Tampilkan postingan dengan label Ekonomi-sosial-politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ekonomi-sosial-politik. Tampilkan semua postingan

Kamis, 16 Agustus 2018

Adam Smith


Ngunandiko. 155





Mutiara
(Adam Smith)


Ngunandiko dengan judul "Mutiara (Adam Smith)"  ini berisikan beberapa "quotation" dari seorang tokoh terkemuka Adam Smith . Adam Smith (1723 – 1790) adalah  seorang filsuf berkebangsaan Skotlandia, dan dipandang sebagai sarjana pelopor ekonomi modern (the father of modern economics).

Berikut ini beberapa quotation dari Adam Smith diambil dari berbagai sumber untuk kita pelajari dan renungkan sbb :

Adam Smith

  • Sains adalah penangkal yang tangguh terhadap racun racun pikiran dan takhayul (Adam Smith).

  • Labor was the first price, the original purchase - money that was paid for all things. It was not by gold or by silver, but by labor, that all wealth of the world was originally purchased (Adam Smith).
  • Consumption is the sole end and purpose of all production; and the interest of the producer ought to be attended to, only so far as it may be necessary for promoting that of the consumer (Adam Smith).
  • Little else is requisite to carry a state to the highest degree of opulence from the lowest barbarism but peace, easy taxes, and a tolerable administration of justice : all the rest being brought about by the natural course of things (Adam Smith).
  • As soon as the land of any country has all become private property, the landlords, like all other men, love to reap where they never sowed, and demand a rent even for its natural produce (Adam Smith).
  • How selfish soever man may be supposed, there are evidently some principles in his nature, which interest him in the fortune of others, and render their happiness necessary to him, though he derives nothing from it except the pleasure of seeing it (Adam Smith).

  • Tragedi yang tampak nyata dari orang miskin adalah kemiskinan aspirasi mereka (Adam Smith).

Adam Smith

Seperti telah dikemukakan dimuka, Adam Smith adalah seorang filsuf sosial  dan  sarjana ekonomi politik yang kenamaan. Karya-nya seperti The Theory of Moral Sentiments (1759) dan An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations (1776) sampai kini diakui oleh kalangan luas sebagai  karya  yang menjulang tinggi dalam sejarah pemikiran social dan ekonomi.

Demikianlah beberapa quotation dari Adam Smith untuk kita pelajari dan kita renungkan. Semoga bermanfaat.

*
Where do the evils like corruption arise from? It comes from the never-ending greed. The fight for corruption-free ethical society will have to be fought against this greed and replace it with “what can I give” spirit (A.P.J Abdul Kalam, President India 2002 – 2007)
*

Kamis, 10 Agustus 2017

BUKU

 Ngunandiko 131





Buku



Buku telah lama dikenal  oleh manusia.  Sejak zaman purbakala, buku digunakan oleh manusia sebagai sarana untuk menyebarkan faham, ilmu pengetahuan . . . . . .


Buku
Buku menurut “Ensiklopedi Umum” adalah lembaran kertas yang  dicetak, dilipat, dan diikat bersama pada punggungnya. Pada zaman purbakala bahan yang digunakan untuk buku bukan kertas, melainkan bermacam-macam lain, antara lain kulit kayu.
Seperti diketahui buku telah dikenal sejak zaman purbakala, dan  digunakan oleh manusia sebagai sarana untuk menyebarkan faham, ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Misalnya kita mengenal buku  Mahabarata atau Ramayana, kita mengenal buku suci Injil atau Al’Quran, kita mengenal buku Kalatidha atau Wedhatama, dan sebagainya.
Namun pada waktu ini, buku  mendapatkan saingan dari produk teknologi digital, dimana  memungkinkan orang menyebarkan informasi (faham, ilmu pengetahuan, dan lain-lain) dalam beragam jenis dan dalam jumlah yang sangat besar kesegenap penjuru angin secara bersamaan,
Pada kesempatan ini, “Ngunandiko” ingin, secara singkat membahas dan merenungkan hal-hal yang berkaitan dengan buku.


Pada mulanya manusia hanya membuat satu   tulisan atau gambar, dengan berjalannya waktu, tumbuh kemampuan manusia   melipat  gandakan (memperbanyak) tulisan dan gambar itu.

