Ngunandiko. 60
Riset Industri
(Research in
Industry)
Dapat dikemukakan
disini bahwa pada dasarnya kegiatan riset terdiri dari suatu rangkaian
kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
|
- Identifikasi masalah riset ;
- Tinjauan pustaka ;
- Menentukan tujuan riset ;
- Menentukan pertanyaan riset yang spesifik atau hipotesis
- Mengumpulkan data ;
- Menganalisis dan menafsirkan data ;
- Membuat laporan dan evaluasi riset ;
- Mengkomunikasikan temuan penelitian, kemungkinan, dan rekomendasi,
Industri dalam mengelola kegiatan riset harus secara
sungguh-sungguh, karena riset
memerlukan biaya yang besar serta hasilnya belum tentu langsung bermanfaat. Pada
umumnya riset industri adalah mengenai problem-problem yang dihadapi atau diduga akan dihadapi oleh industri tersebut—khususnya yang dinilai krusial (crucial). Dalam melakukan riset industri tidak selalu
mengikuti seluruh rangkaian kegiatan-kegiatan tersebut diatas.
Pada
dasarnya riset industri adalah untuk menghasilkan atau memperbaiki pengetahuan dan teknologi dibidang industri, yang akhirnya
menghasilkan atau menciptakan produk (barang dan jasa) yang diperlukan oleh
konsumen.
Dalam garis besarnya
riset industri dilakukan melalui suatu pola yang terdiri dari tiga kegiatan
riset :
- Exploratory Research ;
- Fundamental Research ;
- Applied Research
Industri tidak selalu melakukan seluruh 3 (tiga) kegiatan riset seperti pada pola
tersebut, masing-masing industri pada
umumnya hanya melakukan kegiatan riset sesuai dengan kebutuhan. Sebagai
gambaran berikut ini adalah contoh-contoh dari : Exploratory
Research, Fundamental Research, dan Applied Research.
Exploratory Research ;
- Suatu perusahaan ingin membangun suatu pabrik kertas dengan menggunakan bahan baku yang ada di Indonesia, maka perusahan tersebut perlu melakukan beberapa “Exploratory Reasearch” a.l riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
- bahan baku kertas yang terdapat di Indonesia ;
- proses pembuatan kertas yang cocok dengan bahan baku tsb ;
- lokasi di Indonesia yang cocok untuk pabrik kertas.
- Suatu perusahaan percetakan di Indonesia ingin memperluas (menambah mesin cetak), maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Exploratory Research” a.l riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
- mesin-mesin cetak yang cocok dengan hasil produksinya ;
- besarnya konsumen percetakan-percetakan sejenis;
- besarnya pasokan bahan baku bagi percetakan sejenis.
Fundamental
Research ;
- Suatu perusahaan yang menghasilkan bahan-bahan kimia – misalnya : pabrik tepung kapur – ingin menggunakan bahan baku batu-kapur yang telah ada untuk memproduksi tepung kapur (CaCO3) berkualitas tinggi (untuk obat-obatan dan makanan), maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Fundamental Research” a.l riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
- sifat fisika dan kimia batu-kapur yang akan digunakan ;
- komposisi kimia batu-kapur yang akan digunakan ;
- unsur berbahaya dalam batu-kapur bagi manusia;
- Suatu perusahaan – misalnya ; pabrik botol gelas – ingin merubah penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan bahan bakar gas (BBG), maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Fundamental Research” a.l riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
- sifat fisika dan kimia dari BBG yg akan digunakan ;
- cara penanganan (handling) BBG ;
- alat dan mesin yang cocok dengan pemakaian BBG.
Applied
Research ;
- Suatu perusahaan – misalnya : pabrik perakit rangka jendela aluminium (storm window) – ingin meningkatkan efisiensi-nya, maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Applied Research” a.l riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
- rangkaian produksi (production line) ;
- kemampuan kerja buruh yang akan menjalankan tugas (task assignment) dalam rangkaian produksi tersebut ;
- .Suatu perusahaan – misalnya : pabrik pakaian jadi – ingin meningkatkan volume penjualan-nya, maka perusahaan tersebut perlu melakukan beberapa “Applied Research” a.l riset mengenai hal-hal sebagai berikut :
- perilaku konsumen (consumer behaviour) pakaian jadi ;
- cara distribusi (distribution method).
