Sabtu, 10 Februari 2018

Demokrasi


Ngunandiko 143





DEMOKRASI


Demokrasi itu timbul, karena adanya tuntutan akan persamaan. Pertama-tama adalah persamaan dalam bidang politik dan hukum, dan kemudian   dalam bidang social, ekonomi dan lain-lain.

Pada kesempatan ini “Ngunandiko” ingin membahas dan merenungkan secara singkat tentang arti “DEMOKRASI”. Demokrasi (Yunani : demokratia ; demos = rakyat ; kratein = memerintah, kratia = pemerintahan) adalah pemerintahan yang disertai dengan pengawasan. Hal itu berarti bahwa pemerintah dalam mengambil keputusan harus berbagi dengan semua fihak terkait. Pengawasan lembaga-lembaga pemerintahan dan kemasyarakatan dilakukan oleh dan untuk  kepentingan rakyat secara keseluruhan.

Demokrasi di negara-negara kota (city-states) di Yunani, kira-kira ada pada abad ke-6 sampai abad ke-5 SM, hanyalah bagi warganegara saja. Yang dimaksud dengan warganegara disini adalah bukan orang asing dan juga bukan budak belian.

Athena

Sedangkan demokrasi pada masa Republik Romawi, sekitar tahun 500 SM, lahirlah apa yang disebut sebagai perwakilan rakyat.

Disamping itu dalam sejarah Eropa pada abad Pertengahan atau jaman Pertengahan, antara abad ke-5 sampai dengan abad ke-15, di Inggris timbul angan-angan tentang adanya perjanjian antara yang diperintah dan yang memerintah. Abad Pertengahan itu bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat.

Demokrasi itu timbul, karena adanya tuntutan akan persamaan. Pertama-tama adalah persamaan dalam bidang politik dan hukum, dan kemudian   dalam bidang social, ekonomi dan lain-lain.

Sementara itu dalam suatu negara demokrasi liberal, kepercayaan rakyat ditumpahkan pada suatu system kepartai-an yang saling bersaingan (mis : melalui PEMILU). Demokrasi liberal disebut oleh banyak fihak sebagai demokrasi modern, pada awalnya dan pada utamanya timbul karena pengaruh :
  • revolusi kaum Puritan di Inggris ;
  • revolusi Amerika (1775 – 1783); dan
  • revolusi Perancis (1789 – 1799).

Sedangkan ahli-ahli teori demokrasi yang berpengaruh antara lain :
  • John Locke (1632 – 1704), Inggris ;
  • Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778), Perancis ; dan
  • Thomas Jefferson (1743 – 1826), Amerika.

Sedangkan Indonesia, segera setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, lalu menetapkan undang-undang dasar (UUD RI 1945) pada 18 Agustus 1945. Undang-undang itu menunjukkan bahwa negara Republik Indonesia adalah Negara demokrasi. 

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 atau UUD ’45 itu adalah hukum dasar tertulis (basic law) konstitusi pemerintahan Negara Republik Indonesia.


Pada kurun waktu 1999 – 2002 ; UUD ‘45 mengalami 4 (empat) kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia.

Seperti diketahui UUD ‘45 itu disahkan sebagai undang-undang dasar Negara oleh PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun karena politik kompromi dengan penjajah Belanda,  yang hendak menjajah kembali Indonesia, maka melalui Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, sejak 27 Desember 1949 di seluruh Indonesia yang berlaku adalah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS). 

Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS bubar, dan di Indonesia berlaku Undang-undang Dasar Sementara (UUDS 1950). Dekrit Presiden Sukarno tanggal  5 Juli 1959  memberlakukan UUD ‘45 kembali,  kemudian UUD ‘45 itu dikukuhkan  oleh  DPR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-royong) pada tanggal 22 Juli 1959 secara aklamasi.

Setelah dekrit Presiden  5 Juli 1959 itu, maka sistem ketatanegaraan Republik Indonesia itu (termasuk adanya lembaga-lembaga negara) dalam arti distribusi kekuasaan, hak dan tanggung jawab, pemilihan, dan lain-lain di antara  lembaga-lembaga tertinggi negara seperti : Pemerintah (Presiden) ; Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ; Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ; Makamah Agung ; Badan Pengawas Keuangan ; dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA)  dan lain-lain diatur kembali menurut UUD ’45.