Pada zaman purbakala atau zaman dahulu kala, buku adalah untuk menjaga  hilangnya  kisah atau dongeng-dongeng,  doa-doa, upacara-upacara pemujaan, sisilah keluarga raja-raja, hukum atau aturan-aturan, formula pembuatan obat-obatan, hasil-hasil pengamatan alam dan lain-lain yang bersifat lesan; dimana dengan berjalannya waktu manusia tidak mampu mengingatnya lagi. Hal-hal seperti kisah atau dongeng-dongeng lisan tersebut diatas, kemudian ditulis atau digambar oleh manusia dalam apa yang kemudian disebut sebagai bukubuku. Kisah atau dongeng-dongeng lisan  itu, merupakan isi dari buku-buku itu. 
Pada mulanya manusia hanya mampu membuat satu   tulisan atau  gambar,  Kemudian manusia  manpu melipat gandakan (memperbanyak) tulisan dan gambar, sehingga tulisan dan gambar itu disalin dan dibuat sesuai kebutuhan. Kemampuan manusia melipat gandakan tulisan dan gambar itu berpengaruh  signifikan terhadap sejarah perkembangan budaya, utamanya di Barat. Di Roma kuno   ratusan  karya penulis yang populer bisa dilipat gandakan  dalam waktu yang relatif singkat. Bahkan kemudian  suatu alat cetak (printer) bisa menghasilkan ribuan eksemplar tulisan dan gambar, bahkan jutaan.
Kemampuan manusia menulis dan menggambar adalah jauh lebih tua dari pada kemampuan manusia membuat  buku. Manusia pada awalnya menulis dan menggambar pada permukaan benda-benda yang mudah rusak (daun dll),  kayu (kulit-bambu dll), tanah lempengan tanah liat, batu, dan logam. Kumpulan Undang-undang dan Gilgamesh Epic (Epik Gilgames sebuah puisi epik dari Mesopotamia dan merupakan salah satu di antara karya sastra paling awal yang dikenal; Wikipedia) mula-mula ditulis pada benda yang mudah rusak; demikian juga naskah-naskah kuno Mesir, Yunani, Roma ; dan lain-lain. Tulisan-tulisan itu disebut "volume" dari bahasa Latin columen  (roll), dipeliharanya tulisan-tulisan itu menunjukkan adanya kontinuitas dari tradisi. Kumpulan tulisan itu yang semula berupa roll (gulungan), dan terbatas sifatnya, kemudian menjadi bersifat permanen dan diterima secara universal. Roll (gulungan) diproduksi dan disebarkan (dijual) dalam berbagai standar ukuran, dibaca dan dikumpulkan seperti halnya buku sekarang. 
Di Eropa mula-mula orang menggunakan “papyrus”, semacam kulit pohon yang dikeringkan, disambung dengan perekat, dan digulung dalam wadah berbentuk silender. Seperti di jelaskan  dimuka, silender ini disebut dalam bahasa Yunani “volume” sampai sekarang masih digunakan dalam bahasa Inggris dan Perancis. Papyrus terdapat di negeri-negeri di sekitar Laut Tengah, terutama di  Mesir. Dalam abad ketujuh orang Arab di  Mesir mempersulit ekspor papyrus ke Eropa, sehingga kemudian di Eropa  yang dipakai adalah  “perkamen” (kulit domba, anak sapi, keledai) yang dimasak menjadi tipis dan licin. Perkamen ditulis, dilipat dan disusun dengan  tangan dalam bentuk buku seperti sekarang. Karena perkamen itu mahal sekali pembuatannya, maka lembaran buku lama sering kali digosok sampai  bersih  dan ditulisi kembali (palimpaset). Di India, China, dan Indonesia  digunakan daun pohon tal atau “lontar” ; di Babylon dan Assiria digunakan tanah liat yang dibuat persegi datar (lempengan). China mula-mula menggunakan kain sutera untuk ditulisi dan diberi gambar,  kemudian menggunakan kertas yang dibuat dari potongan-potongan kain. Cara membuat  kertas ini kemudian dibawa oleh orang China ke Eropa dalam abad ke-empat belas. 
Sekitar 1300 tahun sebelum  Masehi  (BC), di China telah ada buku. Buku-buku itu dari daun palem (lontar) atau strip batang bamboo yang diukir (tulisi). China disekitar  200 tahun setelah Masehi (AC), dapat membuat kertas, mula-mula kertas itu dibuat gulungan kertas yang ditulisi dengan sejenis tinta. Kemudian pada tahun 500 Masehi, China menggunakan gulungan kertas itu untuk membuat buku (yang selain ada tulisan juga ada gambar kaligrafi) seperti buku dari daun palem atau strip batang bambu sebelumnya.
Dalam masa kebesaran  Yunani  dan  Romawi, banyak budak diharuskan menyalin buku dengan tangan. Di abad pertengahan di Eropa,   pekerjaan  itu  dilakukan oleh para biarawan.  Sedangkan di Negara-negara  lain, dilakukan oleh kaum cendekiawan dan ulama.
Di abad kelimabelas ditemukan dasar-dasar pencetakan oleh Johann Guntenberg (died February 3, 1468—aged 70) di Mainz (Jerman) dan Laurens Janszoon  Koster (1370 - 1440)   di  Harleem (Nederland). Kemudian  pembuatan  buku itu berkembang dengan sangat pesat.


Penemuan mesin cetak adalah  peristiwa  terbesar sepanjang sejarah   buku. Peristiwa   itu, terjadi pada awal era modern—Abad ke-15,  buku jadi sarana penting bagi perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan lain-lain.

Penemuan mesin  cetak  atau alat percetakan dari logam adalah awal   adanya buku   (Printed Book). Penemuan   itu   menyebabkan buku dapat dicetak (diproduksi)  dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatip singkat (mass production). Penemuan mesin cetak dikatakan  sebagai  peristiwa terbesar sepanjang sejarah buku. Peristiwa penemuan mesin cetak itu terjadi pada awal era modern—Abad ke-15, yang memungkinkan buku sebagai sarana penting bagi :

  • transmisi budaya ;
  • penemuan ilmiah dan kemajuan teknologi;
  • perkembangan social;
  • perkembangan  komunikasi ; dan
  • Lain-lain.    
Pada abad ke-15, buku cetak   disebut incunalbe atau incunabulum dari kata Latin (Inggris : band swaddling atau cradle). Buku produksi, pada masa  awal pencetakan adalah tebal dengan ukuran quarto, dan dibungkus (cover) kayu. Buku itu,  tidak  memiliki halaman judul, namun halaman pertama sering dihiasi  teks surat-surat awal; dengan batas yang terang dan seringkali berwarna. Warna hiasan awal itu, paling sering merah dan biru, namun hiasan lainnya juga sering muncul   sepanjang   teks.


Gutenberg
Johann Gutenberg is nearly universally credited with being the inventor of the printing press, and the father of the modern printed book. Gutenberg was an early communications catalyst who invention of the printed book opened up the world to the quick and efficient spread of knowledge and ideas ( Encyclopedia Britannica).          .

Pada 1456, sekitar dimulainya masa pencerahan (Renaissance),  Johann Gutenberg memproduksi buku di Jerman, yang mungkin merupakan buku pertama yang dicetak dengan mesin cetak. Buku itu adalah Alkitab,  mesin cetak Gutenberg itu membuka jalan menuju produksi massal (mass production), dan juga buku yang diproduksi dengan bentuk yang indah (beautiful book). Pada  awalnya,   “cetakan popular”   ditulis dengan tangan. Beberapa waktu setelah itu, muncul “cetakan    lain” . Penemuan mesin cetak telah mengubah buku, begitu pula dunia,  makin banyak orang bisa  membaca.
Seperti telah dijelaskan dimuka, buku yang dicetak sebelum 1500 disebut incunabula (“cradle”),  periode ini merupakan masa awal pembuatan buku.
Ahli-ahli Taurat, pada abad pertengahan,   merubah  warna buku dengan mewarnai buku dengan pena. Buku cetak,  membutuhkan   cetakan bagi setiap warna, oleh karena itu pencetak segera berhenti    meniru manuskrip kuno. Tulisan dan gambar   hitam-putih   paling sering digunakan, meski beberapa diwarnai dengan tangan.
Pada masa itu, mengukir kayu (wood cutting) adalah sistem pencetakan gambar yang paling  cocok. Gambar diukir di papan kayu dan  di media dengan teksnya. Gambar dan teks dapat dicetak  bersama-sama.
Sebagai gambaran dapat dikemukakan, Florence (Italia)  adalah  pusat pencetakan dan penerbitan. Hasil   cetakannya ; antara ilustrasi, tipe,  dan ukuran margin menjadi serasi. Buku-buku Florentine sangat  menyenangkan, karena para perancang (designer) tidak meniru tampilan manuskrip kuno, tetapi mengembangkan ilustrasi sesuai dengan mesin cetak. Bentuk buku saku  ditemukan  di Venesia. Pada tahun 1501,  Aldus Manutius (1450 - 1515) menerbitkan buku-buku (buku saku) Yunani klasik. 
Ketika buku masih dibuat dengan tangan, hanya orang  kaya  saja  yang  membeli beberapa jilid, orang kebanyakan hanya dapat melihatnya. Seiring dengan bertambah panjangnya tulisan-tulisan didalam buku, maka   perlu antara lain  adanya :

