Rabu, 10 Juli 2013

Kelompok G-7

Ngunandiko. 50

Kelompok G-7

Dapat diduga sikap politik semua negara G-7 adalah mengamankan kepentingan-nya, G-7 menyadari bahwa kepentingan-kepentingan-nya itu tidak semata-mata kepentingan ekonomi tetapi berseluk-beluk dengan masalah-masalah global lainnya.

G-7 adalah kelompok 7 (tujuh) negara terkaya di dunia, G-7 dimulai pada 1975 terdiri dari menteri keuangan (finance minister)  negara-negara industri Perancis, Jerman (Barat), Italia, Jepang, Inggris, dan Amerika Serikat, pada tahun 1976 bergabung  Kanada. G-7 memiliki lebih dari 66% kekayaan dunia (net global wealth) atau $ 223 trillions (Credit Suisse Global Wealth Report September 2012).


Bendera negara-negara G-8

G-7 bertemu beberapa kali dalam setahun untuk membahas sengketa keuangan antar negara-negara G-7 serta kebijakan ekonomi global. Disamping itu G-7 dalam pertemuan-pertemuan itu berketetapan  membahas pula krisis keuangan global dan akan mengambil semua langkah yang diperlukan guna membendung krisis tersebut. 
Sebagai gambaran,   G-7 mengadakan dua kali pertemuan di Washington DC (2008) dan di Roma (2009). Pertemuan-pertemuan tersebut terutama untuk membahas krisis keuangan global yang berlangsung 2007-2010. Seperti dijelaskan diatas kelompok menteri keuangan G-7 telah berjanji untuk mengambil semua langkah yang diperlukan guna membendung krisis tersebut.
Dapat diduga bahwa sikap politik semua negara G-7 dalam pertemuan-pertemuan tersebut adalah mengamankan kepentingan-kepentingannya, namun G-7 juga menyadari bahwa kepentingan-kepentingan-nya tidak semata-mata kepentingan ekonomi tetapi berseluk-beluk dengan masalah-masalah global lainnya. Oleh karena itu dipandang perlu mengikut-sertakan negara-negara lain dalam pertemuan-pertemuan tersebut dengan harapan:
  • Kepentingan negara-negara G-7 dapat diamankan, dan  
  • Masalah-masalah global dapat terpecahkan dengan baik.
Dalam hubungan  itu negara-negara G-7 telah menempuh l angkah-langkah utk me mperluas forum dan memperluas materi pembahasan sebagai berikut:
  •     Memperluas forum

Menanggapi keluhan negara-negara berkembang bahwa kepentingan-nya tidak dibahas selama pertemuan G7, maka pada tahun 1999 forum diperluas menjadi pertemuan Kelompok Dua Puluh (G-20), yang terdiri dari negara-negara G-8 ditambah Argentina, Australia, Brazil, Cina , Uni Eropa, India, Indonesia, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Turki.

Pada tahun 1997 ke dalam kelompok G-7 d itambahkan Rusia, kemudian   kelompok tersebut  dikenal sebagai G-8; Uni Eropa dan sejumlah organisasi dunia lainnya juga diwakili dalam G-8 tersebut, namun tidak dapat menjadi tuan rumah KTT atau memiliki kursi.
G-8 s ejak tahun 1998 merupakan forum pemerintah delapan negara terkaya di dunia; secara keseluruhan negara-negara G-8 memiliki 40,9% dari GDP (P urchasing Power parity) dan 50,1% dari GDP (global nominal GDP tahun 2012).  
Pertemuan G-8 berputar setiap tahun  dengan urutan sebagai berikut: Perancis, Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Jerman, Jepang, Italia, dan Kanada. Pemegang presiden G-8   adalah   tuan rumah Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) pada tahun yang bersangkutan, menentukan agenda pertemuan, dan di mana pertemuan tingkat menteri diselenggarakan.
G-8 menyelenggarkan pertemuan sedikitnya satu kali setiap tahun. Disamping pertemuan kepala-kepala Pemerintahan ada juga pertemuan m enteri-menteri  pada tingkat yang lebih rendah yaitu menteri Keuangan, dan menteri  Luar Negeri atau  Lingkungan serta pertemuan anggota dan fungsional.
Sesuai dengan keinginan Perancis dan Inggris, maka G-8 diperluas lagi  dengan lima negara berkembang yang disebut-nya sebagai Outreach Five     (O-5) yaitu Brazil, Republik Rakyat Cina, India, Meksiko, dan Afrika Selatan. Negara-negara tersebut telah berpartisipasi sebagai tamu dalam berbagai pertemuan yang disebut sebagai pertemuan G-8 +5.
Menanggapi keluhan negara-negara berkembang bahwa kepentingan-nya selama pertemuan G7 tidak dibahas, maka pada tahun 1999 G-7 diperluas lebih lanjut menjadi Kelompok Dua Puluh (G-20), sehingga terdiri dari negara-negara G-8 ditambah Argentina, Australia, Brazil, Cina, Uni Eropa, India, Indonesia, Meksiko, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Turki.
Pada awalnya pertemuan G-20 hanya melibatkan menteri keuangan, kepala bank sentral, dan organisasi yang menyatukan negara-negara industri dan pasar yang sedang berkembang untuk membahas isu-isu terkait dengan stabilitas ekonomi global.

