Kamis, 02 Januari 2014

Riset Industri

Ngunandiko. 60


Riset Industri
(Research in Industry)






Berbagai bangsa dan berbagai negara telah melakukan riset terutama mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kelangsungan hidup umat manusia seperti pangan, sandang (pakaian), papan (rumah), kesehatan, pendidikan, senjata (untuk mempertahankan keberadaannya) dan lain-lain.

Kata "riset" diturunkan dari bahasa Inggris "research", atau dari bahasa Perancis “rechercher” yang berarti 'mencari', istilah “rechercher” itu tercatat mulai digunakan pada tahun 1577. Sementara itu pada waktu ini telah dikenal ada beberapa bentuk kegiatan riset antara lain    riset mengenai politik, sosial, ekonomi, bisnis, pemasaran (market), industri kesehatan,dan lain-lain.
Tulisan ini mencoba untuk merenungkan dan membahas kegiatan riset mengenai industri atau “riset industri”. Arti riset telah diterangkan diatas, sementara itu arti industri di dalam tulisan ini adalah usaha mengubah bahan-mentah menjadi bahan-jadi dalam arti mengubah suatu bahan melalui proses tertentu menjadi bahan lain yang lebih berguna, misalnya : kayu menjadi kursi, tanah-liat menjadi batu-bata, biji-gandum menjadi tepung-gandum, kapas menjadi benang, kain menjadi pakaian dan lain-lain. 
Dari gambaran itu terlihat bahwa ruang lingkup riset industri adalah sangat luas, karena meliputi kegiatan industri dari hulu s/d hilir serta hal-hal yang terkait seperti : penyediaan bahan mentah (bahan baku), penyedian energi, penyediaan tenaga kerja, proses produksi, kualitas hasil produksi pemasaran hasil produksi, pemilihan lokasi dan lain-lain.
Berbagai bangsa dan berbagai negara telah melakukan riset terutama “riset industri” bagi kelangsungan hidup umat manusia seperti : riset mengenai bahan pangan, sandang (pakaian), papan (rumah), kendaraan, kesehatan, pendidikan, senjata untuk mempertahankan keberadaannya dan lain-lain. Hasil-hasil riset tersebut kemudian diketahui telah menjadi salah satu dasar bagi kehidupan manusia di masa kini, dan dimasa yang akan datang.
Orang sering mengatakan bahwa riset adalah seperti puisi, tidak dapat didefinisikan dengan cara yang dapat diterima oleh semua fihak. Namun ada kesepakatan yang diterima oleh kalangan luas, bahwa riset adalah suatu pengamatan (observasi) mengenai hukum dan fenomena alam, serta penerapan-nya untuk menemukan alat, bahan, dan proses baru, atau perbaikan dari yang sudah ada. Seperti telah diketahui  ada  beberapa bentuk kegiatan riset  seperti :  riset mengenai politik, sosial, ekonomi, bisnis, pemasaran, industri dan lain-lain.
Sedangkan riset mengenai industri atau “riset industri” adalah suatu investigasi yang ditujukan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi guna memperbaiki secara signifikan produk, proses, dan jasa yang telah ada ; atau menciptakan produk, proses, dan  jasa baru.
Dalam garis besarnya tujuan riset-industri adalah untuk :
  • memperbaiki kualitas produk yang telah ada ;
  • memperbaiki efisiensi ;
  • mengembangkan bahan-bahan, proses, alat untuk menghasilkan produk baru ;
  • mengembangkan pemakaian bahan pada proses dan alat yang telah ada ;
  • mengetahui dampaknya terhadap biaya produksi ;
  • mencegah timbulnya gangguan dalam proses produksi ;
  • mencegah timbulnya gangguan terhadap lingkungan ;
  • membantu standarisasi produk ;
  • memperbaiki hubungan dengan pemakai produk tersebut dan masyarakat pada umumnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut diatas (misalnya : memperbaiki kualitas produk yang telah ada atau menghasilkan produk baru), riset industri harus melalui jalan yang panjang dan berliku, serta menghabiskan biaya yang seringkali sangat besar.
Sebagai gambaran mengenai panjang dan berliku-nya suatu riset sampai    mencapai hasil yang diinginkan – misalnya : mengembangkan alat, bahan-bahan, proses untuk menghasilkan produk baru – , maka Wright bersaudara untuk menciptakan pesawat terbang  (pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20) harus melakukan hal-hal  lk sbb:
  • membuat dan menyusun pesawat yang ringan, melalui riset bahan (mis : untuk mendapatkan  logam-ringan, karet sintetis, dll) yang telah dimulai lebih dari satu generasi, melibatkan berbagai bidang baru ilmu kimia, fisika, dan prosedur baru dalam metalurgi, teknik kimia, bahkan sebelum keberhasilan parsial tercapai 
  • membangun dan menggunakan pesawat glider  untuk mengetahui seluk-beluk stabilitas dan pengendalian dalam penerbangan ;
  • membangun dan menggunakan terowongan angin (wind tunnel) untuk menentukan karakteristik dasar aliran-udara (airfoil) ;
Wright (1871 – 1948) dan Wilbur Wright (1867 – 1912) dikenal dunia sebagai pembuat desain (rancangan) pesawat terbang pertama dan menerbangkan-nya (lihat pula : Wikipedia).

Dapat dikemukakan disini bahwa pada dasarnya kegiatan riset terdiri dari suatu rangkaian kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
  • Identifikasi masalah riset  ;
  • Tinjauan pustaka ;
  • Menentukan tujuan riset ;
  • Menentukan pertanyaan riset yang spesifik atau hipotesis
  • Mengumpulkan data ;
  • Menganalisis dan menafsirkan data ;
  • Membuat laporan dan evaluasi riset ;
  • Mengkomunikasikan temuan penelitian, kemungkinan, dan rekomendasi,
Industri dalam mengelola kegiatan riset harus secara sungguh-sungguh, karena riset memerlukan biaya yang besar serta hasilnya belum tentu langsung bermanfaat. Pada umumnya riset industri adalah mengenai problem-problem  yang dihadapi atau diduga akan dihadapi  oleh industri tersebut—khususnya yang dinilai krusial (crucial). Dalam melakukan riset industri tidak selalu mengikuti seluruh rangkaian kegiatan-kegiatan tersebut diatas.   
          
