Ngunandiko 143
DEMOKRASI
Demokrasi itu timbul,
karena adanya tuntutan akan persamaan. Pertama-tama adalah persamaan dalam
bidang politik dan hukum, dan kemudian
dalam bidang social, ekonomi dan lain-lain.
Pada kesempatan ini
“Ngunandiko” ingin membahas dan merenungkan secara singkat tentang arti “DEMOKRASI”. Demokrasi (Yunani : demokratia ; demos = rakyat ; kratein
= memerintah, kratia = pemerintahan) adalah pemerintahan yang disertai dengan
pengawasan. Hal itu berarti bahwa pemerintah dalam mengambil
keputusan harus berbagi dengan semua fihak terkait. Pengawasan
lembaga-lembaga pemerintahan dan kemasyarakatan dilakukan oleh dan untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan.
Demokrasi di negara-negara
kota (city-states) di Yunani, kira-kira ada pada abad ke-6 sampai abad ke-5 SM,
hanyalah bagi warganegara saja. Yang dimaksud dengan warganegara disini adalah bukan
orang asing dan juga bukan budak belian.
Athena |
Sedangkan demokrasi pada masa Republik Romawi, sekitar tahun 500 SM, lahirlah apa yang disebut sebagai perwakilan rakyat.
Disamping itu dalam sejarah Eropa pada abad Pertengahan atau
jaman Pertengahan, antara abad ke-5 sampai dengan abad ke-15,
di Inggris timbul angan-angan tentang adanya perjanjian antara yang diperintah
dan yang memerintah. Abad Pertengahan itu bermula sejak runtuhnya Kekaisaran Romawi
Barat.
Demokrasi itu timbul,
karena adanya tuntutan akan persamaan. Pertama-tama adalah persamaan dalam
bidang politik dan hukum, dan kemudian
dalam bidang social, ekonomi dan lain-lain.
Sementara itu dalam suatu negara
demokrasi liberal, kepercayaan rakyat ditumpahkan pada suatu system kepartai-an
yang saling bersaingan (mis : melalui PEMILU). Demokrasi liberal disebut oleh
banyak fihak sebagai demokrasi modern, pada awalnya dan pada utamanya timbul karena
pengaruh :
- revolusi kaum Puritan di Inggris ;
- revolusi Amerika (1775 – 1783); dan
- revolusi Perancis (1789 – 1799).
Sedangkan ahli-ahli teori
demokrasi yang berpengaruh antara lain :
- John Locke (1632 – 1704), Inggris ;
- Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778), Perancis ; dan
- Thomas Jefferson (1743 – 1826), Amerika.
Sedangkan Indonesia, segera setelah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, lalu menetapkan undang-undang dasar (UUD RI 1945) pada 18 Agustus 1945. Undang-undang itu menunjukkan bahwa negara Republik Indonesia adalah Negara demokrasi.
Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 atau disingkat UUD 1945 atau UUD ’45 itu adalah hukum
dasar tertulis (basic law) konstitusi pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Pada kurun waktu 1999 – 2002 ; UUD ‘45 mengalami 4 (empat) kali
perubahan (amendemen), yang mengubah susunan lembaga-lembaga Negara dalam
system ketatanegaraan Republik Indonesia.
Seperti diketahui UUD ‘45 itu
disahkan sebagai undang-undang dasar Negara oleh PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada tanggal 18 Agustus 1945. Namun karena politik
kompromi dengan penjajah Belanda, yang
hendak menjajah kembali Indonesia, maka melalui Konperensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag, sejak 27 Desember 1949 di seluruh Indonesia yang berlaku adalah Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada tanggal 17 Agustus
1950 RIS bubar, dan di Indonesia berlaku Undang-undang Dasar Sementara (UUDS
1950). Dekrit Presiden Sukarno tanggal 5 Juli 1959 memberlakukan UUD ‘45 kembali, kemudian UUD ‘45 itu dikukuhkan oleh DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong-royong) pada tanggal 22 Juli 1959 secara aklamasi.
Setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu, maka sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia itu (termasuk adanya lembaga-lembaga negara) dalam
arti distribusi kekuasaan, hak dan tanggung jawab, pemilihan, dan lain-lain di antara lembaga-lembaga tertinggi negara seperti : Pemerintah
(Presiden) ; Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ; Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
; Makamah Agung ; Badan Pengawas Keuangan ; dan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan lain-lain diatur kembali menurut UUD ’45.