Disamping sistem ketatanegaraan Republik Indonesia seperti itu, juga diatur tata cara pengambilan keputusan yang disusun sebagai suatu pedoman pelaksanaan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Pedoman tersebut diatur dalam suatu Ketetapan MPR

Gedung MPR/DPR RI


Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dan tata cara pengambilan keputusan berdasar UUD ‘45  tersebut adalah yang dinamakan “Demokrasi Terpimpin”. Proses pelaksanaan dalam hal mengambil  keputusan  dalam “Demokrasi Terpimpin”  diatur oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Demokrasi Terpimpin seperti itu dimaksudkan untuk menentang sifat-sifat liberal dari demokrasi Barat, yang dianggap bertentangan  dengan azas-azas permusyawaratan untuk mencapai mufakat sesuai dengan Pancasila yang dianut oleh Indonesia. Sebagaimana diketahui selama Indonesia menjalankan demokrasi Barat (demokrasi liberal) tahun 1950 – 1959, pemerintahan (kabinet) selalu jatuh bangun, dan rata-rata pemerintahan yang dipimpin oleh seorang PM (Perdana Menteri) berumur sangat pendek l.k 3 -4 bulan saja.

Sejak dekrit kembali ke Undang-undang Dasar ‘45 dinyatakan oleh Presiden Republik Indonesia Sukarno pada tanggal 5 Juli 1959, maka di Indonesia berlaku “Demokrasi Terpimpin”.  Dengan Demokrasi Terpimpin ini,  maka Negara Republik Indonesia  memiliki Presiden, menteri,  lembaga-lembaga Negara dan sarana lain untuk mencapai tujuan. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah (Presiden) dipandu oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pemantauan terhadap kinerja pemerintah dilakukan oleh rakyat melalui MPR dan dipantau oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Presiden dipilih secara periodik 5 tahun sekali.

Dalam pelaksanaannya Demokrasi Terpimpin ini terlalu menonjolkan unsur pimpinan. Sebagai gambaran pimpinan diberi hak untuk mengambil keputusan apabila tidak dicapai mufakat dalam suatu permusyawaratan, Oleh karena itu Demokrasi Terpimpin meluncur ke terpusatnya kekuasaan pada pimpinan cq Presiden Sukarno yang a.l membuahkan : pelanggaran hak asasi manusia (HAM) seperti penangkapan terhadap kaum oposisi ; polisi dan tentara ikut berpolitik (Dwifungsi ABRI) ; pemberontakan G-30-S/PKI 1 Oktober 1965 ; dan lain-lain.

Pemberontakan  G-30-S/PKI,  1 Oktober 1965  tersebut dapat dipadamkan oleh TNI bersama rakyat dibawah pimpinan Jenderal Suharto, namun kemudian ternyata hal itu diikuti oleh berakhirnya pemerintahan Presiden Sukarno. Pemerintahan Presiden Sukarno ini sering disebut sebagai  Pemerintahan Orde Lama (1957 – 1966). Sedangkan   pemerintahan dibawah Presiden Suharto sesudahnya, sering disebut sebagai Pemerintahan Orde Baru (1966 – 1998).

Sementara itu pada masa pemerintahan Presiden Suharto, Demokrasi Terpimpin telah diubahnya menjadi Demokrasi Pancasila. Pada dasarnya   Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila adalah sama. Namun  dalam Demokrasi Terpimpin, PKI (Partai Komunis Indonesia) dibiarkan hidup dengan subur, sedangkan dalam Demokrasi Pancasila  PKI (Partai Komunis Indonesia) dan ajaran Marxisme-Leninisme dilarang.