Pada dasarnya riset industri adalah untuk menghasilkan atau memperbaiki pengetahuan dan teknologi dibidang industri, yang akhirnya menghasilkan atau menciptakan produk (barang dan jasa) yang diperlukan oleh konsumen.
Dalam garis besarnya riset industri dilakukan melalui suatu pola yang terdiri dari tiga kegiatan riset  :
  • Exploratory Research ;
  • Fundamental Research ;
  • Applied Research
Industri tidak selalu melakukan seluruh 3  (tiga) kegiatan riset seperti pada pola tersebut, masing-masing industri  pada umumnya hanya melakukan kegiatan riset sesuai dengan kebutuhan. Sebagai gambaran berikut ini adalah contoh-contoh dari : Exploratory Research, Fundamental Research, dan Applied Research.

Exploratory Research ;
  • Suatu perusahaan  ingin membangun suatu pabrik kertas dengan menggunakan bahan baku yang ada di Indonesia, maka perusahan tersebut perlu melakukan beberapa “Exploratory Reasearch” a.l  riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
    • bahan baku kertas yang terdapat di Indonesia ;
    • proses pembuatan kertas yang cocok dengan bahan baku tsb ;
    • lokasi di Indonesia yang cocok untuk pabrik kertas.
  • Suatu perusahaan percetakan di Indonesia ingin memperluas (menambah mesin cetak), maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Exploratory Research” a.l  riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
    • mesin-mesin cetak  yang cocok dengan hasil produksinya ;
    • besarnya konsumen percetakan-percetakan sejenis;
    • besarnya pasokan bahan baku bagi  percetakan sejenis.
Fundamental Research ;
  • Suatu perusahaan yang menghasilkan bahan-bahan kimia – misalnya : pabrik tepung kapur –  ingin menggunakan bahan baku batu-kapur yang telah ada untuk memproduksi tepung  kapur (CaCO3) berkualitas tinggi (untuk obat-obatan dan makanan), maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Fundamental Research” a.l  riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
    • sifat fisika dan kimia batu-kapur yang akan digunakan ;
    • komposisi kimia batu-kapur yang akan digunakan ;
    • unsur berbahaya dalam batu-kapur bagi manusia;
  • Suatu perusahaan – misalnya ; pabrik botol gelas – ingin merubah penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan bahan bakar gas (BBG), maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Fundamental Research” a.l riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
    • sifat fisika dan kimia dari BBG yg akan digunakan ;
    • cara penanganan (handling) BBG ;
    • alat dan mesin yang cocok dengan pemakaian BBG.
 Applied Research ;
  • Suatu perusahaan – misalnya : pabrik perakit rangka jendela aluminium (storm window) –     ingin meningkatkan efisiensi-nya, maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Applied Research” a.l  riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
    • rangkaian produksi (production line) ;
    • kemampuan kerja buruh yang akan menjalankan tugas (task assignment) dalam rangkaian produksi tersebut ;
  • .Suatu perusahaan – misalnya : pabrik pakaian jadi –  ingin meningkatkan volume penjualan-nya, maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Applied Research” a.l  riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
    • perilaku konsumen (consumer behaviour) pakaian jadi ;
    • cara distribusi (distribution method).
Exploratory research, fundamental research, dan applied research  dapat dilakukan secara sendiri-sendiri – seperti contoh-contoh diatas –  atau merupakan suatu kombinasi. Misalnya : kombinasi antara “Exploratory research” dan “Fundamental research”, atau kombinasi antara “Exploratory research”, “Fundamental research”, dan “Applied research” dan lain-lain kombinasi. Exploratory research, fundamental research, dan applied research  tersebut tidak selalu dikerjakan oleh perusahaan itu sendiri (in house), tetapi dapat diserahkan ke lembaga-lembaga penelitian lain (out house) yang memiliki kemampuan memadai.
Sudah barang tentu hasil suatu riset industri harus dapat dimanfaatkan setidaknya oleh perusahan itu sendiri ; misalnya : untuk menghasilkan produk-produk baru (new products) ; memperbaiki kualitas produk yang telah ada ; dan lain-lain. Namun implementasi hasil riset tersebut sering menemui kendala karena  adanya perbedaan sifat pekerjaan dan tanggung jawab dari pekerja riset dan pekerja produksi. Hal itu dapat berakibat pekerja produksi tidak produktip atau pekerja riset menjadi frustasi (karena prestasinya tidak dipakai sebagaimana mestinya).
Pekerja Riset
Disamping itu implementasi  hasil riset industri  juga sering memerlukan tenaga kerja dengan qualifikasi yang berbeda serta alat dan mesin baru. Qualifikasi tenaga kerja yang berbeda ini sering mengkuwatirkan para pekerja lama ; misalnya dengan ditemukannya “Alat Tenun Mesin”, maka pekerja yang semula memakai “Alat Tenun Bukan Mesin” melakukan  sabotase ,  di lain pihak sering kali hasil riset industri  menyebabkan munculnya produk-produk ikutan (by product) yang berharga atau cara-cara baru yang lebih efisien. Keadaan seperti itu sering terjadi pada industri kimia dan pengolahan logam. 
Kendala yang berakibat negatip seperti tersebut diatas seringkali diatasi dengan suatu  “pilot plant”, dengan “pilot plant” tersebut pekerja produksi dapat mencoba mengenal implementasi dari hasil riset tersebut tanpa menimbulkan kerugian yang berarti, dan resiko-resiko yang mungkin timbul dapat minimal.


Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan lain-lain setiap tahun mengeluarkan ber-milliar dolar Amerika untuk membiayai riset dan pengembangan (research & development) agar dapat tetap mempertahankan kedudukannya dalam persaingan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.  