Gedung MPR/DPR RI |
Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia dan tata cara pengambilan keputusan berdasar UUD ‘45 tersebut adalah yang dinamakan “Demokrasi Terpimpin”. Proses pelaksanaan dalam hal mengambil keputusan dalam “Demokrasi Terpimpin” diatur oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Demokrasi Terpimpin seperti
itu dimaksudkan untuk menentang sifat-sifat liberal dari demokrasi Barat, yang dianggap
bertentangan dengan azas-azas
permusyawaratan untuk mencapai mufakat sesuai dengan Pancasila yang dianut oleh
Indonesia. Sebagaimana diketahui selama Indonesia menjalankan demokrasi Barat (demokrasi
liberal) tahun 1950 – 1959, pemerintahan (kabinet) selalu jatuh bangun, dan
rata-rata pemerintahan yang dipimpin oleh seorang PM (Perdana Menteri) berumur
sangat pendek l.k 3 -4 bulan saja.
Sejak dekrit kembali ke
Undang-undang Dasar ‘45 dinyatakan oleh Presiden Republik Indonesia Sukarno pada
tanggal 5 Juli 1959, maka di Indonesia berlaku “Demokrasi Terpimpin”. Dengan
Demokrasi Terpimpin ini, maka Negara Republik Indonesia memiliki Presiden, menteri, lembaga-lembaga Negara dan sarana lain untuk
mencapai tujuan. Tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh pemerintah (Presiden)
dipandu oleh Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang disusun oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR). Pemantauan terhadap kinerja pemerintah dilakukan
oleh rakyat melalui MPR dan dipantau oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Presiden dipilih secara periodik 5 tahun sekali.
Dalam pelaksanaannya
Demokrasi Terpimpin ini terlalu menonjolkan unsur pimpinan. Sebagai gambaran
pimpinan diberi hak untuk mengambil keputusan apabila tidak dicapai mufakat dalam
suatu permusyawaratan, Oleh karena itu Demokrasi Terpimpin meluncur ke terpusatnya
kekuasaan pada pimpinan cq Presiden Sukarno yang a.l membuahkan : pelanggaran
hak asasi manusia (HAM) seperti penangkapan terhadap kaum oposisi ; polisi dan
tentara ikut berpolitik (Dwifungsi ABRI) ; pemberontakan G-30-S/PKI 1 Oktober
1965 ; dan lain-lain.
Pemberontakan G-30-S/PKI, 1 Oktober 1965 tersebut dapat dipadamkan oleh TNI bersama
rakyat dibawah pimpinan Jenderal Suharto, namun kemudian ternyata hal itu diikuti
oleh berakhirnya pemerintahan Presiden Sukarno. Pemerintahan Presiden Sukarno
ini sering disebut sebagai Pemerintahan
Orde Lama (1957 – 1966). Sedangkan pemerintahan dibawah Presiden Suharto
sesudahnya, sering disebut sebagai Pemerintahan Orde Baru (1966 – 1998).
Sementara itu pada masa pemerintahan
Presiden Suharto, Demokrasi Terpimpin telah diubahnya menjadi Demokrasi
Pancasila. Pada dasarnya Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasila
adalah sama. Namun dalam Demokrasi
Terpimpin, PKI (Partai Komunis Indonesia) dibiarkan hidup dengan subur, sedangkan
dalam Demokrasi Pancasila PKI (Partai
Komunis Indonesia) dan ajaran Marxisme-Leninisme dilarang.
Dalam rangka pemurnian
pelaksanaan Demokrasi Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 di masa Orde Baru,
maka disusun suatu pedoman pelaksanaan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan (seperti yang telah diterangkan dimuka) Pedoman tersebut diatur
dalam suatu Ketetapan MPR yang dinamakan “Ketetapan tentang pedoman pelaksanaan
Demokrasi Pancasila” l.k sbb :
(1) Mufakat dan/atau putusan yang diambil
berdasarkan suara terbanyak sebagai hasil musyawarah haruslah bermutu tinggi
yang dapat dipertanggung-jawabkan dan tidak bertentangan dengan dasar Negara
Pancasila dan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
sebagai termaktub dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 ;
(2)
Segala putusan diusahakan dengan cara
musyawarah untuk mufakat di antara semua golongan-golongan musyawarah.
(3)
Apabila yang disebut dalam ayat (2) itu
tidak dapat segera terlaksana, maka pimpinan musyawarah mengusahakan/berdaya
upaya agar musyawarah dapat berhasil mencapai mufakat.