Secara keseluruhan kekuatan ekonomi G-20 menyumbang:
  • sekitar 80 persen dari produk bruto dunia (GWP),
  • sekitar 80 persen dari perdagangan dunia (termasuk Uni Eropa intra-trade),
  • penduduk dua-pertiga dari penduduk dunia,
  • account untuk tahun 2010-2016 (menurut IMF) adalah 84,1 persen dan 82,2 persen dari pertumbuhan ekonomi dunia dengan PDB nominal dan GDP (PPP).

Para pemimpin nasional G-20

Konferensi G20 yang diikuti pula oleh para pemimpin nasional untuk pertama kalinya diadakan pada tahun 2008 di tengah krisis keuangan dunia dan resesi, Dan pada pertemuan tahun 2009 para pemimpin G20 mengumumkan suatu rencana menggantikan rencana sebelumnya yang disebutnya sebagai "stability, growth, and jobs" dengan memperhatikan peningkatan ekonomi China dan negara-negara pasar yang sedang berkembang lainnya.
  •    .    Memperluas materi pembahasan.

Untuk memberi gambaran lebih lengkap tentang bertambah luasnya materi yang dibahas dapat dilihat antara lain dari rincian tekad G-20 dalam pertemuan-nya di Perancis pada bulan Nopember tahun 2011.

P ertemuan negara-negara G7 di Washington DC (2008) dan di Roma (2009) utamanya adalah membahas krisis keuangan global 2007-2010; hal itu menunjukkan bahwa pembahasan pada waktu itu terbatas pada    masalah ekonomi. Namun pembahasan dengan materi yang lebih luas sesungguhnya sudah dilakukan pada sejumlah pertemuan negara-negara G-7, G-8, atau G-20 baik tingkat Kepala Negara / Pemerintahan, tingkat Menteri , maupun tingkat Ahli dan lain-lain seperti contoh berikut:

  • Pada pertemuan bulan Juni 2005 mencatat perlunya ada pusat data tentang pedofil dan pusat informasi tentang terorisme yang tunduk pada pembatasan b erdasarkan hukum keamanan dan privasi di masing-masing negara
  • Sejak tahun 2009 disetiap pertemuan tercatat pembahasan tentang perlunya pasokan bahan makanan yang bersifat global. Bahkan G8 berjanji akan menyumbang sebesar $ 20 miliar selama tiga tahun, namun hanya 22% dari dana yang dijanjikan telah dikirimkan.
  • Pertemuan 10 September 2011 di Perancis  mencatat perlunya dukungan internasional tidak hanya mencakup bantuan pembangunan, tetapi juga bantuan untuk meningkatkan akses ke pasar negara maju bagi  produk-produk negara berkembang maupun tenaga kerja, hal ini dipandang penting untuk menghindari ketergantungan akan bantuan, membangun modal manusia, dan peningkatan peran sektor swasta.
  • Pada pertemun 18 Mei 2012 di Guadalajara tercatat perlunya untuk meningkatkan kerja berkualitas sebagai dasar bagi masyarakat yang lebih sejahtera dan adil.
  • Pertemuan 28 Agustus 2012 mencatat perlunya mewaspadai  besarnya resiko  yang ditimbulkan oleh tingginya harga minyak tinggi. Dan mendorong negara-negara penghasil minyak untuk meningkatkan produksi mereka untuk memenuhi permintaan.
  • Pada pertemuan puncak 2012, Presiden Barack Obama berencana untuk meminta para pemimpin G8 untuk mengadopsi kebijakan privatisasi investasi pangan global.
Untuk memberi gambaran lebih lengkap tentang luasnya materi yang dibahas, berikut ini disampaikan rincian tekad G-20 dalam pertemuan-nya di Perancis pada bulan Nopember tahun 2011 sbb:
  • A global strategy for growth and jobs
(Sebuah strategi global untuk pertumbuhan dan pekerjaan)
  • Fostering Employment and Social Protection
(Konstruksi Ketenagakerjaan dan Perlindungan Sosial)
  • Building a more stable and resilient International Monetary System (Membangun Sistem Moneter Internasional lebih stabil dan tangguh)
  • Increasing the benefits from financial integration and resilience against volatile capital flows to foster growth and development (Meningkatkan manfaat dari integrasi keuangan dan ketahanan terhadap arus modal yang volatile untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan
  •  Reflecting the changing economic equilibrium and the emergence of new international currencies (Mencerminkan perubahan keseimbangan ekonomi dan munculnya mata uang internasional yang baru)
  • Strengthening our capacity to cope with crises (Penguatan kapasitas untuk mengatasi krisis)
  • Strengthening IMF surveillance (Memperkuat pengawasan IMF)