Seperti telah dijelaskan dimuka bahwa untuk melakukan riset industri dan mencapai hasil yang diinginkan, maka riset industri harus melalui jalan yang panjang dan berliku, serta menghabiskan biaya yang seringkali sangat besar.

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan lain-lain setiap tahun mengeluarkan ber-milliar dolar Amerika untuk membiayai riset dan pengembangan (research & development) agar dapat tetap mempertahankan kedudukannya dalam persaingan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun negara-negara berkembang khususnya China, Korea Selatan dan India  pada saat ini juga telah berusaha keras untuk dapat mengejar kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar tidak tertinggal dari negara maju. Hal itu terlihat dari jumlah anggaran pengeluaran (expenditure) untuk riset dan pengembangan (research & development) yang juga sangat besar dari  China, Korea Selatan dan India.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara sangat tergantung dari kemampuan riset dan pengembangan (research & development) negara tersebut. Sementara itu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi  akan memperkuat industri. Seperti diketahui ; timbul, tumbuh dan tumbang-nya suatu negara di dunia –  dimana yang besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan yang cerdik – terutama tergantung pada industri-nya.

Untuk memperoleh gambaran tentang pengeluaran (expenditures) research & development  dari sejumlah negara dapat dilihat dari daftar seperti berikut ini. :

EXPENDITURE RESEARCH & DEVELOPMENT

No.

Negara

Expenditure (109  USD)   Tahun 2011

% of GDP (PPP)

01
Amerika Serikat
405.30
2.70
02
China
296.80
1.97
03
Jepang
160.30
3.67
04
Jerman
69.50
2.30
05
South Korea
55.80
3.74
06
Perancis
42.20
1.90
07
Britania Raya
38.40
1.70
08
India
36.10
0.90
09
Canada
24.30
1.80
10
Russia
23.80
1.00
...
.....
.....
....
49
Indonesia (tahun 2010)
0.72
0.07

Dari angka-angka pengeluaran (expenditure) untuk research development tersebut terlihat bahwa Jepang ada di urutan ke-3, industri Jepang pada waktu ini (abad ke-21) dapat dikatakan telah setara atau bahkan dalam beberapa hal lebih maju dibanding dengan negara-negara maju lainnya seperti Amerika Serikat dan Jerman.
Pada awalnya industri Jepang (dan juga Jerman) – setelah kalah dalam PD II – untuk dapat bersaing dengan industri negara-negara lain, masih tergantung dari hasil riset dan teknologi impor atau bantuan luar-negeri. Namun sejak tahun 1970-an,  Jepang telah dapat mengandalkan hasil riset industri-nya sendiri, hal itu berarti bahwa Jepang telah memiliki teknologi  yang mampu bersaing dengan teknologi negara-negara lain.
Pada awal tahun 1980 Jepang mengumumkan “era kemerdekaan teknologi” ; bahwa pengumuman atau deklarasi “era kemerdekaan teknologi” tersebut bukan suatu deklarasi  yang kosong a.l tampak  dari :
  • pada tahun 1985 dari 1,2 juta paten terdaftar di seluruh dunia , 40 persen diantaranya  (480 ribu) adalah paten milik orang Jepang. Dan hampir 1 dari 5 aplikasi paten  di Amerika Serikat dilakukan oleh warga Jepang.
  • pada tahun 1987 lebih kurang 33 persen dari paten yang berkaitan dengan komputer ,  30 persen paten yang berkaitan dengan perhubungan dan penerbangan,  serta  26 persen paten yang berkaitan dengan komunikasi di Amerika Serikat adalah milik orang Jepang.
Pemerintah Jepang memberi dukungan kepada kegiatan riset yang dilakukan oleh universitas-universitas. Disamping itu secara konsisten pemerintah Jepang juga memberi dukungan yang   besar  kepada kegiatan riset  (research & development) yang dilakukan oleh perorangan dan laboratorium-laboratorium milik industri.
Sejak  tahun 1980 beberapa cabang industri swasta diberi bantuan untuk kegiatan riset (research & development)  ; cabang-cabang industri yang diberi bantuan dan besarnya bantuan adalah sbb :
  • industri mesin-listrik mendapat bantuan 5.5 persen dari total penjualan ;
  • industri instrumen persisi 4,5 persen dari total penjualan ;
  • industri kimia 4.3 persen dari total penjualan ; dan
  • industri alat transportasi 3.2 persen dari total penjualan.
Total dukungan pemerintah bagi kegiatan riset (research & development) mencapai lebih dari 70 % (tujuh puluh  persen) dari dana riset (research & development).yang tersedia dalam anggaran negara.
Sementara itu sejak tahun 1980-an, pemerintah Jepang secara khusus juga memberi perhatian yang besar terhadap kegiatan riset (research & development) dan  perkembangan teknologi yang berkaitan dengan pertahanan dan tersedianya energi alternatip .
Dapat pula dikemukakan disini, bahwa selain maju dalam riset industri, Jepang pada tahun  1980-an juga secara signifikan telah membuntuti negara-negara maju lainnya – termasuk negara adidaya waktu itu ; Amerika Serikat dan Uni Soviet   –   dalam riset ilmiah dasar.
Industri Indonesia pada saat ini (awal abad ke-21) masih sangat lemah—khususnya industri manufaktur, jika dibandingkan dengan industri negara maju seperti Jepang. Untuk dapat memperkuat dan mengejar ketinggalan tersebut, maka Indonesia harus memberi prioritas yang tinggi terhadap kegiatan riset khususnya riset industri. Dari daftar diatas tampak Indonesia berada di urutan ke-49 ; Indonesia hanya membelanjakan 0.07 persen dari GDP-nya untuk kegiatan riset ( bandingkan dengan Jepang 3.67 persen dan India 0.90 persen).
Untuk mendukung industrinya, Indonesia telah melakukan impor hasil-hasil riset dan teknologi, disamping memanfaatkan lembaga-lembaga riset yang ada. Namun jika impor hasil-hasil riset dan teknologi tersebut tidak secara bertahap dibatasi, maka akan menyebabkan Indonesia selalu tergantung dari impor hasil-hasil riset dan teknologi.
Jepang pada awalnya masih menggantungkan hasil riset impor dan bantuan luar negeri untuk membangun kembali industrinya (yang hancur akibat PD II), Namun kemudian Jepang melepaskan diri-nya dari ketergantungan tersebut, langkah Jepang tersebut – seperti diuraikan diatas – kiranya dapat di contoh oleh Indonesia.