  • judul ;
  • nama  penulis ;
  • pencetak (printer);
  • penjual  buku ;
  • illustrator, dan lain  sebagainya.
Bentuk dan tata letak buku berkembang pada tahun 1550,  dengan  sedikit perubahan tata letak masih digunakan sampai sekarang. Pada waktu itu seperti yang telah diterangkan dimuka,  halaman  pertama buku adalah judul yang pendek, kemudian  judul lengkap , penulis, penerbit, tanggal penerbitan dan kota dimana buku itu diterbitkan. Jika penerbitnya  berbeda, dibalik halaman judul ada informasi tentang hak cipta dan  pencetak (printer). Selanjutnya adalah halaman untuk dedikasi, daftar isi, daftar ilustrasi atau pengantar, dan teks yang dibagi menjadi beberapa  bab, catatan (sering ditemukan di kaki setiap halaman dalam teks), lampiran, biblilografi digunakan sebagai referensi, dan indeks.
Tipe huruf cetakan yang dipakai ada tiga gaya (corak) : gothic, roman, dan italic. Huruf gothic menyerupai huruf pada manuskrip,  populer di Inggris dan Jerman. Orang-orang di Jerman saat ini menggunakan huruf gothic, sedangkan di Inggris,  setelah abad ke-17, tidak  lagi digunakan, kecuali pada Alkitab. Huruf Roman adalah paling populer di mana artikel dicetak, sementara itu kata-kata dicetak miring.
Sampai kira-kira abad ke-20, mengikat atau menjilid buku  diatur oleh para pembeli, Pada akhir abad ke-15, buku mulai dicap dengan nama si pencetak (printer), namun mengikat atau menjilid sering dirancang oleh sang kolektor dengan memakai nama dan gaya mereka. Pada abad ke-16,  Thomas Mahieu dan Jean Grolier de Servieres (1479 - 1565) adalah orang Prancis, mereka adalah salah satu kolektor buku-buku bagus yang terkenal.
Dalam 5 ratus tahun terakhir, mengikat (menjilid) buku  pelan-pelan berubah Setiap bagian dilipat (dijahit) disatukan pada papan atau kulit. Penutup dihias dengan garis polos,  warna emas, atau warna dicap dengan stempel kuningan.
Tepi buku dilapisi emas, perak,  atau  warna  sesuai dengan ikatannya. Semula pelapisan itu dilakukan oleh  tangan manusia. Selama abad ke-17 Samuel Mearne (orang Inggris) menghasilkan suatu tipuan untuk bukunya, jika buku itu tertutup rapat akan tampak memiliki tepi bersepuh biasa, tetapi saat halamannya sedikit dibuka,  tampak  pemandangan  potret; atau desain dekoratif lain-nya.


Secara bertahap, aktivitas pencetakan menjadi lebih cepat dan mudah, hal itu berakibat pembuatan buku yang dilakukan dengan tangan menjadi lebih sedikit.   
      
Selama berabad-abad buku dicetak dengan tangan seperti pada zaman percetakan ala  Guntenberg . Secara bertahap mencetak dengan mesin menjadi lebih cepat dan mudah, oleh karena itu sedikit pekerjaan (memperbanyak tulisan atau gambar) yang dilakukan dengan tangan, mencetak dilakukan dengan phototypesetting (a method of setting type, rendered obsolete with the popularity of the personal computer and desktop publishing software), dan metode lainnya. Proses ini bergantung pada film fotografi (bukan  pencetak logam). Sampul dibuat dengan mesin,  kayu diganti dengan kardus, dan buku edisi dengan sampul kertas yang keras (hard cover). Sedangkan tata letak buku belum banyak berubah sampai  sekarang.
Abad ke 19, membawa beberapa perubahan pada wajah dan ornamen  buku. Ukiran yang digunakan lebih kecil, karena sulit mencetak ukuran besar, dan buku dibuat  dengan wajah dan ornamen tipe baru.
Di abad ke-19 ini, orang mulai  mengurangi  kualitas artistik buku berkaitan dengan penghematan biaya pada produksi buku secara massal. Namun di Inggris, seniman William Morris (1834 - 1896) dengan para pencetak (typographers)  bersama-sama  penjilid mendirikan “Gerakan Pencinta Seni”. William Morris dan  kawan-kawan berusaha menciptakan kembali keindahan buku abad pertengahan, mereka menerbitkan buku-buku yang menggunakan bahan terbaik. Banyak orang merasa bahwa buku yang dimilikinya  berpenambilan kuno, namun ternyata penampilan kuno itu dapat mengilhami dan membuka jalan bagi tendensi baru dalam mendesain buku.
Di Amerika Serikat perkembangan modernisasi penerbitan berjalan lamban, bisnis lain berkembang lebih cepat. Praktek perpajakan dalam perdagangan dan penerbitan  buku  tidak dapat diterima oleh bisnis lain. Seperti diketahui, bisnis buku tidak mengenal uji produk sebelum dan sesudah penjualan, padahal uji itu adalah suatu  prosedur standar dari sebagian besar operasi komersil di Amerika Serikat. Tidak ada kemungkinan mengembalikan  biaya, sebelum buku dipublikasikan. Banyak  penerbit  buku tidak menerima kembali biaya yang telah dikeluarkan.  Di Amerika buku “Novel”,  pada umumnya   penjualan pertama  tidak lebih dari 750 eksemplar. Banyak buku lain yang pada penjualan pertamanya  5.000 eksemplar, dan pada saat penjualan  terbaik  adalah 15.000 atau 20.000 eksemplar.   
Penerbit juga tidak mengetahui dengan pasti mengapa sebuah buku  terjual, umumnya mereka percaya karena kombinasi  promosi (iklan) dan publikasi dari mulut ke mulut. Banyak buku penjualannya menjadi lebih baik, karena semangat (enthusiasm) para penjual,  Pengarang  populer atau  bukunya sangat diminati bisa terjual dengan harga wajar sesuai dengan yang apa diharapkan, namun tidak ada jaminan.
Publikasi buku sangat  spekulatif. Misalnya sebuah “novel” dengan harga $ 5 per eksemplar dan cetakan pertamanya   5.000 eksemplar, maka  maksimum  biaya iklan (promosi) akan $ 1,250 per eksemplar (dihitung berdasarkan harga buku). Buku yang terjual, buku dengan iklan paling banyak (mendekati $ 1,250 per eksemplar), hal itu dibuktikan oleh perilaku pembeli dan   penerbit  yang memanfaatkannya.
Proses penjualan buku yang sebenarnya tidak berubah secara substansial dalam waktu satu abad ini. Penjual setelah mendapat  pengarahan  dari  editor dan eksekutif tentang  buku yang akan dijual, pergi  menampilkan contoh buku (sampel)  dan melakukan persuasi pribadi kepada  calon penjual buku (pemilik toko buku dll). Calon penjual buku (pemilik toko buku dll) itu, lalu  menduga  berapa banyak  setiap judul buku tertentu yang bisa dijualnya, karena sebagian besar penerbit mengizinkan mengembalikan buku yang tidak dapat dijual. Ini kemudian sering menyebabkan buku dapat dijual dengan harga murah
Ada konflik tradisional antara penerbit, di Amerika Serikat dan juga di Indonesia, dengan penjual   buku  a.l mengenai :

