,  The Guardian, yang diedit oleh W. Monroe Trotter (1872 - 1934), dan Chicago Defender, yang diedit oleh Robert S. Abbott, adalah surat kabar hitam yang mendukung pendirian DuBois. Dalam upaya untuk mendapatkan hak  dihadapan hukum, NAACP mengajukan tuntutan di pengadilan dan mengajukan petisi ke Kongres dan ke cabang-cabang lain dari pemerintah federal. NAACP juga membuat seruan untuk hati nurani orang Amerika.  

Pada tahun 1910 didirikan oleh orang kulit putih dan orang kulit hitam National Union League (NUL). Organisasi ini terutama didirikan untuk memperbaiki kondisi kehidupan dan mencarikan kesempatan kerja bagi orang kulit hitam di kota-kota.

Sejumlah orang kulit putih bekerja dengan orang kulit hitam di organisasi- organisasi serupa itu, namun orang kulit putih rata-rata tidak pernah mencoba untuk mencari tahu apa yang sesungguhnya dipikirkan dan dirasakan oleh orang kulit hitam. Beberapa orang kulit putih membaca koran orang hitam, majalah, atau buku --- namun sangat sedikit yang membaca puisi Paul Laurence Dunbar (Dunbar was born in Dayton, Ohio to parents who had escaped from slavery; his father was a veteran of the American Civil War, having served in the 55th Massachusetts Infantry Regiment and the 5th Massachusetts Colored Cavalry Regiment. His parents instilled in him a love of learning and history. He was a student at an all-white high school, Dayton Central High School, and he participated actively as a student. During high school, he was both the editor of the school newspaper and class president, as well as the president of the school literary society. Dunbar had also started the first African-American newsletter in Dayton) --- sehingga hampir tidak ada orang yang bisa menduga betapa orang kulit hitam merasa semakin terisolasi dari masyarakat kulit putih, dan semakin bergantung pada institusi bantuan. Gereja orang hitam (The Black church) menjadi tidak hanya sumber pembaharuan spiritual tapi juga pusat kehidupan sosial dan aktivitas masyarakat hitam.

Tapi orang hitam Amerika tetap teguh dalam patriotisme mereka. Saat dimulainya Perang Spanyol-Amerika, dua puluh dua (22) orang kulit hitam termasuk korban ketika Maine diledakkan dari pelabuhan Havana, Kuba, pada tahun 1808. Dalam pertempuran San Juan Hill, pasukan hitam dari kavaleri kesembilan dan kesepuluh bertempur dengan gagah berani bahu membahu dengan First Volunteer (Cavalry Rough Riders) yang terkenal itu.


Utara sepertinya menjanjikan kehidupan yang lebih bebas serta banyak pekerjaan  (akibat peningkatan produksi pertahanan dan berkurangnya imigrasi, telah menciptakan kekurangan tenaga kerja di Utara). Namun ternyata pindah ke Utara itu tidak sepenuhnya benar dan merupakan langkah yang tergesa-gesa.

Ketika Perang Dunia I pecah di Eropa, ribuan orang kulit hitam mulai meninggalkan Selatan. Hal ini mengkhawatirkan orang-orang kulit putih di Selatan yang melihat sumber tenaga kerja murah terkuras habis. Politisi  dan pejabat publik Selatan berusaha menghentikan migrasi tersebut. Tapi migrasi orang kulit hitam tetap berjalan.
Utara sepertinya menjanjikan kehidupan yang lebih bebas serta banyak pekerjaan terutama di kota-kota Utara (akibat peningkatan produksi pertahanan dan berkurangnya imigrasi telah menciptakan kekurangan tenaga kerja di Utara). Ternyata pindah ke Utara tidak sepenuhnya benar dan merupakan langkah yang tergesa-gesa, sebagian besar orang kulit hitam tidak pernah mendapatkan upah tinggi dari industri Utara. Orang-orang hitam mulai memahami pentingnya arti pemungutan suara, mengambil bagian dalam urusan kewarganegaraan, dan menyuruh anak-anak mereka ke sekolah yang layak.
Pendatang baru kulit hitam segera mengetahui bahwa Utara bukanlah suatu sorga. Semakin banyak orang kulit hitam pindah ke Utara, kondisi kehidupan di Utara semakin buruk. Penduduk kulit hitam di kota-kota Utara seperti Chicago, Detroit, New York, Philadelphia, dan Pittsburgh menjadi berlipat ganda sampai tiga kali lipat dalam tahun-tahun antara tahun 1914 dan 1960. Perumahan sangat buruk, seringkali  sepuluh orang tinggal di satu kamar (single room), pemeliharaan sanitasi buruk atau bahkan tidak ada sama sekali. Orang kulit hitam tinggal di bagian paling miskin, tapi harus membayar yang uang sewa tinggi. Ketika orang kulit hitam  mencoba pindah ke lingkungan yang lebih baik,  orang kulit putih sering bersatu untuk merintanginya. Sepanjang tahun-tahun perang, terjadi kerusuhan rasial di Utara, dan di Selatan, lebih dari 270 orang kulit hitam dihukum mati (dibunuh secara tidak sah oleh massa) dalam waktu kurang dari empat tahun.