Lembaga-lembaga riset di Indonesia  telah memberi sumbangan bagi industri seperti : melakukan riset untuk  memperbaiki produk ; menguji kuwalitas bahan baku dan produk industri (testing material) ;  menyusun standar industri (mutu produk dan cara pengujian) dan lain-lain.

Indonesia sejak masih bernama Hindia Belanda telah memiliki beberapa lembaga riset yang  melakukan riset industri untuk mendukung industri, beberapa lembaga riset tersebut yang setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 masih tetap beroperasi  a.l adalah sbb :
  • Het Proefstation voor de Java Suiker Industri, Pasuruan (1887) sekarang (2013) bernama P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Dula Indonesia), Pasuruan  ; 
  • Institute Pasteur, Bandung (1895), sekarang (2013) bernama Bio Farma (BUMN), Bandung ;
  • Leerlooirij en Lederbewerking Stichting met Let Laboratorium voor Lederbewerking en Schoen Makerij, Bogor (1927), sekarang (2013) bernama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet, dan Platik (BBKKP), Yogyakarta ;  
  • Balai Penelitian Keramik, Bandung (1922), sekarang (2013) bernama Balai Besar Keramik, Bandung 
  • Textiel Inricting Bandung (1922) kemudian menjadi Institute Teknologi Tekstil (1966), sekarang (2013) bernama Balai Besar Tekstil, Bandung.
Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia membangun  beberapa lembaga riset industri baru a.l adalah seperti berikut ini.:
  • Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung (1953), sekarang (2013) bernama Pusat Penelitian & Pengembangan Pemukiman, Bandung ;
  • .Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS), Jakarta ( 1960) sampai sekarang (2013) tetap bernama LEMIGAS, Jakarta ;
  • Lembaga Elekronika Nasional (LEN), Bandung (1965), sekarang (2013) bernama PT.LEN Industri (BUMN), Bandung.
  • Lembaga Penelitian Selulosa (LPS), Bandung (1968), sekarang (2013) bernama Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung.
  • Metal Industri Develpment Ceter (MIDC), Bandung (1969), sekarang (2013) bernama Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin (BBILM),  Bandung ;  
  • Balai Penelitian Tambang dan Pengolahan Bahan Galian, Bandung (1976) sekarang sekarang (2013) bernama Pusat Penelitian & Pengembangan Mineral dan Batubara, Bandung.
Lembaga-lembaga riset di Indonesia  – yang berdiri sebelum maupun setelah Proklamasi 17 Agustus 1945 – telah memberi sumbangan bagi industri Indonesia seperti :   menemukan/memperbaiki produk ; melakukan pengujian kuwalitas (testing material) bahan baku dan produk ; menyusun standar industri (mutu produk dan cara pengujian) ; memasok  tenaga kerja di berbagai tingkatan (banyak pimpinan industri yang berasal dari lembaga-lembaga riset), dan lain-lain. Untuk memperoleh gambaran berikut ini disampaikan  beberapa hasil kinerja sejumlah lembaga riset tersebut dalam mendukung industri sbb :
  • Het Proefstation voor de Java Suiker Industri  menemukan varietas POJ 2878  yang dapat menyelamatkan industri gula dunia dari serangan penyakit sereh (1921) ;  dan pada tahun 1930 varietas POJ 3016 yang mampu menghasilkan 18 ton gula per hektar (1930).
  • LEMIGAS, Jakarta :Memiliki 14 hak paten ; a.l paten  Photocatalitic reactor in the form of spiral pipe (DR. E. Suhardono). Hak paten tersebut diperoleh tahun 2004.
  • PT. LEN Industri (BUMN), Bandung : Membuat “ Sistem Persinyalan Kereta Api di berbagai jalur kereta api di Pulau Jawa dan Sumatera”.
  • Lembaga Penelitian Selulosa (LPS), Bandung : Membuat serat rayon “GRATAYON” dari kayu tropis Indonesia (1970) ; Panduan pencemaran lingkungan untuk industri Pulp & Kertas (1982).
  • Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung : Membuat prototype rumah  Indonesia a.l prototype RUMAH T19 dan lain-lain (tahun 1969).
  • Balai Besar Keramik, Bandung : Cara-cara untuk menghindarkan keracunan timbal pada pemakaian glasur-glasur timbal dalam keramik (1974).
  • Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin (BBILM),  Bandung ; Melakukan pengukuran (metrology)  Nonconventional Machine a.l Coordinate Measuring Machine (CMM) dengan (Table Size : 900 x 1500 mm) ; CNC Milling Machine (Table Size : 320 x 1250 mm) ;. CNC Milling Machine (Table Size : 500 x 850 mm) ; dan lain-lain.
Dari contoh-contoh tersebut terlihat bahwa sumbangan lembaga riset Indonesia telah mencakup berbagai aspek industri yang luas dari memperbaiki varitas tanaman, membuat prototype rumah, membuat sistem sinyal kereta api, membuat produk baru, melakukan pengujian, menyusun standar kwalitas produk dan lain-lain.

