Ngunandiko.106
TAX AMNESTY
(Pengampunan Pajak)
Seperti biasa beberapa waktu yang lalu
saya menerima SMS dari cucu saya, dia menanyakan tentang Tax Amnesty
(Pengampunan Pajak).
·
Cucu : Kabarnya hasil Tax Amnesty dapat meningkatkan uang masuk ke Negara Ki , bukankah itu kontradiksi ? Pajak diampuni tapi uang ke Negara bertambah ?
·
Aki :
Wah wah . . . . . . sesungguhnya saya
juga tidak tau persis apa itu Tax Amnesty (Pengampunan Pajak). Tapi analoginya
lebih kurang sbb ; kau kecurian uang tetapi kau tidak mampu menangkap dan mengambil kembali uang dari pencuri itu.
Lalu kau bilang ke si pencuri itu (sambil berteriak kesana kemari) bahwa kau
tidak akan melaporkannya ke polisi asalkan uang yang di curi-nya itu sebagian
dikembalikan-nya. Bahkan kau juga berjanji tidak akan memperkarakan lagi si pencuri itu..
·
Cucu :
Begitu tho Ki ?
·
Aki :
Ya ya . . . . .lebih kurang begitu. Dan
semoga si pencuri itu “PENCURI BUDIMAN” seperti dalam dongeng-dongeng..
·
Cucu :
Jadi keputusan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), itu benar atau tidak Ki ?
·
Aki :
Keputusan Tax Amnesty (Pengampunan Pajak), itu saya kira tidak salah juga ; DPR
kan juga sudah setuju . . . . . hehehe.
·
Cucu :
Semoga si pencuri itu “PENCURI BUDIMAN” ya Ki ?
*
A
democracy cannot exist as a permanent form of government. It can only exist
until the people discover they can vote themselves largess out of the public
treasury. From that moment on, the majority always votes for the canidate
promising the most benefits from the public treasury, with the result that
democracy always collapses over a loose fiscal policy--to be followed by a
dictatorship
(Alexander_Fraser_Tytler)
(Alexander_Fraser_Tytler)
*