Dalam rangka pemurnian pelaksanaan Demokrasi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 di masa Orde Baru, maka disusun suatu pedoman pelaksanaan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (seperti yang telah diterangkan dimuka) Pedoman tersebut diatur dalam suatu Ketetapan MPR yang dinamakan “Ketetapan tentang pedoman pelaksanaan Demokrasi Pancasila” l.k sbb :

(1)    Mufakat dan/atau putusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak sebagai hasil musyawarah haruslah bermutu tinggi yang dapat dipertanggung-jawabkan dan tidak bertentangan dengan dasar Negara Pancasila dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 sebagai termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 ;
(2)        Segala putusan diusahakan dengan cara musyawarah untuk mufakat di antara semua golongan-golongan musyawarah.
(3)        Apabila yang disebut dalam ayat (2) itu tidak dapat segera terlaksana, maka pimpinan musyawarah mengusahakan/berdaya upaya agar musyawarah dapat berhasil mencapai mufakat.
(4)        Apabila yang tersebut dalam ayat (3) itu setelah diusahakan sungguh-sungguh tidak juga dapat terlaksana, maka keputusan ditetapkan dengan persetujuan suara terbanyak sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat (3) dan pasal 6 ayat (2),
(5)        Kecuali ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 37 ayat (2), maka segala putusan diambil dengan persetujuan suara terbanyak yang lebih dari separoh quorum (sedikitnya separoh lebih satu daripada quorum). Apabila karena sifat masalah yang dihadapi tidak mungkin dicapai keputusan dengan menggunakan sistim suara terbanyak termaksud secara sekali jalan (langsung), maka diusahakan sedemikian rupa sehingga putusan terakhir masih juga ditetapkan dengan persetujuan suara terbanyak.
(6)  Apabila dalam mengambil putusan berdasarkan persetujuan suara terbanyak suara-suara sama berat, maka dalam hal musyawarah itu lengkap anggotanya, usul yang bersangkutan dianggap ditolak, atau dalam hal lain maka pengambilan keputusan ditangguhkan sampai musyawarah yang berikutnya.
(7)        Apabila dalam musyawarah yang berikutnya itu sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.
(8)       Pemungutan suara tentang orang dan masalah-masalah yang dipandang penting oleh musyawarah dilakukan dengan rahasia atau tertulis dan apabila suara-suara sama-sama berat, maka pemungutan suara diulang sekali lagi dan apabila suara-suara masih sama berat, maka orang dan atau usul dalam permasalahan yang bersangkutan dianggap ditolak.

Dalam pedoman Demokrasi Pancasila ini, pemimpin  tidak lagi diberi peranan atau kedudukan yang berlebihan, tidak seperti dalam Demokrasi Terpimpin. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pemusatan kekuasaan yang mengakibatkan timbulnya kediktatoran.

Namun pada kenyataannya kekuasaan pelaksana, kekuasaan perencana dan kekuasaan pengawasan dalam Demokrasi Pancasila sekaligus berada ditangan Presiden Suharto, sehingga selama pemerintahan Orde Baru tersebut, tidak ada kekuasaan legal diluarnya yang mampu melakukan koreksi. Hal itu berjalan untuk waktu yang panjang (1966 – 1998) sampai gerakan reformasi yang dimotori oleh para pemuda/mahasiswa meruntuhkannya dan Jenderal Suharto mundur dari tahta Presiden Republik Indonesia pada Mei 1998 (lihat : Good Corporate Government).

Patut pula diketahui bahwa setelah Orde Baru tumbang, pada kurun waktu 1999 – 2002, UUD ‘45 mengalami telah 4 (empat) kali perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia.

Setelah Jenderal Suharto mundur dari tahta Presiden Republik Indonesia pada Mei 1998 dan digantikan oleh Wakil Presiden B.J. Habibie,  maka Indonesia memasuki masa reformasi. Masa reformasi Indonesia  ini,  kini telah memasuki tahun yang ke 20.

Keadaan Indonesia setelah reformasi jika diukur dari Gross Domestic Product (GDP) ; Human Development Index (HDI) ; dan Democracy Ratings dan dibandingkan dengan beberapa Negara berkembang lainnya tampak sebagai berikut :



  • Gross Domestic Product

Gross Domestic Product (GDP)
No.
Negara
USD per kapita
Keterangan
01
Singapura
52.570
GDP 2016 (World Bank)
02
Malaysia
9.503
GDP 2016 (World Bank)
03
Thailand
5.908
GDP 2016 (World Bank)
04
Indonesia
3.570
GDP 2016 (World Bank)
05
Vietnam
2.186
GDP 2016 (World Bank)






  • Human Development Index

Human Development Index (HDI)
No.
Negara
Ranking Index
Keterangan
01
Aljasair
104
HDI menengah, 2016
02
Philipina
105
HDI menengah, 2016
03
Indonesia
111
HDI menengah, 2016
04
Vietnam
116
HDI menengah, 2016
05
Uzbekistan
119
HDI menengah, 2016






  • Democracy Rating.