PUSPIPTEK
Lembaga-lembaga riset Indonesia –  selain yang telah disebut diatas –  seperti lembaga riset atau laboratorium milik  Lembaga Pemerintah non Departemen (mis : LIPI), PUSPIPTEK, universitas dan swasta juga telah sering membantu  industri a.l dalam melakukan : pengujian (testing material), peneraan (metrology), penanggulangan pencemaran lingkungan, study pemasaran, study psikologi tenaga kerja dan lain-lain
Namun harus diakui, bahwa secara keseluruhan kemampuan riset industri Indonesia masih tergolong lemah dan sumbangannya terhadap kegiatan industri Indonesia relatip masih  kecil. Industri di Indonesia, terutama industri yang memiliki skala besar dan teknologi tinggi, sebagian besar masih menggunakan hasil riset dan teknologi  impor.



Timbul, tumbuh dan tumbang-nya suatu negara di dunia  –  dimana yang besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan yang cerdik seperti keadaan dunia sekarang ini – terutama tergantung pada industri-nya

Sebelum menutup bahasan dan renungan ini ingin disampaikan hal-hal yang berkaitan dengan riset industri seperti berikut  :
  • Riset mengenai industri atau “riset industri” adalah suatu investigasi yang ditujukan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi dalam memperbaiki secara signifikan produk, proses atau jasa yang telah ada ; atau menciptakan produk, proses atau jasa baru.
  • Kemampuan riset sangat menentukan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara. Sementara itu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi  akan memperkuat industri ; serta industri pada gilirannya akan menumbuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Timbul, tumbuh dan tumbangnya suatu negara di dunia –  dimana yang besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan yang cerdik seperti keadaan dunia sekarang ini– terutama tergantung pada industri-nya
  • Kemampuan riset Indonesia pada saat ini,  jika dibandingkan dengan industri negara maju, masih sangat lemah. Untuk  memperkuat industri-nya, maka Indonesia harus segera meningkatkan kemampuan riset tersebut dengan memberi prioritas tinggi terhadap kegiatan riset khususnya riset industri. Seperti tampak dari daftar diatas  Indonesia hanya  membelanjakan lk 0.07 persen dari GDP-nya untuk kegiatan riset   ( bandingkan dengan Jepang membelanjakan 3.67 persen dan India 0.90 persen dari GDP-nya, hal itu menunjukkan prioritas kegiatan riset masih rendah.
  • Tidak dapat disangkal bahwa industri Indonesia telah memanfaatkan kemampuan riset dan teknologi sendiri dari hasil lembaga-lembaga riset Indonesia sendiri, namun sampai  saat ini (abad ke 21) sebagian besar industri di Indonesia masih menggunakan hasil-hasil riset dan teknologi impor. Jika impor hasil riset dan teknologi tersebut terus berlangsung, maka akan menyebabkan ketergantungan yang merugikan dan berkepanjangan, tanpa industri Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya..
  • Jepang dalam membangun kembali industrinya, yang hancur akibat PD II, pada awalnya juga masih menggantungkan hasil riset & teknologi  impor dan bantuan luar negeri. Namun kemudian Jepang melepaskan diri-nya dari ketergantungan tersebut a.l dengan memberi prioritas dan dukungan penuh kegiatan riset pada industri-industri tertentu. Kiranya langkah Jepang tersebut dapat  pula di contoh oleh Indonesia.
Demikianlah semoga bahasan dan renungan ini bermanfaat !

*
To raise new questions, new possibilities to regard old problem from new angle requires creative imagination and marks real advance in science (Albert-Einstein).
*

Senin, 09 Desember 2013

Sabotase



Ngunandiko.57


Sabotase
(sabotage)
                                          
Pada masa perang, seperti  PD II (1939 – 1945), sabotase seringkali digunakan sebagai senjata oleh fihak-fihak yang berperang, Intelijen masing-masing negara mencoba menempatkan agen-nya di fasilitas-fasilitas perang musuh dengan tujuan melakukan sabotase.

Gangguan (disruption), pembongkaran (demolition),  penggulingan (overthrow), pengkhianatan (treason), perusakan (destruction),  subversion, subversiveness,   vandalisme, dan sabotase (sabotage) adalah tindakan yang sering dilakukan dalam suatu perjuangan politik.. Tulisan ini merupakan renungan dan bahasan tentang  “sabotase”. Sabotase—terutama dalam politik adalah suatu tindakan menghalangi ;   suatu praktek yang dengan sengaja mengganggu, menunda atau mencegah berlangsung-nya proses atau perubahan.
Sebagaimana umum mengetahui bahwa kata "sabotase" berasal dari bahasa Perancis sabot atau  dalam bahasa Indonesia bakiak (alas kaki yang terbuat dari kayu). Pada awal mekanisasi di abad ke-19,  mesin-pabrik yang semula digerakkan oleh tenaga manusia mulai digantikan oleh tenaga listrik, hal itu kemudian dianggap oleh para pekerja sebagai merugikan para pekerja (buruh). Kata “sabotase” dipakai untuk menggambarkan pekerja pabrik menghalangi penggantian tersebut dengan memasukkan bakiak  kedalam mesin-pabrik agar mesin tersebut tidak berfungsi. Tindakan itu dilakukan oleh pekerja pabrik  karena para pekerja  takut akan  menjadi usang—tidak berguna lagi
Lebih dari satu abad setelah terciptanya kata "sabotase", Perancis memberi contoh yang luar-biasa mengenai makna  sabotase  pada skala nasional.  Seperti diketahui  selama Perancis diduduki oleh  tentara nazi Jerman pada masa Perang Dunia II, gerakan bawah tanah Perancis (Maquis) telah merusak jalan kereta-api, jembatan, gedung dan lain-lain. Hal itu dimaksudkan agar fasilitas-fasilitas  tersebut tidak dapat digunakan oleh tentara nazi Jerman, yang bermaksud menaklukkan Perancis. Bandingkan aksi Maquis  tersebut dengan aksi “bumi hangus” yang dilakukan oleh para pejuang Indonesia semasa Revolusi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.