  • diskon ; .
  • pengembalian ;
  • pengiriman ;
  • promosi. dan
  • klub buku
Alasan utama konflik adalah kebijakan seragam di antara penerbit, dan  fakta bahwa penerbitan adalah usaha yang sangat individualistik. Meskipun demikian, ada beberapa kesepakatan antara penerbit dan penjual buku bahwa  sistem distribusi lama memerlukan perubahan radikal. Selain praktik komputerisasi,  pengiriman, dan penagihan ;  ada sedikit kesepakatan tentang perubahan distribusi buku dengan sistem wholesaling model Eropa. Wholesaling adalah aktifitas-aktifitas seseorang yang menjual ke Retailer dan penjual lain atau ke industri, institusional, dan pengguna komersial, tetapi tidak menjual ke konsumen akhir dalam jumlah besar yang dipandang lebih efisien. Tidak jelas apakah sistem Eropa itu  dapat  berhasil atau tidak.
Kunci   sukses  distribusi pada dasarnya  adalah pada toko buku. Sejak awal, penerbitan menghadapi situasi yang sangat sulit  (cq. dalam nenetapkan harga) karena :

  • meningkatnya   biaya ;
  • persaingan harga (a.l karena pemberian diskon)  ; dan
  • ketidakpedulian   Pemerintah  atas masalah yang dihadapi oleh penerbit.
Pengusaha buku di Amerika Serikat, dan juga Indonesia, beroperasi  pada tingkat keuntungan yang rendah.  Tidak jarang hanya 4% yang mendapatkan keuntungan, 36% impas (breakeven), dan 60%  rugi (kehilangan uang). Namun toko  buku juga menjual komoditi pelengkap seperti kartu ucapan selamat, hadiah dll, dari mana keuntungannya bisa besar.


. . . . .menjual    buku  pelajaran (textbook) harus disetujui oleh Pemerintah (panitya negara atau panitya sekolah setempat). Persaingan ketat, karena  sejumlah  besar  uang terlibat.

Penerbitan dan perdagangan (distribusi) buku pelajaran (textbook) berbeda dengan  buku  pada umumnya, dalam beberapa hal tidak kalah sulitnya. Jual buku pelajaran (textbook)  harus disetujui oleh Pemerintah (panitya negara atau panitya sekolah setempat). Persaingan ketat, karena  sejumlah besar uang terlibat. Panitya negara tidak hanya menentukan aspek fisik seperti ukuran, pengikatan, dan penampilan buku, tetapi sering juga  konten.  Sensor langsung maupun  tidak langsung (halus), selalu hadir. Namun     ijin (disetujuinya) buku pelajaran dalam sistem sekolah negeri  dapat menguntungkan penerbit. Penerbit   tidak berkeberatan jika   harus mendapatkan persetujuan  semacam  itu.
Di Amerika Serikat, buku pelajaran (textbook) telah berubah secara dramatis, bahkan sejak tahun 1930-an. Desainnya telah sangat berubah, lebih banyak menggunakan warna, karya seni, dan tulisan yang lebih baik  ;  sekarang  juga harus bersaing dengan materi dan metode pengajaran lainnya. Beberapa penerbit percaya bahwa kompetisi ini memacu perubahan lebih lanjut dalam penerbitan buku pelajaran  (textbook).
Distribusi textbook di  perguruan  tinggi   berbeda. Di sini baik dosen atau pengurus dosen, bukan panitya sekolah atau panitya pendidikan negara, yang  memutuskan  textbook  yang  digunakan. Penerbit mengundang para dosen (professor) dan berbicara dengan para dosen tentang  penjualan  buku-buku  (textbook). Penerbit bekerja diwilayah  geografis tertentu, tugasnya adalah menyediakan manuskrip dan juga menjual buku.   Kebanyakan kasus, seorang  professor memberi informasi ke toko buku di perguruan tinggi dan toko buku lainnya tentang buku yang digunakan di kelasnya, dan mereka memesannya dari penerbit.
Keuntungan besar penjualan buku di perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat (misalnya  di beberapa universitas besar) adalah ke freshman English (The Freshman Program concentrates on developing skills in written expression, critical thinking and literary analysis using poetry, drama, fiction, and nonfiction) dan ke program pengantar ekonomi. Penjualan textbooks dan lain-lain itu, jika menguntungkan adalah sangat  penting.
Harga selalu menjadi masalah di penjualan  buku  pelajaran  (textbook). Textbooks itu produksinya mahal, dan biasanya ada beda yang tinggi   antara harga  penerbit  dan harga yang mampu dibayar oleh siswa.    Paperbacks (paperback adalah jenis buku dengan penutup  kertas  atau  kertas  karton  tebal, dan sering disatukan dengan lem daripada dengan jahitan , sebaliknya buku hardcover atau hardback diikat dengan kardus yang ditutupi kain. Halaman-halaman di bagian dalam terbuat  dari kertas—Wikipedia) digunakan secara luas di perguruan-perguruan tinggi di Amerika Serikat, terutama sebagai bacaan dan sebagai textbook. Harga  paperback relatip murah.
Dari bahasan dan renungan seperti diuraikan dimuka, penerbitan dan perdagangan buku utamanya sangat tergantung pada penerbit dan toko buku, Sebagai gambaran berikut ini adalah beberapa penerbit dan toko buku  di sejumlah Negara sbb :


PENERBIT & TOKO BUKU
Nomor
PENERBIT
Nomor
TOKO BUKU
01
PT. Gramedia Jakarta (Indonesia).
01
Toko Buku Gramedia Jakarta.
02
Yayasan Kanisius Jakarta (Indonesia)
02
Toko Buku Gunung Agung, Jakarta.
03
Pustaka Pelajar Yogyakarta (Indonesia).
03
Toko Buku Pembangunan Yogyakarta.
04
McGraw Hill, Book Company Inc, New York (USA).
04
St. Marks Cosmos, New York (USA).
05
Grolier Incorporated Connecticut (USA).