Gross Domestic Product Indonesia : USD 3570 per capita (2016) dibawah Thailand diatas Vietnam ; Human Development Index (HDI) : pada posisi menengah (111) pada tahun 2016 dibawah Pilipina diatas Vietnam ; dan Democracy Rating : pada diposisi 7 - 8 dibawah Singapura. Tampak dari uraian diatas dan dari angka-angka GDP, HDI Index, serta Democracy Rating secara keseluruhan keadaan Indonesia setelah reformasi dapat dikatakan tidak memburuk.

Sebagaimana diketahui selama abad ke-20 jumlah negara yang memiliki lembaga-lembaga politik berdasar demokrasi perwakilan – termasuk Indonesia – meningkat secara menyolok. Pada awal abad ke-21, diperkirakan sepertiga negara-negara merdeka di dunia yang memiliki lembaga-lembaga  demokrasi jumlahnya kira-kira sama dengan negara-negara demokrasi berbahasa Inggris seperti Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru  ditambah dengan negara-negara demokrasi yang lebih tua seperti Swiss, Swedia, dan Norwegia. Secara keseluruhan negara-negara demokrasi dan hampir demokrasi kira-kira setengah populasi Negara-negara di muka bumi.

Apa yang menyebabkan bertambahnya jumlah negara-negara demokratis dan hampir demokratis ? Penjelasan atas pertanyaan itu adalah bahwa negara-negara yang tidak memiliki sifat sifat demokrasi – Negara kuno ataupun modern - mengalami kegagalan politik, ekonomi, diplomatik dan militer yang sangat mengurangi daya tariknya. Bahwa negara-negara yang tidak memiliki sifat sifat demokrasi menjadi sangat berkurang daya tariknya a.l adalah karena hal-hal sebagai berikut :
  • kemenangan Sekutu (Kerajaan Inggris, Rusia, Italia, Amerika Serikat dll) terhadap Blok Sentral (Jerman, Austria - Hongaria, Turki Usmani dll) dalam Perang Dunia I (1914 – 1918), maka sistem monarki, aristokrasi, dan oligarki kuno tidak lagi dianggap sah.
  • kekalahan militer Blok Poros ( Militeris Jepang, Facis Italia, dan Nazi Jerman) dalam Perang Dunia II (1939 -1945), menjadikan faham fasisme tidak disukai lagi.
  • faham komunisme bergaya Russia (Stalinisme) juga tidak menarik, terutama setelah runtuhnya ekonomi dan politik Uni Soviet pada tahun 1990-91.
  • kegagalan  diktator-diktator militer di Amerika Latin pada tahun 1980-an dan 1990-an (lihat : Diktator).

Perubahan ideologi mempengaruhi perubahan ekonomi, begitu pula sebaliknya. Ekonomi  pada abad ke-20 dan awal abad ke-21 sangat terpusat di bawah kendali Negara. Langsung atau tidak langsung Negara mengendalikan perusahaan-perusahaan (akibat etatisme). Dengan bergantinya ekonomi yang semula terpusat pada negara dengan ekonomi pasar yang lebih terdesentralisasi, menyebabkan menurunnya pengaruh dan kekuatan pejabat tinggi pemerintahan/Negara terhadap aktivitas ekonomi, maka berfungsinya ekonomi pasar itu juga berkontribusi terhadap perkembangan demokrasi. Jika ekonomi pasar berkembang dan pengaruh kelas menengah bertambah, maka dukungan rakyat terhadap kondisi demokratis meningkat.

Perubahan ekonomi karena bertambah besarnya operasi perusahaan-perusahaan khususnya operasi perusahaan-perusahaan besar akan mempengaruhi sifat dari demokrasi. Pada umumnya perusahaan-perusahaan besar tersebut ingin mendominasi pemerintahan dengan memanfaatkan aparat birokrasi dan aparat keamanan (tentara dan polisi), sehingga sifat demokrasi menjadi cenderung lebih membela kepentingan-kepentingan perusahaan-perusahaan daripada kepentingan rakyat banyak.

