Kamis, 01 Agustus 2013

Kekeliruan membawa kegembiraan

Ngunandiko.51




Kekeliruan membawa kegembiraan.


Peristiwa ini terjadi pada akhir tahun 1960-an, saya pada waktu itu tinggal di  daerah Manggarai, Jakarta. Pada suatu hari Jumat saya menerima telepon dari Yogya, bahwa paman saya di Yogya akan ke Jakarta, paman berangkat dari Yogya hari Sabtu jam 5.30 pagi  dengan KA (Kereta Api) dan minta agar di jemput. Paman saya  berusia lk 65 tahun belum pernah ke Jakarta. Esok harinya Sabtu jam 16.00 sore, saya sudah siap menunggu kedatangan paman di stasiun Gambir, menurut jadwal, kereta api dari Yogya sampai di stasiun Gambir jam 16.30. Kereta dari Yogya tersebut ternyata datang  tepat waktu. Saya tunggu  sampai seluruh penumpang turun, namun paman tidak kunjung tampak. Kemudian saya mencari paman kesana-kemari di halaman stasiun, namun tidak juga ketemu. Beberapa saat kemudian saya memutuskan kembali kerumah dengan perasaan bingung dan kuatir, akan telepon ke rumah paman di Yogya, di rumah paman tidak ada telepon. Esok harinya, Minggu jam 8.00 pagi, saya menerima telepon dari seseorang yang mengaku namanya Sudiman, ia memberi tahu bahwa paman ada di rumahnya di daerah Bendungan Hilir, Pejompongan. Mendengar hal itu, saya sangat gembira dan saat itu juga, saya segera ke rumah bapak Sudiman tersebut.
Stasiun Pasar Senen

Saya merasa membuat kekeliruan saat menjemput paman di stasiun Gambir, karena ternyata paman naik kereta Yogya-Jakarta yang berakhir di stasiun Senen, bukan di stasiun Gambir seperti yang saya duga, Paman di kereta duduk bersebelahan dengan Bapak Sudiman, mereka ngobrol disepanjang perjalanan Yogya – Jakarta dan menjadi akrab. Pada waktu kereta sampai di stasiun  Senen ; karena paman ternyata tidak ada yang menjemput, maka bapak Sudiman, yang dijemput oleh puteranya, mengajak paman ke rumahnya di wilayah Bendungan Hilir, paman diminta bermalam karena hari sudah malam. Keesokan harinya Bpk Sudirman menelepon saya.

Setelah saya sampai di rumah bapak Sudiman dan bertemu paman, kami  berbincang-bincang sambil minum teh. Saya mengucapkan terima kasih kepada keluarga Sudiman, yang telah membantu dan menolong paman. Sedangkan paman menceritakan bahwa maksud kedatangannya di Jakarta adalah  menjenguk Lastri (ny Heru) putrinya yang baru melahirkan, Heru (menantunya) adalah pegawai suatu Bank yang baru pindah dari Surabaya ke Jakarta. Sejak Heru pindah ke Jakarta, paman belum mengetahui alamat rumahnya. Mendengar cerita paman tersebut, Bapak Sudiman mengatakan bahwa mungkin Heru tersebut adalah seorang pegawai Bank yang tinggal tidak jauh dari rumahnya. Ibu Sudiman yang mendengar percakapan kami berkata bahwa tetangganya yang baru saja melahirkan juga bernama Lastri (ny.Heru). Singkat cerita ; pak Sudiman lalu menyuruh putranya ke rumah Heru untuk memberi tahu bahwa ada yang ingin dibicarakan.

Oleh karena Bpk Sudiman adalah orang terpandang di wilayah itu, maka Heru segera ke rumahnya. Heru terkejut dan heran, ketika melihat mentuanya (paman saya) ada di rumah Bpk Sudiman. Setelah dijelaskan duduk perkaranya, Heru sangat gembira dan bersyukur. Keduanya (Heru dan Paman) lalu saling berpelukan dengan penuh haru. Kekeliruan membawa kegembiraan.

*
A life spent making mistakes is not only more honorable, but more useful than a life spent doing nothing (George Bernard Shaw)

*