Merusak rel Kereta Api
Tampak bahwa sabotase adalah tindakan menghalangi atau mencegah berlangsung-nya proses atau perubahan dengan merusak secara sengaja, terencana, dan diam-diam  suatu sasaran tertentu untuk tujuan tertentu. Dengan demikian suatu sabotase selain memiliki “sasaran” yang akan dirusak, sabotase juga mempunyai “tujuan” yang hendak dicapai yaitu keadaan setelah rusaknya sasaran, yang lebih baik atau lebih menguntungkan.. 

Sabotase dapat terjadi pada masa perang atau pada masa damai, seperti telah dijelaskan suatu aksi sabotase memiliki :
  • "sasaran"—obyek yang harus dirusak ; dan
  • "tujuan"—keadaan  yang lebih baik (lebih menguntungkan) setelah rusaknya sasaran. 
Jika aksi sabotase hanya memiliki “sasaran” tanpa memiliki “tujuan”, maka aksi sabotase tersebut merupakan aksi anarkis. 

Sementara itu  sabotase  dalam renungan dan bahasan ini  dibagi sebagai berikut :

 (1). Sabotase pada masa perang.

Sebagai contoh dari aksi sabotase pada masa perang dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa seperti berikut ini.
  • Pada masa Perang Dunia II (1939 – 1945), gerakan dibawah tanah (resistance) di Eropa seperti di Perancis, Polandia, Norwegia dan lain-lain telah merusak jalan, jembatan, gedung dan lain-lain agar tidak dapat digunakan oleh tentara musuh (Nazi Jerman). Aksi  merusak  yang dilakukan oleh gerakan dibawah tanah (resistance) di negara-negara yang di duduki oleh Nazi Jerman tersebut adalah merupakan aksi sabotase.
  • Di Indonesia selama Revolusi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, para pejuang kemerdekaan Indonesia merusak fasilitas-fasilitas  jalan, jembatan, pabrik dan lain-lain –  dikenal sebagai aksi bumi hangus  agar fasilitas-fasilitas  itu tidak digunakan oleh tentara agresor Belanda, yang akan menjajah Indonesia kembali. Aksi “bumi hangus” tersebut tergolong sebagai “sabotase”

(2). Sabotase pada masa damai (bukan masa perang).

Sedangkan sebagai contoh dari aksi sabotase pada masa damai (bukan masa perang) dapat dilihat dari peristiwa-peristiwa berikut ini.
  • Pada awal Revolusi Industri (1750 – 1850), para pekerja pabrik tenun Inggris melihat bahwa mata pencaharian mereka terancam oleh penggunaan mesin-listrik (mesin dengan penggerak listrik) pada sistem produksi pada pabrik tenun, maka para pekerja merusak mesin-listrik di pabrik-pabrik tersebut. Aksi merusak tersebut, karena para pekerja menduga mesin-listrik akan menggantikan mereka. Aksi merusak seperti itu dapat disebut sebagai sabotase.
  • Di sekitar tahun 1910  Bill Haywood –  William Dudley Haywood (1869 – 1928), better known as "Big Bill" Haywood, was a founding member and leader of the Industrial Workers of the World (IWW), and a member of the Executive Committee of the Socialist Party of America. –   menyaksikan buruh angkutan Perancis meninggalkan tempat kerjanya (mogok) memperjuangkan hak-haknya. Pemerintah Perancis mencoba menggantikan para buruh  tersebut dengan tentara. Kemudian ternyata buruh kembali ke tempat kerja mereka, namun  hanya duduk-duduk saja. Hal itu menyebabkan angkutan ke Paris menjadi kacau, baik  dari Marseille ataupun dari Lion. Cara atau taktik buruh angkutan seperti itu mengakibatkan sarana angkutan di Perancis tidak ber fungsi dengan baik. Cara atau taktik buruh tersebut dapat disebut sebagai sabotase.
  • Pada tahun 1974 di lokasi pembangunan proyek “Pembangkit Tenaga Listrik Robert-Bourassa” di Quebec, Kanada ; para pekerja menggulingkan generator listrik dan tangki bahan bakar dengan buldoser, serta membakar bangunan proyek. Proyek ini sempat tertunda selama satu tahun, dan terjadi kerugian sebesar lk $ 2.000.000. Penyebab tindakan merusak tersebut tidak jelas, diperkirakan sebagai akibat persaingan antar serikat-pekerja, kondisi kerja yang buruk, atau arogansi pimpinan kontraktor (Bechtel Corporation, America). Apapun penyebabnya aksi pekerja tersebut dapat disebut sebagai “sabotase”.
  • Pada Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia tahun 1999 dan 2004 ada sejumlah orang yang  beranggapan Pemilu tersebut tidak jur-dil (jujur dan adil) dan ingin agar  Pemilu tidak berlangsung, maka sejumlah orang tersebut menganjurkan penduduk Indonesia  tidak ikut serta memilih atau menjadi “golongan-putih (Golput)”. Para penganjur Golput tersebut dapat disebut sebagai melakukan “sabotase”. 
Seperti telah diterangkan di muka  aksi sabotase adalah kegiatan mencegah, menghalangi, menggangu  dllnya terhadap berlangsung-nya proses atau perubahan dengan cara merusak suatu sasaran tertentu   ( perhatikan contoh-contoh diatas !).    Berhasil atau tidaknya merusak sasaran, utamanya dipengaruhi oleh  faktor–faktor sbb : (1) golongan (jenis) sasaran ;   (2)  prioritas sasaran;   (3) pelaksana sabotase;  (4) informasi sasaran, dan ;  (5) saat (waktu) merusak sasaran (pelaksanaan sabotase).
  
(1)   Golongan (jenis).