(4)
Apabila yang tersebut dalam ayat (3) itu
setelah diusahakan sungguh-sungguh tidak juga dapat terlaksana, maka keputusan
ditetapkan dengan persetujuan suara terbanyak sesuai ketentuan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 2 ayat (3) dan pasal 6 ayat (2),
(5)
Kecuali ketentuan dalam Undang-Undang Dasar
1945 pasal 37 ayat (2), maka segala putusan diambil dengan persetujuan suara
terbanyak yang lebih dari separoh quorum (sedikitnya separoh lebih satu
daripada quorum). Apabila karena sifat masalah yang dihadapi tidak mungkin
dicapai keputusan dengan menggunakan sistim suara terbanyak termaksud secara
sekali jalan (langsung), maka diusahakan sedemikian rupa sehingga putusan
terakhir masih juga ditetapkan dengan persetujuan suara terbanyak.
(6) Apabila dalam mengambil putusan berdasarkan
persetujuan suara terbanyak suara-suara sama berat, maka dalam hal musyawarah
itu lengkap anggotanya, usul yang bersangkutan dianggap ditolak, atau dalam hal
lain maka pengambilan keputusan ditangguhkan sampai musyawarah yang berikutnya.
(7)
Apabila dalam musyawarah yang berikutnya
itu sama berat lagi, maka usul itu dianggap ditolak.
(8) Pemungutan suara tentang orang dan
masalah-masalah yang dipandang penting oleh musyawarah dilakukan dengan rahasia
atau tertulis dan apabila suara-suara sama-sama berat, maka pemungutan suara
diulang sekali lagi dan apabila suara-suara masih sama berat, maka orang dan
atau usul dalam permasalahan yang bersangkutan dianggap ditolak.
Dalam pedoman Demokrasi
Pancasila ini, pemimpin tidak lagi diberi
peranan atau kedudukan yang berlebihan, tidak
seperti dalam Demokrasi Terpimpin. Hal itu dimaksudkan untuk mencegah
terjadinya pemusatan kekuasaan yang mengakibatkan timbulnya kediktatoran.
Namun pada kenyataannya
kekuasaan pelaksana, kekuasaan perencana dan kekuasaan pengawasan dalam
Demokrasi Pancasila sekaligus berada ditangan
Presiden Suharto, sehingga selama pemerintahan Orde Baru tersebut, tidak ada
kekuasaan legal diluarnya yang mampu melakukan koreksi. Hal itu berjalan untuk
waktu yang panjang (1966 – 1998) sampai gerakan reformasi yang dimotori oleh
para pemuda/mahasiswa meruntuhkannya dan Jenderal Suharto mundur dari tahta
Presiden Republik Indonesia pada Mei 1998 (lihat : Good Corporate Government).
Patut pula diketahui bahwa setelah Orde Baru tumbang, pada kurun waktu
1999 – 2002, UUD ‘45 mengalami telah 4 (empat) kali perubahan (amendemen), yang
mengubah susunan lembaga-lembaga Negara dalam system ketatanegaraan Republik
Indonesia.
Setelah Jenderal Suharto
mundur dari tahta Presiden Republik Indonesia pada Mei 1998 dan digantikan oleh
Wakil Presiden B.J. Habibie, maka
Indonesia memasuki masa reformasi. Masa reformasi Indonesia ini, kini
telah memasuki tahun yang ke 20.
Keadaan Indonesia setelah
reformasi jika diukur dari Gross Domestic Product (GDP) ; Human Development Index
(HDI) ; dan Democracy Ratings dan dibandingkan dengan beberapa Negara
berkembang lainnya tampak sebagai berikut :
Gross Domestic Product Indonesia : USD 3570 per capita (2016) dibawah Thailand diatas Vietnam ; Human Development Index (HDI) : pada posisi menengah (111) pada tahun 2016 dibawah Pilipina diatas Vietnam ; dan Democracy Rating : pada diposisi 7 - 8 dibawah Singapura. Tampak dari uraian diatas dan dari angka-angka GDP, HDI Index, serta Democracy Rating secara keseluruhan keadaan Indonesia setelah reformasi dapat dikatakan tidak memburuk.