Langkah selanjutnya dari tekad tersebut diatas adalah sbb:

  • Implementing and deepening Financial sector reforms    (Mengimplementasikan dan memperdalam reformasi sektor keuangan)
  • Implementing and deepening Financial sector reforms (Mengimplementasikan dan memperdalam reformasi sektor keuangan)
  •  Meeting our commitments notably on banks, OTC derivatives, compensation practices and credit rating agencies, and intensifying our monitoring to track deficiencies (Memenuhi komitmen terutama pada bank-bank, derivatif OTC, praktek kompensasi dan lembaga pemeringkat kredit, dan mengintensifkan pemantauan kami untuk melacak kekurangan ). catatan: Over-the-counter (OTC) atau off-exchange
  •  Addressing the too big to fail issue (Mengatasi terlalu besarnya kegagalan)
  •  Filling in the gaps in the regulation and supervision of the financial sector (Mengisi kesenjangan dalam regulasi dan pengawasan sektor keuangan)
  •  Tackling tax Havens and non-cooperative jurisdictions (Menangani bebas pajak dan yurisdiksi non - kooperatif)
  •  Strengthening the FSB (Financial Stability Board) capacity resources and governance (Penguatan sumber daya FSB kapasitas dan tata kelola)
  • Addressing Food Price volatility and Increasing Agriculture Production and Productivity (Mengatasi Volatilitas Harga Makanan dan Peningkatan Produksi Pertanian danProduktivitas)  
  • Improving the functioning of Energy Markets (Meningkatkan Fungsi Pasar Energi)
  • Protecting Marine Environment (Melindungi Lingkungan)
  • Fostering Clean Energy, Green Growth and Sustainable Development (Membangun Energi Bersih, Hijau Pertumbuhan dan Pembangunan Berkelanjutan)
  • Pursuing the Fight against Climate Change (Melawan Perubahan Iklim)
  • Avoiding Protectionism and reinforcing the Multilateral Trading System (Menghindari Proteksionisme dan Memperkuat Sistem Perdagangan Multilateral)
  • Development: Investing for Global Growth (Pengembangan: Investasi untuk Pertumbuhan global)
  • Intensifying Our Fight against Corruption (mengintensifkan Memerangi kami terhadap Korupsi)
  • Governance (Pemerintahan)
(Selengkapnya lihat: Official website of the French presidency)


Negara-negara berkembang dalam menerima hasil-hasil pertemuan tersebut tetap harus bersikap cerdas dan penuh kewaspadaan, karena bagaimanapun juga pertemuan G-7, G-8, dan G-20 tersebut masih didominasi oleh negara-negara maju yang ingin mengamankan kepentingannya.

Dengan diperluasnya forum dan materi pembahasan, maka hasil-hasil pertemuan G-7, G-8, dan G-20 tersebut diharapkan lebih baik dan kepentingan-kepentingan semua fihak dapat di-akomodasi-kan. Namun kiranya negara-negara berkembang dalam menerima hasil-hasil tersebut tetap harus bersikap cerdas dan penuh kewaspadaan, karena bagaimanapun juga pertemuan G-7, G-8, dan G-20 tersebut masih didominasi oleh negara-negara maju yang ingin mengamankan kepentingannya.
Sudah barang tentu implementasi dari hasil-hasil pertemuan G-7, G-8, dan G-20 tersebut pasti akan memiliki implikasi terhadap aspek politik, sosial, militer dan aspek-aspek lain ke seluruh negara-negara di dunia. Implikasi tersebut dapat berakibat negatip bagi negara-negara berkembang, jika mereka tidak dapat menyesuaikan. 
Sebagai gambaran tersebut berikut ini adalah pandangan tentang implementasi beberapa butir dari tekad G-20 Nopember 2011 sbb:

  • Fostering Employment and Social Protection
(Konstruksi Ketenagakerjaan dan Perlindungan Sosial)

Membangun tenaga kerja dan memberi perlindungan sosial adalah kuwajiban negara khususnya negara-negara yang sedang berkembang dimana tenaga kerja yang dimilikinya masih sangat membutuhkannya, sedangkan bagi negara-negara maju hal itu sudah berjalan dengan sendirinya. Sementara itu harus diingat bahwa kemampuan negara-negara berkembang untuk membangun dan memberikan perlindungan sosial adalah masih sangat terbatas. Jika Konstruksi Ketenagakerjaan dan Perlindungan Sosial dilakukan oleh negara-negara berkembang sendiri, maka kemajuannya akan sangat lambat dan tidak banyak berarti.
Adanya tenaga kerja yang lebih baik sebagai  hasil Konstruksi Ketenagakerjaan dan Perlindungan Sosial tersebut tidak hanya diperlukan oleh negara-negara berkembang, tetapi juga dibutuhkan oleh negara-negara maju.
Oleh karena itu yang kiranya lebih dibutuhkan oleh negara-negara berkembang untuk kemajuan tenaga kerjanya adalah dibukanya pasar tenaga kerja di negara-negara maju disertai adanya kesempatan pelatihan, sehingga energi-energi tersebut dapat meningkat kualitasnya secara lebih cepat.