Golongan (jenis) sasaran perlu untuk menentukan cara pelaksanaan, pelaksana, dan sarana pendukung  suatu aksi sabotase. Misalnya suatu aksi sabotase harus merusak sasaran (jembatan), maka cara merusak harus sesuai sifat fisik sasaran (jembatan yang harus dirusak), demikian pula pelaksana dan sarananya.. Untuk hal itu sasaran suatu sabotase dibagi dalam 4 golongan (jenis) sasaran sbb :
  • Golongan (jenis)sasaran  yang berupa benda, misalnya : gudang senjata ; gudang makanan, jembatan kereta api, pabrik pesawat terbang dan lain-lain
  • Golongan (jenis)sasaran  yang berupa orang (personel) misalnya : ilmuwan ; peneliti ; ahli persenjataan ; pasukan ; penjaga ; dan lain-lain. ;
  • Golongan (jenis) sasaran  yang berupa aktivitas atau kegiatan, misalnya : kegiatan penelitian ; kegiatan pelatihan ; kegiatan percobaan ;  kegiatan propaganda, pertemuan, seminar, dan lain-lain.
  • Golongan (jenis) sasaran yang berupa informasi (data), misalnya : informasi tentang sandi, informasi tentang instruksi, informasi tentang lokasi, dan lain-lain.
(2)  Prioritas.

Sedangkan prioritas sabotase adalah untuk menentukan golongan sasaran mana yang penting dan mana yang kurang penting untuk dirusak dalam kerangka tujuan dan strategi sabotase secara keseluruhan. Dalam menentukan prioritas sabotase perlu diperhatikan hal-hal sbb :
  • Penting  tidaknya (cruciality)  sasaran ;
  • Besar kecilnya penjagaan (security) sasaran ;
  • Mudah tidaknya sasaran di hancurkan ;
 (3) Pelaksana.  

Prof. Ir. Herman Yohannes
Suatu aksi sabotase harus dilakukan oleh pelaksana (executor)  yang handal serta dengan peralatan yang memadai. Disamping itu pelaksana juga harus pula dibantu oleh ahli-ahli sesuai dengan golongan sasaran. Ahli-ahli tersebut tersebut terdiri dari ahli-ahli dari berbagai bidang (disiplin keahlian) seperti keahlian tentang bahan, konstruksi, listrik, komunikasi dan lain-lain. Sebagai gambaran pada masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, para pejuang Indonesia kalau akan melakukan sabotase (mis : menghancurkan jembatan), maka para pejuang tersebut meminta bantuan ahli antara lain Prof. Ir. Yohannes (1912 – 1992) dari Universitas Gadjah Mada. Pelaksana  sabotase tersebut pada umumnya adalah tenaga (orang) hasil rekruitmen :
  • Tenaga baru ;
  • Tenaga berpengalaman ;
  • Tenaga dari kalangan pembelot (musuh) dan lain-lain ;
Tenaga-tenaga pelaksana sabotase tersebut sebelum melakukan tugasnya menjalani suatu seleksi yang ketat dan pelatihan khusus (special training), berbagai negara memiliki pusat latihan sabotase.

(4) Informasi. 
  
Disamping pelaksana yang handal,  pelaksana sabotase dalam menjalankan tugasnya juga harus dilengkapi dengan informasi mengenai sasaran. Informasi (misalnya ; lokasi, penjagaan, iklim, keadaan sekitarnya dll) yang lengkap akan memudahkan pelaksanaan sabotase. Pada umumnya informasi berasal dari informasi (data) intelijen dan sumber-sumber lainnya. Informasi-informasi tersebut  di analisa dan di evaluasi sebelum digunakan dalam suatu operasi sabotase (liha pula : Ngunandiko.54. Spy) . Untuk memperlancar jalannya sabotase, agen-agen intelijen seringkali telah ditempatkan di sasaran sabotase terlebih dahulu, baik untuk mengumpulkan informasi maupun untuk membantu pelaksanaan sabotase itu sendiri.

(5) Saat pelaksanaan sabotase.

Saat (waktu) pelaksanaan suatu sabotase merupakan faktor yang sangat penting, pada umumnya saat pelaksanaan sabotase dipilih saat dimana musuh tidak menduga atau tidak siap.  Hal itu ditentukan oleh kesiapan pelaksana (orang dan peralatan) serta keadaan (kewaspadaan) sasaran. Kesiapan pelaksanaan dapat dikendalikan sedang keadaan sasaran hanya dapat diperkirakan. Beberapa hal yang dapat dipakai untuk memperkirakan keadaan sasaran selain informasi yang lengkap  adalah  keadaan cuaca (mis : siang atau malam, hujan atau terang, ada badai atau tidak dan lain-lain) dan  dan suasana psychology sasaran (misalnya : sedang ada pergantian pimpinan dan bersemangat tinggi lain-lain). 

Jika faktor-faktor tersebut diatas diperhatikan secara sungguh-sungguh, maka suatu aksi sabotase akan dapat berlangsung dengan sukses  seperti yang diharapkan.  

Perlu dijelaskan bahwa sabotase tidak semata-mata merusak sasaran, namun harus  mempunyai tujuan—dengan  rusaknya sasaran (sasaran tidak lagi berfungsi), tercipta keadaan baru yang yang lebih baik atau lebih menguntungkan. Suatu sabotase yang semata-mata untuk menghancurkan sasaran adalah suatu kejahatan. Para pekerja merusak mesin—pada  awal mekanisasi di abad ke-19, bukan semata-mata ingin mesin itu rusak dan tidak berfungsi, namun terciptanya keadaan baru dimana keberadaan mesin tersebut  tidak mengakibatkan pekerja merugi.

Sultan Agung dari Mataram (memerintah 1813 – 1645) pada abad ke-17 berusaha mengusir  kompeni Belanda (VOC) dari Batavia  (sekarang Jakarta), namun orang-orang yang membelot terhadap Sultan Agung, karena dihasut oleh Belanda, membakar sawah-sawah di Kerawang, Jawa Barat yang menjadi sumber bahan makanan bagi para prajurit Sultan Agung.

Aksi sabotase dilakukan dengan cara merusak atau menghancurkan "sasaran" ( misalnya : jembatan, gedung, kereta api dll) untuk melumpuhkan atau mengurangi kekuatan musuh, dengan  "tujuan" agar peperangan segera berakhir dan tercapai perdamaian.(misalnya sabotase pada PD I dan PD II). 
Dalam suatu perang (perjuangan), sabotase haruslah merupakan salah satu unsur dari strategi memenangkan perang (perjuangan), yang kemudian harus diikuti oleh suatu strategi membangun reruntuhan akibat perang tersebut.  Jika suatu sabotase ada dalam satu rangkaian dari dua strategi  tersebut (strategi menghancurkan yang diikuti oleh strategi membangun), maka sabotase itu tidak dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan.