Broklyn Law School, New York (USA).
06
Kogakhusa Company Ltd, Tokyo (Japan).

Marruzka Nihonbashi, Tokto (Japan).
07
Tong Li Publishing, Taipeh (Taiwan).

Elsite Xinyi Store, Taipeh (Taiwan).
08
Markazi Martaba Islam Publishers, New Delhi (India).

Cosmo Publication, New Delhi (India).
09
Trafford Penerbitan, Singapura.

Takashimaya, Singapura.
10
Penerbit Universiti Malaya, Kuala Lumpur (Malaysia).

Basheer Bookstore, Kuala Lumpur (Malaysia).




Buku di "Kaki Lima"

Disamping di "Toko Buku" , di Indonesia, buku juga dijual di jalan-jalan (pedagang kaki lima) dan di pasar-pasar. Di Jakarta terkenal "Pasar Inpres" di wilayah pasar Senen. Di "Pasar Inpres" tersebut selain dijual buku-baru juga buku-bekas (sekon), buku jiplakan (foto copy), buku yang dilarang beredar (pornografi, politik dll) dan lain-lain. Hal seperti itu juga terdapat di kota-kota lain ; misalnya di Yogyakarta.

Akhirnya dapat dikemukakan bahwa dengan berjalannya waktu,  buku telah  mendapatkan saingan dari produk teknologi digital – internet, dimana   orang dapat menyebarkan dan sekaligus menyimpan informasi (faham, ilmu pengetahuan, dan lain-lain) dalam beragam jenis dan jumlah yang sangat besar kesegenap penjuru angin secara bersamaan.  "Ngunandiko" pada kesempatan ini, tidak membahas dan merenungkan produk teknologi digital tersebut.

Demikianlah   “bahasan  dan renungan” singkat tentang  beberapa aspek dari   “buku”.  Semoga    bermanfaat.
*

There are two motives for reading a book; one, that you enjoy it; the other, that you can boast about it― Bertrand Russell.

*

Sabtu, 13 Februari 2016

Landreform

Ngunandiko.99

                                                             

Land Reform


The concept of land reform has varied over time according to the range of functions which land itself has performed: as a factor of production, a store of value and wealth, a status symbol, or a source of social and political influence (Encyclopedia Britannica).

Menurut “The New Grolier Webster International Dictionary” landreform adalah program redistribusi tanah pertanian—Land reform, a program, usually, sponsored by a government, to redistribute agricultural land more equitably. Pada akhir tahun 1990-an HCRI (Himpunan Cendekiawan Republik Indonesia) menyelenggarakan diskusi (brainstroming) mengenai    “Land Reform”.  Dan  pada kesempatan ini “Ngunandiko” ingin membahas dan merenungkan kembali hasil diskusi (brainstroming) itu.
Seperti diketahui Lenin (1870 – 1924), di Petrograd pada tanggal 7 Nopember 1917,  telah memerintahkan penghapusan hak milik perorangan atas tanah di Rusia.  Oleh karena itu Lenin dipandang sebagai orang pertama yang mencetuskan gagasan Land Reform ; “land to the tiller” untuk memikat hati rakyat dan petani yang menderita  tekanan dari para landlord, khususnya di Negara-negara blok Rusia.
Sementara itu Michael_Lipton (1937 - . . .) mengatakan bahwa landreform adalah “pengambil-alihan tanah secara paksa, biasanya dilakukan oleh Negara, dari pemilik-pemilik tanah yang luas”. Hal itu dilakukan dengan tujuan agar manfaat dari hubungan antara manusia dengan tanah dapat lebih merata daripada sebelum pengambil-alihan.
Salah satu akibat dari “landreform” adalah terjadinya perubahan kepemilikan dan penguasaan atas tanah dari orang-orang tertentu yang berjumlah relative kecil (tuan-tuan tanah, perusahaan-perusahaan perkebunan, perternakan dll) ke orang-orang lain yang berjumlah lebih besar. Sudah tentu perubahan kepemilikan atas tanah itu berdampak  pada aspek politik, ekonomi, social dan aspek-aspek lain dari suatu Negara.
Untuk memberi gambaran tentang “landreform”, berikut ini adalah contoh sejumlah peristiwa yang dipandang sebagai aktivitas landreform di suatu wilayah atau Negara di masa-masa yang lalu sbb :

1.   Pada masa Yunani Kuno (sekitar tahun 549 SM), pemerintahan Solon telah melakukan reforma agrarian (landreform) dengan menerbitkan undang-undang agrarian (Seisachtheia). Undang-undang agrarian ini diterbitkan untuk menghadapi kemungkinan pemberontakan “hektemor”.

Solon
Tujuan  undang-undang ini membebaskan para  hektemor  dari hutang, dan sekaligus membebaskannya dari statusnya sebagai budak di bidang pertanian. Hektemor adalah petani miskin penggarap pada tanah gadaian atau bekas tanahnya sendiri yang telah digadaikannya. Namun ternyata para hektemor tersebut sebagian besar tetap tidak mampu menebus kembali tanahnya atau mengembalikan hutangnya, sehingga mereka menjadi semacam budak dari si pemegang gadai (petani kaya, pemilik uang). Usaha Solon ini kemudian dilanjutkan oleh Peisistratus yang melakukan reformasi agrarian melalui program redistribusi land to the tiller dan land to the landless. Petani juga diberi fasilitas perkreditan dan lain-lain.