Ketika Amerika Serikat memasuki Perang Dunia I pada tahun 1917 ; 400.000 orang kulit hitam mulai ikut perang, bergabung dengan 20.000 tentara kulit hitam yang sudah berada di Angkatan Darat dan Garda Nasional. Pasukan orang kulit hitam bertugas  mengisi persediaan, membuat perkemahan tetap bersih, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lain. Lebih dari separuh dari 200.000 tentara kulit hitam yang dikirim ke Eropa bertugas di batalion buruh (labor battalion).   Beberapa unit pasukan orang hitam ikut bertempur  seperti “Infanteri New York ke-369” dan  “Infanteri ke-370”. Infanteri ke-370 memperoleh medali  “Croix de Guerre”.

Saat Perang Dunia I berakhir, orang kulit hitam pria berada dalam kesulitan yang lebih besar daripada sebelumnya. Pemisahan dan diskriminasi sangat kuat. Pada tahun 1919 ada 26 kerusuhan rasial di Amerika Serikat. Di kota-kota Utara terjadi persaingan sengit antara kulit putih dan kulit hitam   untuk memperoleh pekerjaan dan perumahan. Di Selatan, lynchings (Lynching adalah penganiayaan, penggantungan, penembakan atau penikaman oleh massa. Dulu, pelaku kejahatan-kejahatan seperti ini tidak dihukum. Ribuan warga kulit hitam Amerika tewas akibat lynching dari tahun 1880an sampai 1960an) meningkat. NAACP berhasil mengajukan rancangan undang-undang anti-lynching di Kongres pada tahun 1921. Namun, para senator dari Selatan menentangnya, sehingga rancangan itu (RUU) kalah pada saat pengambilan keputusan pada tahun 1935 dan 1940.

Di tahun 1920-an, banyak orang hitam Amerika merasa takut, karena lambatnya kemajuan dalam memperoleh hak-hak sipil. Mereka sebagian tertarik pada Universal Improvement Association (UNIA), yang di-organisir oleh Marcus Garvey pada tahun 1916. UNIA mendukung sebuah gerakan "kembali ke Afrika", dengan alasan bahwa orang kulit hitam Amerika tidak akan pernah bisa memperoleh haknya di Amerika.

Salah satu hasil sosial dari migrasi orang hitam ke Utara dan Perang Dunia I adalah kebangkitan kesadaran ras. Hal ini tercermin dalam sebuah gerakan budaya yang dikenal dengan New Negro Movement (juga disebut the Harlem Renaissance atau the Black Renaissance). Kota New York adalah pusatnya. Antologi (anthology) “The New Negro” --- publikasi tahun 1925, yang diedit oleh Alain Locke --- menciptakan gairah baru dalam kehidupan orang hitam. Claude McKay, James Weldon Johnson, Countee Cullen, Langston Hughes, dan Arna Bontemps adalah penulis terkemuka “hitam”. Pada tahun-tahun berikutnya, ketenaran besar dimenangkan oleh penyanyi “hitam” Roland Hayes, Marian Anderson, dan Dorothy Maynor; musisi W.C Handy dan William Grant Masih, dan pemain teater Paul Robeson, Bill (Bojangles) Robinson, Kanada Lee, dan Ethel Waters. Beberapa pelukis “hitam” ternama termasuk Horace Pipin, Jacob Lawrence, dan Henry G. Tanner.

Peneliti dan ilmuwan kulit hitam memberikan kontribusi penting. Sejarawan Carter G. Woodson mendirikan Asosiasi untuk Studi Kehidupan Negro (the Association for the Study of Negro Life) dan Sejarahwan-Sosiolog E. Frankiln Frazier dan Charles S. Johnson mendapat pengakuan internasional atas pekerjaan mereka. Percy L. Julian membuat penemuan perintis dalam penggunaan kedelai. Daniel H. Williams pertama kali berhasil melakukan operasi hati manusia, dan Charles R. Drew adalah otoritas terkemuka dalam pelestarian plasma darah.