  • Avoiding Protectionism and reinforcing the Multilateral Trading System (Menghindari Proteksionisme dan Memperkuat Sistem Perdagangan Multilateral)

Menghindari Proteksionisme dan Memperkuat Sistem Perdagangan Multilateral adalah kepentingan negara-negara maju maupun negara-negara berkembang, bahkan kiranya dalam hal ini kepentingan negara-negara maju jauh lebih besar.
Seperti diketahui produk industri negara-negara berkembang jika tidak mendapatkan perlindungan (protection) dari negara-nya sendiri, maka akan sulit bersaing dengan produk negara-negara maju (produk impor) dinegaranya sendiri. Sementara itu yang harus dijual (dipasarkan) oleh negara-negara berkembang sebagian besar adalah kekayaan alamnya berupa produk primer (hasil kebun: teh, kopi, karet, coklat dll; dan hasil tambang: batu bara, bijih aluminium, bijih tembaga, timah dll) yang sesungguhnya pembelinya sudah sejak puluhan tahun yang lalu adalah hampir tidak berubah.

Dua pandangan tersebut diatas kiranya memberi gambaran adanya implikasi negatip dari  implementasi kedua tekad G-20 tersebut bagi negara-negara berkembang. Seyogyanya keputusan yang merugikan semacam itu dapat dicegah sebelumnya oleh negara-negara berkembang yang menjadi permanent member G-20.



Dapat disimpulkan bahwa  hasil-hasil pertemuan G-7, G-8, dan G-20 yang menimbulkan implikasi negatip harus dapat dihindari oleh negara-negara berkembang, agar ke-tertinggalan-nya dari negara-negara maju dapat dikejarnya dalam waktu yang rélatip lebih cepat.


Jika Amerika Serikat dianggap mewakili negara-negara maju dan tingkat kemajuan diukur dengan GDP per kapita per tahun,  maka diperkirakan Brazil, China, India, Malaysia, dan Indonesia untuk dapat menyamai kemajuan Amerika Serikat saat ini masing-masing membutuhkan waktu lk 100 tahun, 65 tahun, 135 tahun, 85 tahun dan 140 tahun.
    

Seperti diketahui negara-negara berkembang pada saat ini jauh tertinggal dari negara-negara maju. Jika Amerika Serikat dianggap mewakili negara-negara maju dan tingkat kemajuan diukur dengan capaian Index HDI dan akses GDP per kapita per tahun (lihat: Ngunandiko.42 Posisi Indonesia) , maka diperkirakan:

  • Cina, India, Indonesia, dan Vietnam, untuk dapat menyamai index HDI Amerika masing-masing membutuhkan waktu lk 25 tahun, 65 tahun. 35 tahun, dan 45 tahun.
  • Brazil, China, India, Malaysia, dan Indonesia; untuk dapat menyamai GDP per kapita per tahun Amerika masing-masing membutuhkan waktu lk 100 tahun, 65 tahun, 135 tahun, 85 tahun, dan 140 tahun.
Demikianlah gambaran ketertinggalan negara-negara berkembang dari negara-negara maju khususnya Amerika Serikat pada saat ini.

Sebagai penutup dari bahasan dan renungan ini ingin dikemukakan bahwa negara-negara sedang berkembang dalam menerima hasil pertemuan-pertemuan G-7, G-8, dan G-20 hendaknya:
  • cerdas dan penuh kewaspadaan,  
  • secara bersama mempelajari implikasi yang mungkin timbul.
Namun j ika implementasi hasil pertemuan-pertemuan G-7, G-8, dan G-20 dipandang bermanfaat dan membawa kemajuan bagi negara-negara berkembang, maka haruslah sesuai dengan korban yang diberikan-nya. Dan akhirnya adanya kritik dan koreksi atas bahasan dan renungan ini dari semua fihak sangat diharapkan.

Semoga bahasan dan renungan ini bermanfaat!

*
It will be necessary to rebuild the whole international financial architecture, make it open and fair, effective and legitimate, and by increasing the role of the existing ones it is necessary to create new collective structures of global co-ordination and regulation (Dmitry Medvedev, RUSSIAN PRESIDENT)

*