2.    Di Romawi Kuno, Tiberius-Gracchus (169 – 133 SM) ; anggota Tribune of The Roman Republic, berhasil meng-goal-kan Undang-undang Agraria yang intinya penetapan batas maksimum penguasaan atas tanah. Tanah kelebihan (yaitu kelebihan dari batas maksimum) harus diserahkan kepada Negara—dengan ganti rugi, kemudian dibagikan kembali ke para petani kecil ataupun petani tanpa tanah. Undang-undang Agraria (reforma agrarian) tersebut bertujuan mencegah terjadinya  pemberontakan di Roma.

3.    “Enclosure Movement” di Inggris ; Gerakan ini berlangsung kira-kira pada abad ke-12 s/d abad ke-14.   Enclosure movement merupakan suatu proses peng-kapling-an tanah-tanah pertanian dan padang penggembalaan—yang semula dapat disewa oleh umum menjadi tanah-tanah individu. Hal ini utamanya dilakukan oleh tuan-tuan tanah yang karena tekanan pasar lalu mengalihkan usahanya dari pertanian ke peternakan sehingga memerlukan tanah-tanah peternakan sendiri.  

4.    Revolusi Perancis (1789 – 1799) ; salah satu sisi dari Revolusi Perancis adalah gerakan reformasi agrarian besar-besaran, yang pertama kali terjadi pada jaman modern. Sistem penguasaan tanah feudal dihancurkan. Tanah dibagikan kepada petani dan petani budak yang baru saja dibebaskan. Revolusi Perancis dalam hal reforma agrarian  merupakan suatu pembaharuan sbb :
  • membebaskan petani dari ikatan “tuan – budak” (serfdom) dari system feudal ;
  • melembagakan usaha tani keluarga yang kecil-kecil sebagai satuan pertanian yang dianggap ideal.
Gagasan ideal reforma agrarian di Perancis ini telah membawa pengaruh luas ke seluruh Eropa terutama Eropa Barat dan Utara. John Stuart Mill (1806 – 1873) pada tahun 1870 membentuk “Land Tenure Reform Association” yang banyak mendorong dilakukannya pembaharuan di Inggris, dimana feodalisme digantikan dengan system penyekapan (tenancy).

5.  Bulgaria adalah salah satu negara yang telah melakukan pembaharuan agraria di sekitar tahun 1880-an.  Pembaharuan itu merupakan pembaharuan yang komprehensif, bukan saja redistributive landreform, tetapi mencakup pula secara terpadu program-program penunjangnya seperti :
  • koperasi kredit;
  • pusat tabungan untuk kepentingan usaha pengolahan tanah;
  • pengemasan (kalengan) hasil-hasil pertanian ; 
  • pembinaan usaha tani intensif dll.

6.    Meksiko ; Pada tahun 1859, Benito-Juarez (1806 – 1872) telah menyita tanah-tanah gereja dan membagikannya ke petani-petani, namun usaha itu baru berhasil melakukan perubahan besar-besaran  pada tahun 1910. Setelah peristiwa perubahan besar-besaran itu, yang dikenal sebagai “Revolusi 1911”, maka pada konstitusi Meksiko tahun 1917 telah dicantumkan adanya reformasi kepemilikan tanah (dan juga reformasi perburuhan). Hal itu berarti bahwa kepemilikan tanah-pribadi menjadi subordinasi dari kepentingan umum, sehingga memungkinkan pemerintah (Negara) melakukan ambil-alih ladang-ladang dan nasionalisasi sumberdaya alam dibawah tanah (mis : minyak dan gas bumi dll).


Namun semasa pemerintahan liberal presiden Porfirio Díaz (1830 - 1915), situasi kepemilikan tanah di Meksiko menjadi sangat buruk.  Boom ekonomi di akhir abad ke-19 berakibat haciendas (pemilik kebun, tambang dll yang luas) memperluas dan  aktif menggusur para penghuni yang tanahnya tidak sepenuhnya digunakannya.
Pada akhir pemerintahan presiden Porfirio Díaz hampir semua (l.k 95%) desa telah kehilangan tanah mereka. Ekspansi kebun-kebun tebu (gula) telah  memicu protes para petani terhadap rezim Díaz, dan merupakan salah satu penyebab utama  terjadinya “Revolusi Meksiko 1910 – 1920”.
Selama presiden Alvaro Obregon (1920-1924)., Meksiko mulai berkonsentrasi pada reformasi agrarian. Reformasi agrarian ini adalah  untuk melakukan redistribusi tanah sebagai bagian dari proses nasionalisasi dan "Mexicanization". Proses  itu telah mempengaruhi  pemilik tanah asing dan pemilik tanah besar (hacendas). Walaupun proses ini sangat lambat, namun antara tahun 1915 s/d 1928, lebih dari 50.000 sqkm tanah telah dapat didistribusikan ke lebih dari 500.000 penerima di lebih kurang 1.500 tempat. Sampai tahun 1930,  kepemilikan tanah komunal hanya merupakan lk 6,0% dari properti nasional pertanian (berdasarkan wilayah) atau lk 9,0% (berdasarkan nilai).
Sejak pemerintahan Miguel Alemán (1946-1952), langkah-langkah reformasi tanah di Meksiko telah berubah arah. Pemerintahan Alemán  membolehkan pengusaha menyewa lahan petani. Fenomena ini kemudian dikenal sebagai "neo latifundismo,"—tanah yang tidak dimiliki oleh pemilik tunggal tetapi oleh perusahaan misalnya “Del Valle” atau “Del Monte”, dimana pemilik tanah membangun a.l peternakan swasta skala besar dan usaha-usaha lain.
Dengan berjalannya waktu arah reformasi agrarian di Meksiko telah berubah-uabah sesuai dengan fungsi tanah tersebut bagi kekuatan politik yang sedang berkuasa. The concept of land reform has varied over time according to the range of functions which land itself has performed: as a factor of production, a store of value and wealth, a status symbol, or a source of social and political influence.

7.    Di Rusia pada periode 1906 – 1911 telah lahir pembaharuan (reform) yang dikenal sebagai “Stollpin Reform” . Inti dari reform tersebut adalah para petani dibebaskan dari komune-komune dan menjadi pemilik tanah secara bebas. Kebebasan itu mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang tajam antara petani kaya (kulak) dan petani tanpa tanah.
Dengan berhasilnya kaum komunis (Bolsjewiki) merebut kekuasaan di Rusia melalui “Revolusi 1917”, maka Lenin a.l telah memutuskan untuk menghapuskan hak milik perorangan atas tanah di Rusia. Hal itu telah memberi ciri radikal pada reforma agrarian di Uni Soviet tersebut sbb :
  • Hak pemilikan tanah pribadi dihapuskan ;
  • Tenancy (sewa, bagi hasil, gadai dan sebagainya)  dilarang ;
  • Penguasaan tanah absentee dilarang ;
  • Hak garap dan luas hak garapan ditentukan atas dasar criteria luas seorang petani telah benar-benar menggarap tanah itu ; dan
  • Menggunakan buruh upahan dilarang.
Reformasi agrarian di Uni Soviet ini diikuti oleh banyak Negara terutama Negara-negara blok Uni Soviet.