Exploratory research, fundamental
research, dan applied research dapat
dilakukan secara sendiri-sendiri – seperti contoh-contoh diatas – atau merupakan suatu kombinasi. Misalnya :
kombinasi antara “Exploratory research”
dan “Fundamental research”, atau kombinasi antara “Exploratory research”, “Fundamental research”, dan “Applied research”
dan lain-lain kombinasi. Exploratory research, fundamental research, dan applied
research tersebut tidak selalu
dikerjakan oleh perusahaan itu sendiri (in house), tetapi dapat diserahkan ke
lembaga-lembaga penelitian lain (out house) yang memiliki kemampuan memadai.
Sudah barang tentu
hasil suatu riset industri harus dapat dimanfaatkan setidaknya oleh perusahan
itu sendiri ; misalnya : untuk menghasilkan produk-produk baru (new products) ;
memperbaiki kualitas produk yang telah ada ; dan lain-lain. Namun implementasi
hasil riset tersebut sering menemui kendala karena adanya perbedaan
sifat pekerjaan dan tanggung jawab dari pekerja riset dan pekerja produksi.
Hal itu dapat berakibat pekerja produksi tidak produktip atau pekerja riset menjadi
frustasi (karena prestasinya tidak dipakai sebagaimana mestinya).
Pekerja Riset |
Kendala yang berakibat
negatip seperti tersebut diatas seringkali diatasi dengan suatu “pilot plant”, dengan “pilot plant” tersebut
pekerja produksi dapat mencoba mengenal implementasi dari hasil riset tersebut
tanpa menimbulkan kerugian yang berarti, dan resiko-resiko yang mungkin timbul
dapat minimal.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan lain-lain setiap tahun mengeluarkan ber-milliar dolar Amerika untuk membiayai riset dan pengembangan (research & development) agar dapat tetap mempertahankan kedudukannya dalam persaingan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan lain-lain setiap tahun mengeluarkan ber-milliar dolar Amerika untuk membiayai riset dan pengembangan (research & development) agar dapat tetap mempertahankan kedudukannya dalam persaingan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Seperti telah
dijelaskan dimuka bahwa untuk melakukan riset industri dan mencapai hasil yang diinginkan, maka riset industri harus melalui
jalan yang panjang dan berliku, serta menghabiskan biaya yang seringkali sangat
besar.
Negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, Jepang, Jerman dan lain-lain setiap tahun mengeluarkan
ber-milliar dolar Amerika untuk membiayai riset dan pengembangan (research
& development) agar dapat tetap mempertahankan kedudukannya dalam
persaingan menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun negara-negara berkembang
khususnya China, Korea Selatan dan India
pada saat ini juga telah berusaha keras untuk dapat mengejar kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi agar tidak tertinggal dari negara maju. Hal itu terlihat dari jumlah anggaran
pengeluaran (expenditure) untuk riset dan pengembangan (research & development) yang juga sangat besar dari China, Korea Selatan dan India.
Penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi suatu negara sangat tergantung dari kemampuan riset dan
pengembangan (research & development) negara tersebut. Sementara itu
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
akan memperkuat industri. Seperti diketahui ; timbul, tumbuh dan tumbang-nya
suatu negara di dunia – dimana yang
besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan
yang cerdik – terutama tergantung pada
industri-nya.
Untuk memperoleh
gambaran tentang pengeluaran
(expenditures) research & development dari sejumlah negara dapat dilihat dari daftar seperti berikut ini. :
EXPENDITURE RESEARCH & DEVELOPMENT
No. |
Negara |
Expenditure (109 USD)
Tahun 2011
|
% of GDP (PPP) |
01
|
Amerika Serikat
|
405.30
|
2.70
|
02
|
China
|
296.80
|
1.97
|
03
|
Jepang
|
160.30
|
3.67
|
04
|
Jerman
|
69.50
|
2.30
|
05
|
South Korea
|
55.80
|
3.74
|
06
|
Perancis
|
42.20
|
1.90
|
07
|
Britania Raya
|
38.40
|
1.70
|
08
|
India
|
36.10
|
0.90
|
09
|
Canada
|
24.30
|
1.80
|
10
|
Russia
|
23.80
|
1.00
|
...
|
.....
|
.....
|
....
|
49
|
Indonesia (tahun 2010)
|
0.72
|
0.07
|
Dari angka-angka pengeluaran (expenditure) untuk research development tersebut terlihat bahwa Jepang ada di urutan ke-3, industri Jepang
pada waktu ini (abad ke-21) dapat dikatakan telah setara atau bahkan dalam
beberapa hal lebih maju dibanding dengan negara-negara maju lainnya seperti
Amerika Serikat dan Jerman.