Secara umum,  negara-negara demokrasi yang memiliki banyak rakyat miskin lebih rentan dipengaruhi oleh janji-janji kaum antidemokrasi, kaum demagog yang menjanjikan solusi sederhana dan segera untuk masalah ekonomi. Berkurangnya jumlah rakyat miskin atau bertambahnya kemakmuran ekonomi  meningkatkan  peluang  pemerintahan yang demokratis berhasil. Di negara-negara di mana budaya demokrasi lemah atau tidak ada (mis : Indonesia), demokrasi jauh lebih rentan dan adanya krisis ekonomi cenderung menyebabkan kembalinya rezim nondemokratis.

Berdasar pengalaman sejarah, perbedaan di antara negara-negara demokrasi dalam ukuran, komposisi etnis, agama, dan lain-lain telah menghasilkan perbedaan yang signifikan dalam lembaga-lembaga politik negara-negara  tersebut. Beberapa fitur yang berkaitan dengan perbedaan lembaga itu lebih kurang adalah sebagai berikut :

  • Fitur seperti sistem presidensial Amerika Serikat sering diadopsi oleh negara-negara di Amerika Latin, Afrika, dan  Negara-negara berkembang lain di mana militer kadang-kadang mengubah pemerintahan menjadi sebuah kediktatoran melalui kudeta ;
  • Fitur seperti sistem parlementer Inggris. Hal seperti itu sering diadopsi oleh negara-negara dengan perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen, bersama  kepala pemerintahan seremonial yang mungkin seorang raja turun-temurun seperti di negara-negara Skandinavia, Belanda, dan Spanyol atau presiden yang dipilih oleh parlemen atau badan lain yang dibentuk khusus untuk tujuan itu.
  • Sebuah pengecualian adalah Perancis – dalam konstitusi kelima –  yang diadopsi pada tahun 1958, menggabungkan sistem parlementer dengan sebuah sistem kepresidenan.
Di kebanyakan negara Eropa yang lebih tua dan berbahasa Inggris, dimana otoritas politik berada di pemerintahan pusat, yang secara konstitusional diberi wewenang untuk menentukan batas kekuasaan,  batas  geografis, asosiasi subnasional seperti antar regional dan lain-lain. Negara-negara seperti itu disebut Negara kesatuan seperti Indonesia, Bangladesh, Jepang.

Sistem negara kesatuan semacam itu sangat berbeda dengan sistem federal, di mana pada system federal kewenangan dibagi secara konstitusional antara pemerintah pusat  dan pemerintah daerah yang relatif otonom.  Negara-negara demokratis yang mengadopsi sistem federal (negara serikat) a.l Amerika Serikat, Swiss, Jerman,  Kanada, Australia dan India, negara  demokrasi dengan penduduk terpadat di dunia.

Demikianlah bahasan dan renungan singkat tentang demokrasi. Semoga  bermanfaat !
*
The tyranny of a prince in an oligarchy is not so dangerous to the public  welfare as the apathy of a citizen in a democracy (Charles de Montesquieu) 

               Read more at: https://www.brainyquote.com/quotes/charles_de_montesquieu_        389319?src=t_democracy

*

3 komentar:

  1. Bung Yos ! Disamping Locke, Rouseau, dan Jefferson masih ada ahli teori demokrasi lain seperti Pericles (Athena), Montesquieu (Perancis), Benyamin Franklin (Amerika) dll.

    BalasHapus
  2. Bung !
    Sampai umurnya lebih dari 70 tahun, Republik Indonesia telah mencoba 4 bentuk demokrasi. Secara singkat dapat digambarkan lk sbb : th 1946 – 1959 demokrasi liberal ; th 1959 -1965 Demokrasi Terpimpin a’la Bung Karno (PKI ikut) ; th 1965 – 1998 Demokrasi Pancasila a’la Pak Harto (tanpa PKI dan Marxisme-Leninisme) ; th 1998 - . . . Demokrasi Reformasi

    BalasHapus
  3. Bung ! Inti demokrasi adalah : (1) pengambilan keputusan dilakukan secara bersama, khususnya dalam memilih pemimpin melalui pemilihan umum ; dan (2) hak azasi manusia dijunjung tinggi

    BalasHapus