8.    Pada pasca Perang Dunia II, telah di-deklarasi-kan The Peasants’ Charter ; Berdasarkan deklarasi tersebut, telah dilancarkan  reforma agraria  di Jepang, Korea Selatan dan Taiwan dibawah pengawasan tentara “Sekutu”. Reforma agrarian  itu kemudian  berkembang ke berbagai negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin, terutama pada tahun-tahun 1950-an dan 1960-an. Setiap negara memiliki ciri sendiri dalam melakukan reforma agraria.
Sementara itu pada bulan Juli tahun 1979 di Roma diselenggarakan oleh   “Perserikatan Bangsa-bangsa (Food and Agriculture Organization of the United Nations)”  konperensi dunia mengenai reforma agraria dan pembangunan pedesaan (World Conference on Agrarian Reform and Rural Development). Konperensi ini berhasil merumuskan suatu deklarasi tentang prinsip-prinsip dan program kegiatan (declaration of principles and programe of action), yang disebut piagam petani (the peasents’ charter).

. . . . . .  “piagam petani” ini berorientasi lapisan masyarakat pedesaan. Hal itu berarti bahwa sesungguhnya ditingkat dunia telah ada ketentuan  mengenai perlunya program reforma agraria  sebagai dasar pembangunan.

Dalam piagam petani itu dinyatakan bahwa tujuan reforma agraria dan pembangunan pedesaan adalah transformasi kehidupan dan kegiatan pedesaan dalam semua aspek-nya yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya, kelembagaan, lingkungan dan kemanusiaan.
Sasaran dan strategi untuk mencapai tujuan itu haruslah dipusatkan pada penghapusan kemiskinan, dan dikendalikan oleh kebijaksanaan yang berusaha mencapai pertumbuhan, pemerataan, redistribusi penguasaan ekonomi, redistribusi penguasaan  politik serta partisipasi rakyat.
Inti dari piagam petani itu adalah bahwa program reforma agraria dan pembangunan pedesaan haruslah dilaksanakan secara serentak meliputi tiga bidang dan tiga tingkat yang saling berkaitan yaitu :
  • tingkat desa—mengikutsertakan lembaga pedesaan ;
  • tingkat nasional—reorientasi kebijakan pembangunan ;
  • tingkat internasional—mendorong terlaksananya prinsip-prinsip tata ekonomi internasional baru.

Isi “piagam petani” ini berorientasi kepada lapisan masyarakat pedesaan. Hal itu berarti bahwa sesungguhnya ditingkat dunia telah ada ketentuan  mengenai perlunya program reforma agraria  sebagai dasar pembangunan.

9.    Di Zimbabwe land-reform secara resmi di mulai pada tahun 1980 sebagai kelanjutan  ditanda tanganinya “Lancaster House Agreement” (agreement Desember 1979 tentang konstitusi, pengaturan pra-kemerdekaan, dan gencatan senjata). Land-reform tersebut adalah usaha untuk membagi tanah secara lebih adil antara petani kulit hitam dan petani kulit putih.
Sebagaimana diketahui petani kulit putih (white Zimbabweans of European ancestry), pada masa kolonialisme, memiliki status (politik, ekonomi, dan social) yang lebih tinggi daripada petani kulit hitam. Land reform yang ditujukan untuk menghilangkan ketidak adilan dalam kepemilikan tanah di Zimbabwe tersebut tidak mudah dilaksanakan karena :
  • populasi kulit hitam yang meledak—setelah Zimbabwe merdeka sehingga membutuhkan tanah (land hunger) yang luas; dan
  • sector ekonomi —  a.l penyedia : lapangan kerja; komoditi ekspor (kopi, gula, kapas, tembakau dll); dan makanan khususnya daging –  dapat terganggu, dimana sector ekonomi tersebut masih di dominasi oleh kulit putih.
  • pemerintah Zimbabwe tidak memiliki dana yang cukup untuk dapat melaksanakan landreform tersebut.