Pada awalnya industri Jepang (dan juga Jerman) – setelah kalah dalam PD
II – untuk dapat bersaing dengan industri negara-negara lain, masih tergantung
dari hasil riset dan teknologi impor atau bantuan luar-negeri. Namun sejak
tahun 1970-an, Jepang telah dapat
mengandalkan hasil riset industri-nya sendiri, hal itu berarti bahwa Jepang
telah memiliki teknologi yang mampu
bersaing dengan teknologi negara-negara lain.
Pada awal tahun 1980 Jepang
mengumumkan “era kemerdekaan teknologi” ; bahwa pengumuman atau deklarasi “era
kemerdekaan teknologi” tersebut bukan suatu deklarasi yang kosong a.l tampak dari :
- pada tahun 1985 dari 1,2 juta paten terdaftar di seluruh dunia , 40 persen diantaranya (480 ribu) adalah paten milik orang Jepang. Dan hampir 1 dari 5 aplikasi paten di Amerika Serikat dilakukan oleh warga Jepang.
- pada tahun 1987 lebih kurang 33 persen dari paten yang berkaitan dengan komputer , 30 persen paten yang berkaitan dengan perhubungan dan penerbangan, serta 26 persen paten yang berkaitan dengan komunikasi di Amerika Serikat adalah milik orang Jepang.
Pemerintah Jepang
memberi dukungan kepada kegiatan riset yang dilakukan oleh
universitas-universitas. Disamping itu secara konsisten pemerintah Jepang juga memberi
dukungan yang besar
kepada kegiatan riset (research
& development) yang dilakukan oleh perorangan dan laboratorium-laboratorium
milik industri.
Sejak tahun 1980 beberapa cabang industri swasta diberi
bantuan untuk kegiatan riset (research & development) ; cabang-cabang industri yang diberi bantuan dan
besarnya bantuan adalah sbb :
- industri mesin-listrik mendapat bantuan 5.5 persen dari total penjualan ;
- industri instrumen persisi 4,5 persen dari total penjualan ;
- industri kimia 4.3 persen dari total penjualan ; dan
- industri alat transportasi 3.2 persen dari total penjualan.
Total dukungan pemerintah
bagi kegiatan riset (research & development) mencapai lebih dari 70 %
(tujuh puluh persen) dari dana riset
(research & development).yang tersedia dalam anggaran negara.
Sementara itu sejak
tahun 1980-an, pemerintah Jepang secara khusus juga memberi perhatian yang besar
terhadap kegiatan riset (research & development) dan perkembangan teknologi yang berkaitan dengan
pertahanan dan tersedianya energi alternatip .
Dapat pula dikemukakan
disini, bahwa selain maju dalam riset industri, Jepang pada tahun 1980-an juga secara signifikan telah
membuntuti negara-negara maju lainnya – termasuk negara adidaya waktu itu ; Amerika
Serikat dan Uni Soviet –
dalam riset ilmiah dasar.
Industri Indonesia pada saat ini (awal abad ke-21) masih sangat lemah—khususnya industri manufaktur, jika
dibandingkan dengan industri negara maju seperti Jepang. Untuk dapat memperkuat
dan mengejar ketinggalan tersebut, maka Indonesia harus memberi prioritas yang
tinggi terhadap kegiatan riset khususnya riset industri. Dari daftar diatas tampak
Indonesia berada di urutan ke-49 ; Indonesia hanya membelanjakan 0.07 persen
dari GDP-nya untuk kegiatan riset (
bandingkan dengan Jepang 3.67 persen dan India 0.90 persen).
Untuk mendukung industrinya, Indonesia telah melakukan impor hasil-hasil
riset dan teknologi, disamping memanfaatkan lembaga-lembaga riset yang ada. Namun
jika impor hasil-hasil riset dan teknologi tersebut tidak secara bertahap
dibatasi, maka akan menyebabkan Indonesia selalu tergantung dari impor
hasil-hasil riset dan teknologi.
Jepang pada awalnya masih menggantungkan hasil riset impor dan bantuan luar negeri untuk membangun kembali industrinya (yang hancur akibat PD II), Namun kemudian Jepang melepaskan diri-nya dari ketergantungan tersebut, langkah Jepang tersebut – seperti diuraikan diatas – kiranya dapat di contoh oleh Indonesia.