Sebagai bahan renungan  berikut ini disajikan beberapa aksi sabotase yang telah pernah terjadi di berbagai kurun waktu sbb:
  • Pada abad ke-17 Sultan Agung dari Mataram (memerintah 1813 – 1645) berusaha mengusir  kompeni Belanda (VOC) dari Batavia  (sekarang Jakarta), namun orang-orang yang membelot terhadap Sultan Agung karena dihasut oleh Belanda, membakar sawah-sawah di Kerawang, Jawa Barat yang menjadi sumber bahan makanan bagi para prajurit Sultan Agung. Oleh karena adanya sabotase yang dilakukan atas hasutan Belanda tersebut, maka usaha Sultan Agung mengusir VOC dari Jakarta gagal..  
  • Pada bulan Desember 1944, pasukan komando Jerman—yang mendapat latihan khusus, dibawah komando Otto Skorzeny menyamar sebagai tentara Amerika Serikat, menyusup ke belakang garis pertempuran untuk  menghancurkan jembatan, menanam peledak dan membakar bangunan pasukan. Tujuan pasukan komando Jerman tersebut adalah melakukan sabotase untuk menahan laju pasukan sekutu Amerika Serikat) dalam pertempuran Bulge (front Eropa Barat di wilayah hutan Ardenne, Belgia). Namun sabotase tersebut gagal menahan laju pasukan sekutu, banyak pasukan komando Jerman dapat ditangkap oleh pasukan Amerika dan di eksekusi sebagai mata-mata.
  • Selama perang Vietnam (1957 – 1975) pasukan  Viet Cong menggunakan perenang (pasukan penyelam yang khusus dilatih di suatu pusat latihan) dalam melakukan aksi sabotase dengan sasaran merusak aset-aset Amerika Serikat seperti : kapal, alat transport, bangunan dermaga dan lain-lain. Aksi sabotase tersebut berlangsung antara tahun 1969 s/d 1970,  lebih dari 75 aset milik pasukan Amerika Serikat dan sekutunya hancur atau rusak. Dan kemudian Vietnam memenangkan perang.
Jembatan hancur

  • Pada masa perang-dingin, FMLN (Farabundo Marti National Liberation Front ) yang dibentuk di El Salvador (1980) adalah front dari empat organisasi gerilyawan sayap kiri dan Partai Komunis El Salvador melakukan perang melawan pemerintah. Pada tanggal 1 Januari 1984, para saboteur sayap kiri. FMLN  menghancurkan jembatan Cuscatlan (Cuscatlán is a department of El Salvador, located in the center of the country. With a surface area of 756.19 square kilometres, it is El Salvador's smallest department. It is inhabited by over 200,000 people) di atas sungai Lempa di El Salvador. Jembatan tersebut penting bagi lalu lintas ekonomi, perdagangan dan militer, akibat sabotase tersebut terjadi kerugian sekitar USD 3,700,000, dan  berdampak negatip terhadap keamanan  serta kegiatan bisnis El Salvador.
Jembatan  sungai .Lempa
  • Dalam dua serangan (29/11/2013) terhadap Iran, seorang pakar atom Iran tewas dan seorang lainnya mengalami luka-luka. Tidak ada kelompok yang menyatakan bertanggung jawab atas serangan itu, namun pemerintah di Teheran menyatakan bahwa dinas rahasia negara Barat (Amerika Serikat & Co)—memanfaatkan para saboteur pro Israel, yang bertanggung jawab dalam serangan tersebut; diduga sebagai sabotase  guna menghambat program pengembangan nuklir Iran.

Keberhasilan suatu sabotase bukan semata-mata diukur dari besarnya  kerusakan dan kehancuran sasaran, tetapi harus pula diukur dari besarnya sumbangan  terhadap hapus - nya ketidakadilan dan ke sewenang-wenangan.

Sebagai penutup dari renungan ini perlu dikemukakan bahwa aksi sabotase  telah lama dikenal, dan pernah dilakukan di hampir semua negara di muka bumi ini. Aksi sabotase  adalah suatu tindakan menghalangi—terutama dalam politik ; suatu praktek yang dengan sengaja mengganggu, menunda atau mencegah berlangsung-nya proses atau perubahan. Sabotase umumnya dilakukan dengan merusak  sasaran, dimana  keberadaan sasaran itu mempunyai potensi merugikan pelaku sabotase.

Aksi sabotase  akan berhasil merusak sasaran, jika faktor : golongan sasaran ;  prioritas ; pelaksana ; informasi ; dan saat  pelaksanaan-nya  dipilih secara tepat. Keberhasilan suatu sabotase bukan semata-mata diukur dari kerusakan atau kehancuran sasaran, namun juga harus pula diukur dari tercapainya tujuan, yaitu besarnya sumbangan terhadap hapus nya ketidakadilan dan ke sewenang-wenang-an setelah rusak atau hancurnya sasaran. 

Seorang pemimpin yang berpandangan jauh, dalam  menyusun suatu aksi sabotase tidak hanya memikirkan hancurnya sasaran yang dapat membawa kemenangan, namun juga memikirkan tujuan yaitu bagaimana dengan hancurnya sasaran tersebut dapat membawa dampak positip bagi perjuangannya.

Aksi sabotase kiranya  di masa mendatang masih akan terjadi, baik di masa damai maupun di masa perang.

Semoga renungan ini bermanfaat !
*
I do not deny that I planned sabotage. I did not plan it in a spirit of reklessness nor because I have any love of violence . I planned it as a result of a calm and sober assessment of the political situation that had arisen after many years of tyranny, exploitation and oppression of my people by the whites (Nelson Mandela)


*