- Gross Domestic Product
Gross Domestic Product (GDP)
|
|||
No.
|
Negara
|
USD per kapita
|
Keterangan
|
01
|
Singapura
|
52.570
|
GDP 2016 (World
Bank)
|
02
|
Malaysia
|
9.503
|
GDP 2016 (World Bank)
|
03
|
Thailand
|
5.908
|
GDP 2016 (World
Bank)
|
04
|
Indonesia
|
3.570
|
GDP 2016 (World Bank)
|
05
|
Vietnam
|
2.186
|
GDP 2016 (World
Bank)
|
- Human Development Index
Human Development Index (HDI)
|
|||
No.
|
Negara
|
Ranking Index
|
Keterangan
|
01
|
Aljasair
|
104
|
HDI menengah, 2016
|
02
|
Philipina
|
105
|
HDI menengah, 2016
|
03
|
Indonesia
|
111
|
HDI menengah, 2016
|
04
|
Vietnam
|
116
|
HDI menengah, 2016
|
05
|
Uzbekistan
|
119
|
HDI menengah, 2016
|
- Democracy Rating.
Gross Domestic Product Indonesia : USD 3570 per capita (2016) dibawah Thailand diatas Vietnam ; Human Development Index (HDI) : pada posisi menengah (111) pada tahun 2016 dibawah Pilipina diatas Vietnam ; dan Democracy Rating : pada diposisi 7 - 8 dibawah Singapura. Tampak dari uraian diatas dan dari angka-angka GDP, HDI Index, serta Democracy Rating secara keseluruhan keadaan Indonesia setelah reformasi dapat dikatakan tidak memburuk.
Sebagaimana diketahui selama abad ke-20 jumlah negara yang memiliki lembaga-lembaga
politik berdasar demokrasi perwakilan – termasuk Indonesia – meningkat secara menyolok.
Pada awal abad ke-21, diperkirakan sepertiga negara-negara merdeka di dunia yang
memiliki lembaga-lembaga demokrasi
jumlahnya kira-kira sama dengan negara-negara demokrasi berbahasa Inggris seperti
Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru ditambah dengan negara-negara demokrasi yang
lebih tua seperti Swiss, Swedia, dan Norwegia. Secara keseluruhan negara-negara
demokrasi dan hampir demokrasi kira-kira setengah populasi Negara-negara di
muka bumi.
Apa yang menyebabkan bertambahnya jumlah negara-negara demokratis dan
hampir demokratis ? Penjelasan atas pertanyaan itu adalah bahwa negara-negara yang
tidak memiliki sifat sifat demokrasi – Negara
kuno ataupun modern - mengalami kegagalan politik, ekonomi, diplomatik dan
militer yang sangat mengurangi daya tariknya. Bahwa negara-negara yang tidak
memiliki sifat sifat demokrasi menjadi sangat berkurang daya tariknya a.l adalah karena hal-hal sebagai berikut :
- kemenangan Sekutu (Kerajaan Inggris, Rusia, Italia, Amerika Serikat dll) terhadap Blok Sentral (Jerman, Austria - Hongaria, Turki Usmani dll) dalam Perang Dunia I (1914 – 1918), maka sistem monarki, aristokrasi, dan oligarki kuno tidak lagi dianggap sah.
- kekalahan militer Blok Poros ( Militeris Jepang, Facis Italia, dan Nazi Jerman) dalam Perang Dunia II (1939 -1945), menjadikan faham fasisme tidak disukai lagi.
- faham komunisme bergaya Russia (Stalinisme) juga tidak menarik, terutama setelah runtuhnya ekonomi dan politik Uni Soviet pada tahun 1990-91.
- kegagalan diktator-diktator militer di Amerika Latin pada tahun 1980-an dan 1990-an (lihat : Diktator).
Perubahan ideologi mempengaruhi perubahan ekonomi, begitu pula
sebaliknya. Ekonomi pada abad ke-20 dan
awal abad ke-21 sangat terpusat di bawah kendali Negara. Langsung atau tidak langsung Negara mengendalikan perusahaan-perusahaan (akibat etatisme).
Dengan bergantinya ekonomi yang semula terpusat pada negara dengan ekonomi
pasar yang lebih terdesentralisasi, menyebabkan menurunnya pengaruh dan kekuatan
pejabat tinggi pemerintahan/Negara terhadap aktivitas ekonomi, maka berfungsinya
ekonomi pasar itu juga berkontribusi terhadap perkembangan demokrasi. Jika ekonomi pasar berkembang dan pengaruh kelas menengah bertambah, maka dukungan rakyat
terhadap kondisi demokratis meningkat.
Perubahan ekonomi karena bertambah besarnya operasi perusahaan-perusahaan
khususnya operasi perusahaan-perusahaan besar akan mempengaruhi sifat dari demokrasi.