Lembaga-lembaga riset di Indonesia telah memberi sumbangan bagi industri seperti : melakukan riset untuk memperbaiki produk ; menguji kuwalitas bahan baku dan produk industri (testing material) ; menyusun standar industri (mutu produk dan cara pengujian) dan lain-lain.
Lembaga-lembaga riset di Indonesia telah memberi sumbangan bagi industri seperti : melakukan riset untuk memperbaiki produk ; menguji kuwalitas bahan baku dan produk industri (testing material) ; menyusun standar industri (mutu produk dan cara pengujian) dan lain-lain.
Indonesia sejak masih bernama
Hindia Belanda telah memiliki beberapa lembaga riset yang melakukan riset industri untuk mendukung
industri, beberapa lembaga riset tersebut yang setelah
Proklamasi 17 Agustus 1945 masih tetap beroperasi a.l adalah sbb :
- Het Proefstation voor de Java Suiker Industri, Pasuruan (1887) sekarang (2013) bernama P3GI (Pusat Penelitian Perkebunan Dula Indonesia), Pasuruan ;
- Institute Pasteur, Bandung (1895), sekarang (2013) bernama Bio Farma (BUMN), Bandung ;
- Leerlooirij en Lederbewerking Stichting met Let Laboratorium voor Lederbewerking en Schoen Makerij, Bogor (1927), sekarang (2013) bernama Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet, dan Platik (BBKKP), Yogyakarta ;
- Balai Penelitian Keramik, Bandung (1922), sekarang (2013) bernama Balai Besar Keramik, Bandung
- Textiel Inricting Bandung (1922) kemudian menjadi Institute Teknologi Tekstil (1966), sekarang (2013) bernama Balai Besar Tekstil, Bandung.
Setelah
Proklamasi 17 Agustus 1945, Indonesia membangun beberapa lembaga riset industri baru a.l adalah
seperti berikut ini.:
- Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung (1953), sekarang (2013) bernama Pusat Penelitian & Pengembangan Pemukiman, Bandung ;
- .Lembaga Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS), Jakarta ( 1960) sampai sekarang (2013) tetap bernama LEMIGAS, Jakarta ;
- Lembaga Elekronika Nasional (LEN), Bandung (1965), sekarang (2013) bernama PT.LEN Industri (BUMN), Bandung.
- Lembaga Penelitian Selulosa (LPS), Bandung (1968), sekarang (2013) bernama Balai Besar Pulp dan Kertas, Bandung.
- Metal Industri Develpment Ceter (MIDC), Bandung (1969), sekarang (2013) bernama Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin (BBILM), Bandung ;
- Balai Penelitian Tambang dan Pengolahan Bahan Galian, Bandung (1976) sekarang sekarang (2013) bernama Pusat Penelitian & Pengembangan Mineral dan Batubara, Bandung.
Lembaga-lembaga
riset di Indonesia – yang berdiri sebelum maupun setelah
Proklamasi 17 Agustus 1945 – telah memberi sumbangan bagi industri Indonesia
seperti : menemukan/memperbaiki produk ; melakukan pengujian
kuwalitas (testing material) bahan baku dan produk ; menyusun standar industri
(mutu produk dan cara pengujian) ; memasok tenaga kerja di berbagai tingkatan (banyak
pimpinan industri yang berasal dari lembaga-lembaga riset), dan lain-lain. Untuk
memperoleh gambaran berikut ini disampaikan
beberapa hasil kinerja sejumlah lembaga riset tersebut dalam mendukung
industri sbb :
- Het Proefstation voor de Java Suiker Industri menemukan varietas POJ 2878 yang dapat menyelamatkan industri gula dunia dari serangan penyakit sereh (1921) ; dan pada tahun 1930 varietas POJ 3016 yang mampu menghasilkan 18 ton gula per hektar (1930).
- LEMIGAS, Jakarta :Memiliki 14 hak paten ; a.l paten Photocatalitic reactor in the form of spiral pipe (DR. E. Suhardono). Hak paten tersebut diperoleh tahun 2004.
- PT. LEN Industri (BUMN), Bandung : Membuat “ Sistem Persinyalan Kereta Api di berbagai jalur kereta api di Pulau Jawa dan Sumatera”.
- Lembaga Penelitian Selulosa (LPS), Bandung : Membuat serat rayon “GRATAYON” dari kayu tropis Indonesia (1970) ; Panduan pencemaran lingkungan untuk industri Pulp & Kertas (1982).
- Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung : Membuat prototype rumah Indonesia a.l prototype RUMAH T19 dan lain-lain (tahun 1969).
- Balai Besar Keramik, Bandung : Cara-cara untuk menghindarkan keracunan timbal pada pemakaian glasur-glasur timbal dalam keramik (1974).
- Balai Besar Pengembangan Industri Logam dan Mesin (BBILM), Bandung ; Melakukan pengukuran (metrology) Nonconventional Machine a.l Coordinate Measuring Machine (CMM) dengan (Table Size : 900 x 1500 mm) ; CNC Milling Machine (Table Size : 320 x 1250 mm) ;. CNC Milling Machine (Table Size : 500 x 850 mm) ; dan lain-lain.
Dari
contoh-contoh tersebut terlihat bahwa sumbangan lembaga riset Indonesia telah
mencakup berbagai aspek industri yang luas dari memperbaiki varitas tanaman,
membuat prototype rumah, membuat sistem sinyal kereta api, membuat produk baru,
melakukan pengujian, menyusun standar kwalitas produk dan lain-lain.
PUSPIPTEK |
Namun harus
diakui, bahwa secara keseluruhan kemampuan riset industri Indonesia masih tergolong
lemah dan sumbangannya terhadap kegiatan industri Indonesia relatip masih kecil. Industri di Indonesia, terutama
industri yang memiliki skala besar dan teknologi tinggi, sebagian besar masih menggunakan hasil riset
dan teknologi impor.
Timbul, tumbuh dan tumbang-nya suatu negara di dunia – dimana yang besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan yang cerdik seperti keadaan dunia sekarang ini – terutama tergantung pada industri-nya
Timbul, tumbuh dan tumbang-nya suatu negara di dunia – dimana yang besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan yang cerdik seperti keadaan dunia sekarang ini – terutama tergantung pada industri-nya
Sebelum
menutup bahasan dan renungan ini ingin disampaikan hal-hal yang berkaitan dengan riset
industri seperti berikut :
- Riset mengenai industri atau “riset industri” adalah suatu investigasi yang ditujukan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi dalam memperbaiki secara signifikan produk, proses atau jasa yang telah ada ; atau menciptakan produk, proses atau jasa baru.
- Kemampuan riset sangat menentukan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu negara. Sementara itu penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan memperkuat industri ; serta industri pada gilirannya akan menumbuhkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Timbul, tumbuh dan tumbangnya suatu negara di dunia – dimana yang besar melindas yang lemah, yang lemah makanan yang kuat, dan yang bodoh makanan yang cerdik seperti keadaan dunia sekarang ini– terutama tergantung pada industri-nya
- Kemampuan riset Indonesia pada saat ini, jika dibandingkan dengan industri negara maju, masih sangat lemah. Untuk memperkuat industri-nya, maka Indonesia harus segera meningkatkan kemampuan riset tersebut dengan memberi prioritas tinggi terhadap kegiatan riset khususnya riset industri. Seperti tampak dari daftar diatas Indonesia hanya membelanjakan lk 0.07 persen dari GDP-nya untuk kegiatan riset ( bandingkan dengan Jepang membelanjakan 3.67 persen dan India 0.90 persen dari GDP-nya, hal itu menunjukkan prioritas kegiatan riset masih rendah.
- Tidak dapat disangkal bahwa industri Indonesia telah memanfaatkan kemampuan riset dan teknologi sendiri dari hasil lembaga-lembaga riset Indonesia sendiri, namun sampai saat ini (abad ke 21) sebagian besar industri di Indonesia masih menggunakan hasil-hasil riset dan teknologi impor. Jika impor hasil riset dan teknologi tersebut terus berlangsung, maka akan menyebabkan ketergantungan yang merugikan dan berkepanjangan, tanpa industri Indonesia dapat mengejar ketertinggalannya..
- Jepang dalam membangun kembali industrinya, yang hancur akibat PD II, pada awalnya juga masih menggantungkan hasil riset & teknologi impor dan bantuan luar negeri. Namun kemudian Jepang melepaskan diri-nya dari ketergantungan tersebut a.l dengan memberi prioritas dan dukungan penuh kegiatan riset pada industri-industri tertentu. Kiranya langkah Jepang tersebut dapat pula di contoh oleh Indonesia.
Demikianlah semoga bahasan dan renungan ini bermanfaat !
*
To raise new questions, new possibilities to regard old problem from new
angle requires creative imagination and marks real advance in science (Albert-Einstein).
*