Dapat pula dikemukakan Jesse Owens adalah atlet kulit hitam yang memenangkan medali emas untuk Unite States di Olimpiade tahun 1936. Dan salah satu atlet paling terkenal di dunia adalah petinju kulit hitam Amerika Joe Louis.

Pada masa itu mulai terkenal dan memenangkan berbagai penghargaan karya-karya dengan tema hitam, yang ditulis atau diperani oleh orang kulit putih, seperti All God's Chillun Got Wings (1924) dan The Emperor Jones (1920) oleh Eugene O'Neil ; dan In Abraham's Bosom oleh Paul Green. Selain itu DuBose Heyward menulis opera Porgy and Bess dengan musik dan lirik oleh George dan Ira Gershwin.

Musik hitam --- spiritual dan jazz --- dimainkan di mana-mana. Harley T. Burleigh, R. Nathaniel Dett, dan J. Rosamond Johnson mendapatkan pujian atas pengaturan spiritual dan komposisi musik lainnya. W.C Handy mendapat pengakuan nasional atas "St Louis Blues" -nya dan membawa musik Amerika baru yang dikenal sebagai blues. Jazz adalah jenis musik lain yang diciptakan oleh orang kulit hitam Amerika. Musisi jazz pertama bermain di New Orleans pada akhir 1800-an dan awal 1900-an. Mereka kemudian pindah ke Chicago, menjadikan kota itu pusat jazz. Beberapa pemimpin band jazz seperti Louis (Satchmo) Armstrong, Fletcher Henderson, Edward (Duke) Ellington dan William (Count) Basic menjadi terkenal dengan gayanya.

Dalam musik klasik, Roland Hayes, Paul Robeson, dan Marian Anderson mendapat perhatian internasional atas penampilan mereka di kota-kota Eropa dan Amerika terkemuka.

Oscar Stanton

Orang kulit hitam juga mulai mengembangkan kekuatan ekonomi dan politik. Daya beli mereka (uang yang bisa mereka keluarkan untuk barang dan jasa) melonjak dari beberapa juta dolar pada tahun 1928 sampai beberapa miliar dolar pada tahun 1941. Oscar Stanton De Priest (1871 – 1951) American Republican politisi adalah orang hitam pertama di Kongres sejak masa Rekonstruksi, Oscar DePriest, terpilih dari Illinois pada tahun 1982.

Presiden Frankiln D.Roosevelt menunjuk beberapa orang kulit hitam ke posisi pemerintah. Ralph Bunche (1904 - 1971) memegang jabatan di Departemen Luar Negeri, sebelum menjadi wakil sekretaris jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Roosevelt menentang diskriminasi rasial dan ketidakadilan yang ditujukan pada orang miskin. Program "New Deal" -nya Frankiln D.Roosevelt membantu:

  •      mengurangi kemiskinan dan kelaparan,
  •        memulai pemulihan nasional dari depresi ; dan
  •         memulai reformasi ekonomi yang telah ditetapkan.
Orang kulit hitam sangat diuntungkan dari program New Deal tersebut. Mereka bisa mendapatkan pekerjaan, mendapatkan pinjaman untuk membeli rumah; untuk memiliki rumah sakit, bangunan perguruan tinggi, dan taman bermain. Dan tinggal di perumahan pemerintah federal dengan biaya yang rendah. Aktor, penulis, dan artis kulit hitam juga mendapatkan pekerjaan di proyek-proyek federal.

Pada tahun 1940 setidaknya ada sedikit perubahan dalam sikap rasial di Amerika Serikat. Persaingan di seluruh dunia antara demokrasi dan fasisme, dan kebutuhan akan demokrasi untuk membuktikan keberadan dirinya, telah membantu terjadinya perubahan dalam sikap rasial. Upaya orang kulit hitam juga membantu. Tapi semua ini hanyalah sebuah langkah di jalan panjang menuju kesetaraan penuh dalam hak-hak sipil (bersambung).
*

I believe in Liberty for all men : the space to stretch their arms and their souls, the right to breathe and the right to vote, the freedom to choose their friends, enjoy the sunshine, and ride on the railroads, uncursed by color; thinking, dreaming, working as they will in a kingdom of beauty and love (W. E. B. Du Bois)


*