10.Reforma agrarian di Indonesia : Seperti diketahui sejahtera atau tidaknya rakyat disuatu Negara sangat ditentukan oleh pemerataan pemilikan dan penguasaan tanah (agrarian). Dengan perkataan lain kemajuan suatu Negara umumnya didahului oleh perombakan stuktur agrarian Negara tersebut menjadi struktur agrarian yang lebih adil dan lebih efisien daripada sebelumnya. Sebagai gambaran tampak dari peristiwa-peristiwa di Perancis, Amerika Serikat, Rusia dan lain-lain seperti yang telah diuraikan diatas.
Indonesia (setelah proklamasi 17 Agustus 1945) secara resmi melakukan reforma agrarian pada 24 September 1960 ; Indonesia  tampaknya menyadari pentingnya reforma agrarian tersebut, namun karena perbedaan pandangan dari kekuatan-kekuatan politik yang ada di Indonesia—dan sangat mungkin juga karena pengaruh dari luar, Indonesia baru dapat menetapkan suatu UU sebagai sikap politik agraria nasional pada tanggal 24 September 1960. UU itu dikenal sebagai UU No.5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (disingkat UUPA).
UUPA tersebut sangat penting dalam hukum Nasional Indonesia terutama dalam hal pembaruan agraria yaitu ketentuan-ketentuan mengenai Landreform seperti :
  • ketentuan-ketentuan mengenai luas maksimun-minimum hak milik atas tanah (pasal 7 dan 17ayat (1) UUPA); dan
  • pembagian tanah kepada petani tak bertanah (Pasal 17 ayat (3) UUPA).
Sementara itu pengaturan lebih lanjut tentang ketentuan-ketentuan dalam Landreform (UUPA) tersebut adalah :
  • UU No.56 Prp 1960 tentang Penetapan Luar Tanah Pertanian (lebih dikenal dengan UU landreform); dan
  • PP no.224 tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian.
Tujuan landreform ini adalah untuk meningkatkan penghasilan dan taraf hidup para petani penggarap, sebagai landasan atau prasyarat untuk menyelenggarakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
UUPA dalam pelaksanaannya banyak menghadapi hambatan, termasuk pro-kontra tentang substansialnya dan kecurigaan terhadap penyusupan paham komunis di dalamnya. Akibat kendala-kendala itu, maka landreform yang begitu krusial sempat tidak berjalan dalam waktu yang lama.
Sejak awal pelaksanaan landreform di Indonesia sekitar tahun 1961 sampai dengan tahun 2002 setidak-tidaknya sebanyak lk 850.000 hak tanah obyek landreform sudah didistribusikan kepada lk 1,5 juta  keluarga petani yang tersebar diseluruh Indonesia.  Ladejinsky yang diundang oleh Presiden Soekarno (tahun 1960-an) untuk membantu melakukan evaluasi program landreform di Indonesia  berpendapat bahwa program landreform ini tidak akan berhasil. Hal itu karena sangat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk membeli atau menguasai tanah-tanah luas yang akan dibagikan.
Pada kunjungannya yang pertama (1961), Ladeijensky  mengatakan bahwa keadaan tanah di Jawa  dan penduduknya yang sangat banyak, maka  luas tanah yang akan dibagikan (maksimum bahkan minimum), tidak mungkin dapat tersedia. Namun jika konsistensi pemantau batas pemilikan tanah  dapat terus dijaga (batas maksimal maupun minimal), maka tentu masalah  keadilan dibidang pertanahan tidak akan merebak.
Pelaksanaan landreform dari sekitar tahun 1961 sampai dengan tahun 2002, setidak-tidaknya hampir 1 juta hak atas tanah yang telah tecatat—walaupun belum tercatat secara sempurna. Hal ini mengakibatkan luas  tanah obyek landreform yang akan  dibagikan menjadi tidak tepat.  Kelemahan ini sangat rawan dan membuka peluang bagi penyelenggara landreform untuk melakukan penyimpangan dan penyelewengan.
Dalam keadaan seperti itu (tanah belum tercatat dengan sempurna) dan kebijakan ekonomi pemerintah yang condong pada pertumbuhan ketimbang pemerataan, maka pemilik modal lebih diuntungkan. Data sensus pertanian tahun 1983 dan 1993 misalnya menyebutkan ternyata hampir 2 (dua) juta petani di Jawa telah tergusur dan melorot statusnya menjadi buruh tani, karena lahan-lahan mereka digunakan untuk pembangunan prasarana ekonomi, kawasan industri dan perumahan tanpa konpensasi yang memadai.
Reformasi agrarian di Indonesia ini berjalan sangat lambat, kalau tidak dapat dikatakan sebagai macet. Keadaan macet ini memiliki potensi besar menimbulkan berbagai kekacauan.

. . . . . . reformasi agrarian dapat tampak berbeda antara yang diumumkan oleh para pembaharu (pemerintah/Negara) dengan tujuan yang sesungguhnya. Perbedaan tersebut  dapat sangat signifikan.

Dari contoh-contoh diatas, terlihat bahwa untuk keperluan menyelesaikan atau mencegah krisis ekonomi, sosial, dan politik,  reformasi agrarian telah sejak lama dilakukan di berbagai wilayah dan Negara.  Hal itu karena pemilikan dan penguasaan tanah sangat berpengaruh terhadap masalah-masalah ekonomi, social, dan politik di suatu wilayah atau Negara.
Seperti juga terlihat dari contoh-contoh diatas, reformasi agrarian dari waktu ke waktu mengalami perubahan, terutama karena berubahnya  hubungan antar manusia dan berubahnya cara-cara manusia berproduksi.
Reformasi agrarian biasanya dilakukan atas inisiatif pemerintah/Negara, serta dianggap sebagai suatu mekanisme pemecahan masalah. Reformasi agrarian sering digunakan untuk menyelesaikan atau mencegah krisis ekonomi, sosial, dan politik dll—yang disebabkan oleh faktor-faktor internal maupun eksternal di suatu wilayah atau Negara.  
Jka reformasi tersebut tidak didukung secara bulat oleh kekuatan-kekuatan politik yang ada di wilayah atau Negara itu, maka tujuan reformasi dapat tampak berbeda antara yang diumumkan oleh para pembaharu (pemerintah/Negara) dengan tujuan yang sesungguhnya. Perbedaan tersebut dapat sangat signifikan. Para pembaharu (pemerintah/Negara) hanya memberitahukan hal-hal tertentu yang  menguntungkan seperti dapat : (1). menenangkan gejolak masyarakat; (2) memperoleh dukungan para petani; (3). melemahkan kekuatan oposisi; (4). memenangkan dukungan internasional; (5). memenangkan PEMILU; dan lain-lain.
Seperti diketahui reformasi agrarian di hampir semua Negara pada dasarnya adalah untuk :
  • meningkatkan pembagian kepemilikan dan penguasaan tanah secara lebih adil daripada sebelumnya ;
  • meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemakaian tanah.
Dengan perkataan lain reformasi agrarian tersebut ditujukan agar hubungan antara manusia dengan tanah  lebih produktif, adil dan merata.  Jika dilihat dari aspek ekonomi a.l adalah untuk meningkatkan produktivitas seperti terlihat di Inggris dan Zimbabwe, dan dari aspek social politik a.l adalah untuk mencegah pemberontakan) seperti terlihat di Yunani kuno dan Romawi kuno. Disamping itu agar reformasi agrarian berlangsung dengan baik, maka berbagai fasilitas juga disediakan seperti fasilitas kredit dan lain-lain untuk pengolahan tanah dan hasil-hasilnya (mis : di Bulgaria).

Sementara itu di tingkat dunia telah ada ketentuan  mengenai perlunya program reforma agraria  sebagai dasar pembangunan. Intinya adalah bahwa program reforma agraria dan pembangunan pedesaan haruslah dilaksanakan secara serentak meliputi tiga bidang dan tiga tingkat yg saling berkaitan yaitu :
  • tingkat desa—mengikutsertakan lembaga pedesaan ;
  • tingkat nasional—reorientasi kebijakan pembangunan ;
  • tingkat internasional—mendorong terlaksananya prinsip-prinsip tata-ekonomi-internasional-baru.

Demikianlah secara singkat bahasan dan renungan tentang reformasi agraria, semoga bermanfaat.
*
Each generation doubtless feels called upon to reform the world. Mine knows that it will not reform it, but its task is perhaps even greater. It consists in preventing the world from destroying itself (Albert-Camus).

*