Pada umumnya perusahaan-perusahaan besar tersebut ingin mendominasi pemerintahan
dengan memanfaatkan aparat birokrasi dan aparat keamanan (tentara dan polisi),
sehingga sifat demokrasi menjadi cenderung lebih membela kepentingan-kepentingan
perusahaan-perusahaan daripada kepentingan rakyat banyak.
Secara umum, negara-negara
demokrasi yang memiliki banyak rakyat miskin lebih rentan dipengaruhi oleh janji-janji
kaum antidemokrasi, kaum demagog yang menjanjikan solusi sederhana dan segera
untuk masalah ekonomi. Berkurangnya jumlah rakyat miskin atau bertambahnya kemakmuran ekonomi meningkatkan peluang
pemerintahan yang demokratis berhasil. Di negara-negara di mana budaya
demokrasi lemah atau tidak ada (mis : Indonesia), demokrasi jauh lebih rentan
dan adanya krisis ekonomi cenderung menyebabkan kembalinya rezim nondemokratis.
Berdasar pengalaman sejarah, perbedaan di antara negara-negara demokrasi
dalam ukuran, komposisi etnis, agama, dan lain-lain telah menghasilkan perbedaan
yang signifikan dalam lembaga-lembaga politik negara-negara tersebut. Beberapa fitur yang berkaitan dengan
perbedaan lembaga itu lebih kurang adalah sebagai berikut :
- Fitur seperti sistem presidensial Amerika Serikat sering diadopsi oleh negara-negara di Amerika Latin, Afrika, dan Negara-negara berkembang lain di mana militer kadang-kadang mengubah pemerintahan menjadi sebuah kediktatoran melalui kudeta ;
- Fitur seperti sistem parlementer Inggris. Hal seperti itu sering diadopsi oleh negara-negara dengan perdana menteri yang bertanggung jawab kepada parlemen, bersama kepala pemerintahan seremonial yang mungkin seorang raja turun-temurun seperti di negara-negara Skandinavia, Belanda, dan Spanyol atau presiden yang dipilih oleh parlemen atau badan lain yang dibentuk khusus untuk tujuan itu.
- Sebuah pengecualian adalah Perancis – dalam konstitusi kelima – yang diadopsi pada tahun 1958, menggabungkan sistem parlementer dengan sebuah sistem kepresidenan.
Di kebanyakan negara Eropa
yang lebih tua dan berbahasa Inggris, dimana otoritas politik berada di
pemerintahan pusat, yang secara konstitusional diberi wewenang untuk menentukan
batas kekuasaan, batas geografis, asosiasi subnasional seperti antar
regional dan lain-lain. Negara-negara seperti itu disebut Negara kesatuan seperti Indonesia,
Bangladesh, Jepang.
Sistem negara kesatuan semacam
itu sangat berbeda dengan sistem federal, di mana pada system federal kewenangan
dibagi secara konstitusional antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang relatif otonom. Negara-negara demokratis yang mengadopsi
sistem federal (negara serikat) a.l Amerika Serikat, Swiss, Jerman, Kanada, Australia dan India, negara demokrasi dengan penduduk terpadat di dunia.
Demikianlah bahasan dan
renungan singkat tentang demokrasi. Semoga
bermanfaat !
*
The tyranny of a prince in an oligarchy is not so dangerous to the public welfare as the apathy of a citizen in a democracy (Charles de Montesquieu)
*
Bung Yos ! Disamping Locke, Rouseau, dan Jefferson masih ada ahli teori demokrasi lain seperti Pericles (Athena), Montesquieu (Perancis), Benyamin Franklin (Amerika) dll.
BalasHapusBung !
BalasHapusSampai umurnya lebih dari 70 tahun, Republik Indonesia telah mencoba 4 bentuk demokrasi. Secara singkat dapat digambarkan lk sbb : th 1946 – 1959 demokrasi liberal ; th 1959 -1965 Demokrasi Terpimpin a’la Bung Karno (PKI ikut) ; th 1965 – 1998 Demokrasi Pancasila a’la Pak Harto (tanpa PKI dan Marxisme-Leninisme) ; th 1998 - . . . Demokrasi Reformasi
Bung ! Inti demokrasi adalah : (1) pengambilan keputusan dilakukan secara bersama, khususnya dalam memilih pemimpin melalui pemilihan umum ; dan (2) hak azasi manusia dijunjung tinggi
BalasHapus